PRIESIDEN Israel Chaim Herzog sudah lama kembali ke negerinya. Tapi gema dan heboh akibat lawatannya ke Singapura 1-20 November lalu, belum juga reda. Gaung paling lama justru terjadi di Malaysia, sesama anggota ASEAN yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel (seperti pula Brunei Darussalam dan Indonesia). Begitu jauh dan luas dampak kunjungan itu, sampai-sampai ketua Partai Sosialis Rakyat Malaysia Abdul Razak Ahmad mengkhawatirkan kemungkinan suatu waktu Singapura akan menyerang Malaysia, mirip agresi Israel terhadap negara-negara Arab. "Malaysia seharusnya berhati-hati karena tindakan Singapura memang amat mencurigakan," katanya. Tidak hanya itu. Secara tidak langsung, seorang anggota parlemen dari Barisan Nasional menyarankan agar tarif air yang disedot Singapura dari Negara Bagian Johor dinaikkan. Lebih ekstrem adalah adanya suara untuk menyetop arus air ke Singapura yang mencapai 340 juta galon setiap hari. Reaksi-reaksi bernada emosional ini tak mungkin muncul tanpa didahului heboh kunjungan Herzog itu. Menjadi pertanyaan sekarang, mengapa suara sumbang dari negeri seberang jembatan ini masih terdengar keras hingga ke pelosok-pelosok kawasan perbelanjaan Orchard Road, Singapura. Adakah ancamanan-ancaman tersebut akan terwujud kelak? Tentu saja, semua pihak menginginkan tidak. Toh sekiranya kenyataan tersebut terjadi, bukan cuma Singapura dan Kuala Lumpur yang harus menanggung akibatnya. Silang sengketa itu saja telah menimbulkan dampak nyata: jumlah pengunjung Singapura ke Johor Baru beberapa pekan terakhir tampak surut. Begitu pula jumlah warga Malaysia yang berbelanja ke Singapura. Sejauh ini banyak pengamat menganggap, reaksi-reaksi tadi lebih banyak sebagai perwujudan sikap kesal mereka terhadap rezim Lee Kuan Yew yang mau menerima kehadiran simbol kaum Zionis, tanpa memperhitungkan perasaan negara tetangganya. Tampaknya, ada dimensi lain di balik riuhnya suara-suara protes dari Semenanjung. Bagi mereka, inilah kesempatan bagi UMNO mempertunjukkan betapa besar perhatian mereka terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan umat Islam. Sebagai partai yang menganggap dirinya pewaris hak-hak istimewa kaum Melayu-Malaysia, mereka harus setia menjaga tali hubungan mereka dengan para pendukungnya -- yang oleh sebagian dianggap sudah mulai rapuh. Kehadiran partai oposisi PAS, yang sekaligus mengibarkan bendera fundamentalis, merupakan penghalang besar bagi UMNO. Agar momentum kunjungan Herzog ini tidak "dimakan" PAS, UMNO perlu juga memanfaatkannya, misalnya lewat kecaman atau demonstrasi ke arah Singapura. Memang harus diakui, kepemimpinan PM Lee Kuan Yewlah yang telah menjadikan Singapura sebuah mata dagangan internasional yang cukup kompetitif di dunia penanaman modal. Di sinilah sebenarnya politik luar negeri Singapura bertumpu. Hal ini sebenarnya sangat didukung oleh sikapnya yang sangat antikomunis, dan terkadang konservatif terhadap gagasan-gagasan pembaruan. Kunjungan Herzog ini jelas merupakan perwujudan sikap tadi. Kendati demikian, tampak bahwa Singapura cukup menahan diri dari kecaman-kecaman seberang Selat. Tentu saja, ada ledakan ucapan kekesalan, misalnya dari Menteri S. Rajaratnam. "Tindakan Singapura mana yang dianggap salah? Sekalipun Singapura harus kehilangan tetangganya, saya mengimbau pada generasi muda Singapura agar maju terus, dengan penuh percaya diri." Namun, harian The Straits Times, dalam edisi Sabtu lalu, memuat surat-surat pembaca yang merasa tersinggung oleh aksi saudara-saudara serumpun mereka. Rasa tersinggung itu bisa dimengerti, tapi sikap menahan diri agaknya memang paling bijaksana, khususnya bagi suatu negara pulau yang diimpit negara-negara tetangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini