Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momentum itu belum dapat diciptakan terobosan awal buat kamboja

Pertemuan informal jakarta (jim) mempertemukan semua pihak khmer yang bersengketa. pertemuan berakhir dengan harapan yang tersirat dalam ucapan sihanouk agar ada jim kedua pada desember 1988.

6 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA Informal Meeting, JIM, berakhir 28 Juli 1988 pagi, satu hari lebih lama dari yang direncanakan. Berbagai pernyataan, dari pemerintah Indonesla maupun dan pihak-pihak ASEAN lainnya, telah menyebut pertemuan informal di Jakarta dan Bogor selama 3 1/2 hari itu "berhasil". Pandangan tentang berhasil tidaknya JIM amat bergantung pada persepsi pihak yang menilainya. Jika pemerintah Indonesia menyatakan JIM berakhir dengan "sukses", tentu bila ditinjau dari segi bahwa pertemuan ini adalah perjumpaan pertama kali antara semua pihak Khmer yang berperang dalam 9 tahun belakangan ini. Tetapi antisipasi tentang berhasilnya "mengadakan" pertemuan sudah diduga sebelum JIM berlangsung kalau tidak, JIM toh tidak akan diselenggarakan. Karena itu, mungkin lebih tepat disebut bahwa JIM sebenarnya bisa lebih berhasil. Misalnya, dengan suatu deklarasi atau pernyataan bersama semua pihak untuk mengadakan "perundingan" pada pertemuan mereka berikutnya. Ini tidak dikeluarkan pada akhir pertemuan. Dan belum 3 hari setelah JIM berakhir, sebuah pernyataan dari kantor berita Xinhua di Beijing mengumumkan, "Vietnam telah berusaha mengaburkan permasalahan pokok di Kamboja." Tak ayal lagi, fokus perhatian setelah Jakarta-Bogor pekan lalu, kini beralih ke Beijing, Hanoi, dan Moskow. Suasana pada hari Senin 25 Juli cukup cerah. Para diplomat dan wartawan yang hadir menunggu-nunggu kemungkinan adanya "terobosan baru" menuju langkah awal ke arah "kerangka penyelesaian" masalah Kamboja. Semua gelagat selama lebih dari satu tahun belakangan ini mendukung terlaksananya JIM. Pertama, reda ketegangan Amerika-Soviet yang dimungkinkan oleh sikap Gorbachev dan yang didesak oleh situasi perestroika di negeri Soviet. Gorbachev ingin penghematan biaya keterlibatan Soviet di krisis-krisis regional: Afghanistan, Afrika bagian selatan, Timur Tengah, Amerika Tengah/Nikaragua -- termasuk Asia Tenggara/Kamboja. Setelah KTT Reagan-Gorbachev Desember 1987 dan Mei/Juni 1988, jenjang persaingan Soviet-Amerika berubah pada perlunya kesepakatan tentang Kamboja. Kedua, reda ketegangan Soviet-RRC, yang berjalan terutama setelah Kongres Partai Komunis Uni Soviet ke-26 tahun 1986 dan Kongres Partai Komunis Cina ke-13 bulan Oktober 1987. Kedua negara komunis itu sepakat untuk mengadakan pendekatan menuju normalisasi hubungan yang mereka usahakan sejak 1982, ketika dimulai pertemuan periodik tingkat wakil menteri luar negeri. Mereka sepakat, Kamboja harus mendapat perhatian khusus. Ketiga, sejak awal 1988 ada tanda-tanda bahwa RRC dan Vietnam akan menangani pertikaian mereka sekitar Kamboja secara lebih "seksama dan dalam suasana persaudaraan sosialis". Kedua negara sepakat untuk tidak saling menuduh bahwa masingmasing menjalankan politik "hegemoni" atau "dominasi" di kawasan Indocina. Keempat, perekonomian Vietnam yang semakin parah selama tahun 1987. Biaya penempatan pasukan Vietnam di Kamboja semakin terasa memberatkan usaha perbaikan ekonomi dalam negeri. Dukungan Soviet ke Vietnam berkurang. Karena itu, dukungan Vietnam terhadap pemerintah Heng Samrin/Hun Sen juga berkurang. Kelima, semua pihak Khmer yang berperang merasa lelah. Tak ada satu pun pihak Khmer yang bisa menang mutlak dan tuntas di medan laga. Sekalipun terkuat dari segi militer, posisi politik Khmer Merah di dunia internasional dan di dalam Kamboja sendiri amat lemah. Sebaliknya, pihak Khmer lainnya kuat dalam keabsahan politik, tetapi lemah dalam kekuatan militer di medan laga. Kelima jenis gelagat itulah yang memungkinkan Kesepakatan Kota Ho Chi Minh setahun lalu (29 Juli 1987). Sejak itu, pelaksanaan JIM hanya soal waktu dan penamaan saja. Dan mulailah, JIM pada awal 25 Juli 1988 itu, dalam suasana cerah dan perlu antisipasi. Apa yang terjadi antara pagi dan siang hari 25 Juli, lebih-lebih setelah sore harinya Perdana Menteri Hun Sen mengulang 7 pasal usulan penyelesaian masalah Kamboja, tidak banyak yang diketahui oleh pihak-pihak di luar keempat kelompok Khmer tadi. Konon, pertemuan dilaksanakan dalam bahasa Khmer. Meskipun dari semula sudah dikatakan bahwa pertemuan ini hanyalah pertemuan awal, bukan forum perundingan, suasana dalam pertemuan 25 Juli pagi/siang agaknya memanas. Entah apa sebabnya Hun Sen secepat hari Senin 25 Juli sore mengumumkan 7 pasal usul penyelesaiannya. Setelah itu, semua pihak Khmer lain merasa perlu mengumumkan pandangan-pandangannya secara terbuka kepada pers yang hadir. Maka, pertemuan tidak resmi yang seharusnya "hanya perjumpaan awal, penjajakan menuju pijakan bersama", pada hari pertama sudah nyaris menjadi "langkah awal penyusunan kerangka bersama" menuju "perundingan". Celakanya, sekali Hun Sen mengemukakan usul penyelesaian Kamboja secara terbulka, para pemimpin dari unsur Khmer lain tidak mau kalah "berunding lewat pers". Kemudian esok harinya Menlu Vietnam Nguen Co Thach tak ketinggalan membuat pernyataan pers yang "meluaskan" permasalahan Kamboja ke masalah "Asia Tenggara yang damai, bebas, dan netral". beralih dari suatu pertemuan informasi antara pihak-pihak yang bersengketa dan yang berkepentingan ke arah pertukaran dasar setiap pihak yang terlibat: semua unsur Khmer, tuan rumah, negara-negara ASEAN (terutama Singapura dan Muangthai), bahkan juga Laos. Di tengah-tengah hiruk-pikuk JIM, ada satu pihak yang secara khusus disorot oleh para diplomat dan wartawan: Khieu Samphan. Sebelum JIM berlangsung, ia mewakili unsur Khmer yang paling terjepit di mata dunia internasional. Secara terbuka RRC akhir Mei 1988 menyatakan setuju "Khmer Merah tidak akan kembali berkuasa" ataupun "menjadi unsur kekuatan yang dominan dalam pemerintahan Kamboja yang baru". Selama JIM berlangsung, kedua rumus tadi terulang dalam perjumpaan bersama Menlu Ali Alatas dan Menlu Nguyen Co Thach. Maka, Khieu Samphan pun naik pitam dan mengeluarkan pernyataan kepada pers bahwa "Nguyen Co Thach telah mengaburkan masalah-masalah inti Kamboja serta melakukan manuver-manuver licik yang mengkhianati bangsa Khmer". Khieu Samphan, yang menjadi salah seorang anggota "klik Pol Pot" selama rezim teror itu berkuasa tahun 1976-1978, mendapat tekanan psikologis di dalam JIM maupun dari Moskow, Hanoi, dan Beijing: Khmer Merah tak boleh lagi "unggul dan berkuasa".dalam pemerintahan Kamboja di masa depan. Tetapi tak ada pertemuan diplomatik yang tidak encer. JIM dipantau dengan penuh perhatian dari Beijing. Begitu keluar pernyataan 7 pasal Hun Sen dan pernyataan Nguyen Co Thach tentang "Asia Tenggara yang damai, bebas, dan netral", Khieu Samphan mengeluarkan tuduhannya terhadap Vietnam. Ia tidak percaya Vietnam sungguh-sungguh ingin menarik pasukannya dari Kamboja. Dengan kata lain, Khieu Samphan sadar bahwa "eliminasi" Khmer Merah -- bukan hanya "klik Pol Pot" dari Khmer Merah -- menjadi unsur serius dari pendekatan Soviet-RRC dan reda ketegangan RRC-Vietnam. Dari 26 Juli hingga 28 luli 1988 pagi, Khieu Samphan tertolong oleh adanya rangkaian pernyataan yang dikeluarkan oleh unsur-unsur Khmer lainnya, Vietnam Singapura, dan Muangthai. Karena itulah ia mulai menerima instruksi dari atasannya di Beijing agar rumus penyelesaian Kamboja "harus menyertakan 'semua unsur' Khmer". Dengan kata lain, "perwakilan RRC" harus tetap bertahan dalam merumuskan penyelesaian terakhir bagi Kamboja. Segi lain yang membingungkan peserta maupun pengamat JIM ialah pernyataan Pangeran Sihanouk di depan semua unsur Khmer yang datang menghadapnya 27 Juli di Wisma Negara. Pernyataan dan penegasannya bahwa "semua unsur Khmer" harus disertakan secara adil dan merata dalam dewan rujukan nasional agak bertentangan dengan nada yang diajukan Ali Alatas dan Nguyen Co Thach, bahwa "Khmer Merah tidak boleh berkuasa kembali". Bagaimanapun, Pangeran Sihanouk akhirnya sudah siap dengan pernyataannya sendiri yang disiapkannya sejak tiba 23 Juli. Ia ingin "merangkul semua unsur Khmer" dalam suatu pemerintahan rujukan nasional di bawah kepemimpinannya. Sihanouk berhasil membuat keempat unsur Khmer bertemu menhadapnya sebagaimana layaknya seorang raja menerima perwira-perwira tingginya. Tetapi dari ketrangan Sihanouk 27 Juli, terungkap bahwa tiap unsur Khmer berbicara dalam gelombang yang berbeda-beda. Dari segi ini, JIM boleh dikatakan agak kurang berhasil merangkum suatu "kerangka bersama" menuju tekad untuk berunding sekitar rincian yang harus dibahas pada tahap konperensi mengenai Kamboja. JIM akhirnya membuktikan betapa besar jurang antara harapan diplomatik dan kenyataan yang berkembang di medan laga. Pada mulanya JIM dimaksudkan agar semua unsur Khmer berjumpa untuk "menentukan di antara mereka sendiri apa yang terbaik bagi rakyat Kamboja", tapi kenyataan membuktikan betapa tidak realistisnya pernyataan umum seperti itu. Tali-temali sekalian unsur pokok dari masalah Kamboja tidak memungkinkan "bangsa Khmer mengatasi persoalan Kamboja atas dasar kemauan rakyat Kamboja sendiri". Ambil, misalnya, masalah penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja. Semua pihak yang bertikai dan yang berkepentingan berbeda pendapat tentang "jadwal" maupun "jumlah" penarikan pasukan Vietnam. "Jadwal" penting karena menentukan perimbangan kekuatan militer yang hadir di negeri Kamboja pada saat pemerintahan atau dewan rujukan nasional dibentuk. Demikian pula "jumlah" pasukan yang dltark sewaktu-waktu (tetapi terutama pada saat pasukan Vietnam terakhir keluar dari Kamboja) amat menentukan bagi berhasil tidaknya tentara Khmer Merah kembali membabi buta di kalangan rakyat Kamboja. Hun Sen mengemukakan bahwa pihaknya dan Vietnam telah mengumumkan secara sepihak jadwal penarikan pasukan Vietnam secara terinci dan tegas. Masalahnya ialah apakah jadwal penarikan itu dapat dipercepat ataukah tidak -- dari akhir 1990 menjadi paling lambat akhir 1989. Dalam hal pembentukan dewan rujukan nasional yang terdiri atas semua unsur Khmer, Hun Sen dengan jelas menyatakan ia bisa menerima Khmer Merah sebagai "organisasi politik". Tetapi ia tegas menolak "kekuatan bersenjata" Khmer Merah karena "mereka adalah alat yang akan mengembalikan regim Pol Pot". Pada akhirnya, sorotan terpenting diarahkan pada perumusan tentang Khmer Merah dalam hari depan Kamboja. Khmer Merah adalah benang merah yang mewarnai semua persoalan inti Kamboja dalam hampir 10 tahun terakhir ini. Bagi rakyat Kamboja dan bagi dunia internasional, unsur Khmer Merah apa pun dan dalam kadar organisasi yang bagaimanapun, tetap merupakan lambang dari pembantaian 1 1/2 juta rakyat Kamboja sepuluh tahun yang lalu. Bagi Vietnam, Khmer Merah -- terutama rezim Pol Pot -- adalah lambang permusuhan historis-etnis Vietnam-Khmer. Lagi pula, Khmer Merah adalah lambang kehadiran RRC dalam masalah-masalah keamanan Vietnam di seluruh Jazirah Indocina. Akhirnya, Khmer Merah adalah indikator persaingan segi tiga RRC-Vietnam-Soviet sekitar bentuk dan isi pemerintah Kamboja yang "bebas, netral, dan nonblok". Maka, benarlah ucapan Hun Sen menjelang akhir JIM, bahwa bila pemerintahnya dan pemerintah Vietnam telah mengumumkan jadwal pasti penarikan pasukan Vietnam keluar dari Kamboja, kini tiba saatnya RRC (dan ASEAN) menetapkan secara pasti penghentian bantuan apa pun terhadap Khmer Merah. JIM berakhir dengan harapan yang tersirat dalam ucapan Sihanouk agar ada JIM kedua pada Desember 1988. Beberapa kelompok kerja telah disusun guna membahas masalah-masalah politik, ekonomi militer, serta pengawasan internasional yang berkait langsung dengan penyelesaian masalah Kamboja. Tapi kalau hasil-hasil JIM boleh dipakai sebagai ukuran, pelajaran penting yang bisa dipetik ialah bahwa format JIM terbatas sebagai barometer hubungan Soviet-RRC dan hubungan Vietnam-RRC yang sedang berjalan. Hasil-hasil JIM 25-28 Juli 1988 membuktikan, jalan ke arah rujuk yang berarti antara RRC-Soviet dan RRC-Vietnam masih cukup jauh. Hasil-hasil itu juga membuktikan "momentum baru" ke arah konperensi internasional tentang Kamboja yang mehbatkan semua pihak yang berkepentingan agaknya belum dapat diciptakan. Untuk sementara -- sebelum (ataupun kalau ada) JIM kedua -- perhatian kita terpaksa diarahkan pada pertemuan RRC-Soviet khusus tentang Kamboja, yang dirancang akhir Agustus 1988 ini. Dari situlah mungkin diharapkan hasil yang belum sempat dicapai dalam JIM yang baru lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus