ADA dua bintang berkunjung ke kantor kami, pekan lalu. Yang pertama, "bintang" TVRI. Yang kedua bintang film sungguhan. Bintang pertama adalah wajah "terlaris" selama Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Maret lalu. Ketika itu, hampir tak ada hari tanpa wajahnya di layar TVRI. Sekarang, walau tak sesering lima bulan lalu, tampangnya sih suka muncul di TVRI, terutama dalam acara-acara Pemuda dan olah raga. Sedangkan bintang kedua, sekalipun pernah meraih Oscar, penghargaan tertinggi dalam dunia perfilman Amerika, wajahnya baru sekali muncul di layar bioskop kita. Tamu kami pertama, yang berkunjung ke kantor TEMPO, Rabu siang, Menteri Negara Pemuda dan Olah Ragak Akbar Tanjung. Tamu kami kedua, yang datang selang sehari kemudian, Haing S. Ngor, pemeran tokoh Wartawan Dith Pran dalam film The Killing Fields, yang berkisah tentang kekejaman rezim Khmer Merah di Kamboja pada pertengahan 1970-an. Akbar bukan menteri pertama berkunng ke kantor kami. Pejabat tinggi pertama melongok "dapur" TEMPO adalah Ginandjar Kartasasmita -- yang berkunjung tahun lalu ketika menjabat menteri UP3DN. Tapi kedatangan Akbar, 42 tahun, bagi kami lebih terasa sebagai kunjungan seorang teman ketimbang kunjungan seorang pejabat. Bukankah Akbar sebelum menjadi menteri juga "orang" pers? Ia adalah bekas pemimpin redaksi harian Pelita. Bagi sebagian rekan lagi, Akbar adalah teman seangkatan ketika di Universitas Indonesia maupun di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sekalipun kami jarang mewawancarai Akbar, kecuali dalam Sidang Umum MPR lalu, atau menulis tentang dirinya, ternyata ia tak berubah terhadap teman. Ia tetap hangat seperti dulu -- ketika kami masih berkantor di Pusat Perdagangan Senen, Akbar, yang waktu itu menjabat Ketua Umum KNPI, juga pernah menjadi tamu kami. Kehangatan itu pula yang membuat kami tak sungkan-sungkan menanyakan macam-macam soal kepada Akbar -- mulai dari Kupon Sumbangan Olah Raga Berhadiah (KSOB) sampai musyawarah Golkar. Pertemuan kami dengan Akbar, yang siang itu didampingi oleh Asisten Menteri M.F. Siregar dan Achmaddani G Martha, berakhir tanpa terasa bahwa kami telah dua jamngobrol berbagai soal. Waktu memang terasa berjalan cepat bila berbincang-bincang dengan teman. Dengan tamu kami yang kedua, Haing S Ngor, kami lebih banyak menggali sikapnya mengenai pemberontak maupun penguasa Kamboja sekarang. Ia adalah saksi sejarah kekejaman rezim Khmer Merah di bawah Pol Pot. Ia tak hanya disiksa sebagaimana diperankannya dalam film The Killing Fields, tapi juga harus kehilangan orangtua, istri, serta sejumlah sanak famili. Sebagian dari penderitaan Ngor itu, yang dituangkannya dalam buku Haing Ngor. A Cambodian Odyssey, kami petik untuk menyertai Laporan Utama minggu ini. Sebagian penderitaannya, seperti makan kadal, kecoak, dan tikus, baik sewaktu di tahanan Khmer Merah maupun dalam pelariannya menuju tanah merdeka, Muangthai, dan selanjutnya terbang ke Amerika, kami muat dalam rubrik Pokok -- Tokoh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini