Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lelaki berjanggut putih itu tersenyum di atas balkon rumah di sebuah desa di Suriah. Dalam video yang diunggah ke Internet dua pekan lalu itu, Abu Basir al-Tartusi, nama lelaki tersebut, tampak sedang berdiri dikelilingi puluhan pemuda. Sebagian pemuda mengacungkan senapan Kalashnikov, sebagian lagi mengangkat lencana kelompok itu, Ansar al-Sham. Video itu direkam di dekat Latakia di Suriah timur.
Sebelum kepergok berada di Suriah, Al-Tartusi, yang bernama asli Abdal Munem Mustafa Halima, dilaporkan pernah membuka kelas di Institut Al-Ansar di Poplar, London timur, beberapa bulan lalu. Ia punya situs sendiri, dan khotbah-khotbahnya tersebar di ranah maya.
Ketika pada Kamis dua pekan lalu Tempo menelusuri alamat Institut Al-Ansar di Jalan Poplar 260, London—seperti tertera dalam situs lembaga itu—ternyata tempat itu kantor Madrasah Hidayyah Trust. Seorang lelaki bertampang Timur Tengah di meja resepsionis menyangkal keberadaan Institut Al-Ansar di Hidayyah Trust.
Namun lelaki yang tak mau menyebutkan namanya itu mengakui bisa saja Institut Al-Ansar mengadakan kelas atau seminar beberapa bulan lalu, terutama pada Ramadan. Ketika Tempo menyinggung jawabannya yang tidak konsisten, ia buru-buru kembali membantah tak mengetahui keberadaan Institut Al-Ansar.
Jalan Poplar dikenal sebagai kawasan permukiman warga muslim London. Beberapa masjid berdiri di lingkungan itu. Salah satunya Poplar Central Mosque. Sejumlah toko dan restoran makanan halal juga ada di sana. Menurut Aditya Pradana, warga Indonesia yang sering berinteraksi dengan komunitas muslim London, muslim yang tinggal di Poplar sebagian besar berasal dari Pakistan, Bangladesh, dan negara Timur Tengah lainnya, seperti Irak, Iran, dan Suriah. Aditya sudah tinggal di London sekitar 10 tahun, sejak kuliah hingga bekerja, sehingga dia kenal dengan komunitas muslim di sana.
Menurut informasi di situsnya, Hidayyah Trust adalah madrasah yang memberi pelajaran membaca Al-Quran, pendidikan Islam, serta pelatihan membaca dan menulis bahasa Arab untuk usia 5-16 tahun. Lelaki dan perempuan belajar di kelas terpisah. Kelas berlangsung setiap hari, kecuali Jumat. Gurunya berasal dari institusi pendidikan Islam terpandang di Arab Saudi, Mesir, dan Suriah.
Al-Tartusi tidak tumbuh di lingkungan ini. Ia melarikan diri dari rezim Hafez al-Assad—ayah Bashir al-Assad, Presiden Suriah sekarang—ketika pecah pemberontakan di Suriah pada 1980-an. "Basir adalah teolog jihad terkemuka setara dengan Abu Qatada," ujar Usamah Hasan dari Quilliam, tangki pemikiran (think tank) yang berbasis di London.
Abu Qatada yang dia maksud adalah pemimpin jaringan Salafi di Yordania, yang dilarang pemerintah. Ia dituduh menjadi otak rencana serangan 11 September jilid kedua yang terbongkar dua pekan lalu. Ia merencanakan sejumlah aksi bom bunuh diri di tempat-tempat vital di Amman, seperti hotel wisatawan, pusat belanja, serta Kedutaan Inggris dan Amerika Serikat.
Menurut Hasan, Suriah kini menjadi tujuan nomor wahid bagi kaum mujahid, dan tak seorang pun mengetahui siapa yang merekrut mereka. "Tapi perekrutnya sangat mungkin Basir," katanya.
Aaron Zelin dari Washington Institute of Near East Policy, yang memantau kelompok-kelompok radikal di Suriah, mengatakan Al-Tartusi selama ini digambarkan sebagai "emir" sebuah brigade. Namun ia baru mendengar nama kelompok Ansar al-Sham.
Video pertama Al-Tartusi dari Suriah muncul dalam tautan dari sebuah forum radikal ke YouTube pada Mei lalu. Rekaman gambar itu diberi label: "Syekh Abu Basir al-Tartusi dalam Jihad di Suriah!"
Rekaman gambar itu memperlihatkan Al-Tartusi berada di tengah lingkaran, menggenggam tongkat di antara sekelompok pemuda, yang salah satunya menenteng sepucuk Kalashnikov.
Dalam video dan foto-foto yang beredar kemudian memperlihatkan Al-Tartusi sedang mengacungkan senjata bikinan Rusia itu. Video lainnya menampilkan kematian kemenakan laki-lakinya dalam sebuah pertempuran.
Ia mengunggah gambar-gambar itu ke akun Facebook berbahasa Arab, yang ia beri judul "Oposisi Islam terhadap Rezim di Suriah". Terakhir kali ia mengunggah foto pada Jumat dua pekan lalu.
Keputusan Al-Tartusi bertempur di Suriah mendapat dukungan dari kaum fundamentalis Inggris. Salah seorang anggota forum di Internet memuji petualangannya itu dan membandingkan dia dengan Anwar al-Awlaki, tokoh Al-Qaidah yang terbunuh di Yaman tahun lalu. "Kehadiran Abu Basir di Suriah meningkatkan penghormatan kepadanya lebih dari seratus kali lipat," tulis salah seorang anggota forum.
Al-Tartusi menjadi tokoh kunci gerakan jihad sejak akhir 1990-an. Sementara menyokong kelompok Islamis di Afganistan dan Irak serta mengadvokasi pendirian negara Islam dengan kekuatan pasukan, ia ternyata percaya pada perjanjian keamanan antara muslim dan nonmuslim di Barat dan menentang aksi bom bunuh diri.
Ia juga mengkritik Jabhat al-Nusra, kelompok Islamis pesaingnya yang beraliansi ke Al-Qaidah, karena gagal bekerja sama dengan Tentara Pembebasan Suriah yang lebih sekuler. Kritiknya itu menyulut pertengkaran dengan mubalig jihad terkemuka lainnya, Abu Mundhir al-Shanqiti.
Militer Suriah memperkirakan lebih dari 50 pemuda, yang sebagian besar berasal dari Inggris, masuk ke negara itu untuk bergabung dengan kelompok Al-Tartusi. Suriah khawatir konflik brutal di negara itu akan menjadi "Afganistan baru", yang menyedot minat para pemuda berjihad dan kembali ke negaranya sebagai orang radikal.
Kiprah para pemuda muslim Inggris di Suriah itu menggusarkan pemerintah Inggris. Juru bicara Scotland Yard menyatakan pihaknya akan menuntut siapa pun yang bepergian ke luar negeri untuk mendukung kegiatan terorisme. Polisi menyadari ada kelompok ekstremis yang menyasar anak muda. "Kami bekerja sama dengan masyarakat untuk menangani masalah ini," ujarnya.
Dua pekan lalu, Shajul Islam, 26 tahun, dituduh menculik dan mencederai dua fotografer di Suriah, yakni John Cantlie asal Inggris dan wartawan Belanda, Jeroen Oerlemans, pada Juli lalu. Dokter junior berdarah Bangladesh ini mengaku sebagai anggota kelompok asal Inggris beranggotakan 15 orang.
Shajul Islam, yang berasal dari Stratford, London timur, adalah ahli biokimia yang dilatih menjadi dokter di Rumah Sakit St Bartolomeus dan Universitas London. Ia ditangkap di Bandara Heathrow, London, dan didakwa terlibat kegiatan terorisme.
Seorang pejabat intelijen Inggris menyatakan jumlah pemuda asal Inggris yang terlibat perang di Suriah masih sedikit, tapi terus bertambah. "Ada kekhawatiran tentang siapa yang mereka temui di sana dan ilmu yang akan mereka bawa pulang," ujar sumber itu.
Kali ini Scotland Yard lebih khawatir terhadap eksodusnya banyak pemuda ke Suriah ketimbang ketika orang-orang Inggris ikut berperang menjatuhkan rezim Muammar Qadhafi di Libya tahun lalu. Kala itu polisi tak terlalu khawatir terhadap pejuang Libya karena, selain mayoritas pelarian Libya, mereka berperang bukan dengan alasan jihad, melainkan patriotisme.
Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok pemberontak asing bermunculan di Suriah, terutama di bagian barat daya negara itu. Mereka berperang bukan untuk menegakkan demokrasi, melainkan memerangi kelompok minoritas Alawi, yang mendukung rezim Bashar al-Assad.
Di Bab al-Hawa, misalnya, yang berbatasan dengan Turki dan dikuasai Tentara Pembebasan Suriah, lusinan mujahid impor menyeberang dari sejumlah negara di Jazirah Arab, seperti Aljazair, Maroko, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Libya, dan Tunisia. Bahkan ada pula yang datang dari Chechnya dan Somalia.
Seorang pemberontak yang mengaku bernama Abu Ammar mengatakan ia memimpin 1.200 orang. Ia mengungkapkan perjuangannya murni gerakan rakyat menentang rezim dan tak disokong kaum mujahid. "Kami tidak akan membiarkan Al-Qaidah mengakar di sini. Kami akan membunuhnya bila mereka mencobanya. Revolusi ini milik rakyat Suriah," ujar Ammar, seperti dikutip Al Arabiya.
Sapto Yunus (Telegraph, Daily Mail, Al Arabiya), Vishnu Juwono (London)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo