Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Nafsu besar biaya kurang

Sebelas pemimpin persemakmuran sepakat membentuk pasukan sendiri-sendiri. ukraina ngotot tak mau didekte republik rusia. ironisnya, mereka tak punya dana cukup untuk membiayai kebutuhan militer.

11 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"TENTARA Tak Bisa Dipotong Hidup-Hidup." Itulah judul berita utama harian resmi tentara Soviet Krasnaya Zvezda (Bintang Merah). Artikel panjang yang diturunkan pekan lalu itu memperingatkan bahwa militer tak dapat diubah dan dipisahpisahkan seenaknya. Tulisan itu mau tak mau menyiratkan keprihatinan kelompok militer bekas Uni Soviet yang terpecah belah akibat kesepakatan yang dicapai di Minsk, Senin pekan lalu. Dalam pertemuan selama lima jam hari itu, kesebelas pemimpin negara anggota Persemakmuran sepakat membentuk angkatan bersenjatanya sendiri-sendiri. Kesepakatan itu tercapai setelah kesebelas pemimpin Persemakmuran tak setuju dengan adanya kerja sama komando militer konvensional. Lima negara di antaranya ngotot untuk membentuk angkatan bersenjatanya sendiri dengan alasan yang berbeda. Ukraina merupakan negara pertama yang tak bersedia melakukan kerja sama militer apa pun dengan negara-negara lain dalam Persemakmuran. Alasannya, negara ini tak mau didikte oleh Republik Rusia yang terlalu dominan itu. Dengan kesepakatan yang baru itu, Ukraina dapat dengan leluasa mengendalikan 300.000 anggota tentaranya yang terbagi dalam 20 divisi pasukan artileri dan tank, serta satu divisi pasukan pengawal pantai yang berpusat di Kota Svastopol. Selain itu, Ukraina, yang wilayahnya mencakup lebih dari dua pertiga kawasan pantai utara Laut Hitam, memiliki sejumlah armada kapal perang yang berlokasi di empat pangkalan di sekitar Kota Svastopol. Sebuah galangan kapal di Kota Nikolayev kini sedang sibuk membangun dua kapal induk. Sementara itu, untuk mengawal wilayah udaranya, Ukraina memiliki 230 pesawat tempur penyergap dan 620 pesawat pemburu. Adapun Moldovia dan Azerbaijan mempunyai alasan lain. Kedua negara ini menuntut pembentukan angkatan bersenjatanya untuk memecahkan masalah etnis yang kini meningkat menjadi bentrokan senjata. Lain dengan Moldovia yang hanya mempunyai satu divisi pasukan lapis baja berkekuatan 16.000 personel, Azerbaijan memiliki empat divisi serupa yang beranggotakan 60.000 personel. Wilayah udaranya dijaga oleh 30 pesawat penyergap, dan 100 pemburu, plus sebuah pangkalan AL di Kota Baku, yang terletak di tepi Laut Kaspia. Ironisnya, kesebelas republik itu kini tak mempunyai cukup dana untuk membiayai kebutuhan militernya masing-masing. Bayangkan, tahun ini pihak militer meminta total dana sebesar 105 milyar rubel atau sekitar US$ 1 milyar - bila dihitung dengan tingkat inflasi mencapai lima kali lipat - untuk mengongkosi keperluan dan pemeliharaan perlengkapan militer dan personelnya. Belum jelas apa yang akan dilakukan oleh pemerintah masing-masing. Kemungkinan besar rasionalisasi. Ukraina, misalnya, sudah merencanakan mengurangi personel tentaranya sampai 100.000 saja, dan akan mengembalikan kelebihannya ke Rusia. Itu jelas akan menjadi beban Pemerintah Rusia, yang sudah memikul tanggung jawab kehidupan sekitar 1 juta tentaranya, plus pemeliharaan sekitar 10.000 pesawat tempur dan 160 pesawat pengebom serta 90.000 peralatan perang lainnya. Sementara itu, kehidupan para anggota militer itu sendiri tak bisa dibilang makmur. Para tamtama dan prajurit terpaksa tinggal di asrama militer secara berkelompok, dengan ransum makanan yang murah dan uang saku yang kecil. Bahkan banyak perwira yang terpaksa menempati perumahan dengan sarana yang kurang pantas: air kurang, listrik terbatas, dan ruang yang sempit. Dalam menghadapi krisis pangan yang berkepanjangan ini, tak heran bila banyak orang berpendapat, pihak militer bisa melakukan kudeta. Kemungkinan itu langsung dibantah oleh Presiden Yeltsin. Dalam sebuah wawancaranya dengan majalah Time, ia menyangkal kemungkinan itu. "Paling tidak, tak satu pun di antara para jenderal yang berniat melakukan tindakan subersif," katanya yakin. Dengan kata lain, Yeltsin harus memenuhi janjinya untuk menaikkan gaji tentara 90%. Karena itu, beberapa sumber memperkirakan, Yeltsin dan para pemimpin republik sedang berpikir keras untuk menghimpun dana bagi keperluan tersebut. Tambahan ini bisa diperoleh dengan mengurangi anggaran belanja persenjataan atau mengurangi pendanaan perusahaan-perusahaan industri militer. Menurut pembantu TEMPO di Moskow, Denis Petrogradski, yang dicemaskan masyarakat sipil kini memang bukan kudeta militer, tapi bila personel militer yang punya senjata itu lalu mata gelap, misalnya merampok. Dalam masa transisi ke pasar bebas, dengan langkanya barang dan membubungnya harga-harga, kemungkinan itu sangat besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus