Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NARGES Mohammadi, aktivis hak asasi perempuan Iran, meraih Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini. Komite Nobel Norwegia menyatakan perempuan 51 tahun itu diberi penghargaan atas “perjuangannya melawan penindasan terhadap kaum perempuan di Iran dan perjuangannya untuk mempromosikan hak-hak dan kebebasan bagi semua”. “Perjuangannya yang berani menimbulkan kerugian pribadi yang sangat besar. Secara keseluruhan, rezim telah menangkapnya sebanyak 13 kali, menghukumnya 5 kali, dan menjatuhkan hukuman total 31 tahun penjara dan 154 kali cambukan. Mohammadi masih di penjara saat saya berbicara,” kata Berit Reiss-Andersen, Ketua Komite Nobel Norwegia, di Oslo, Jumat, 6 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kana'ani, mengecam langkah “penuh kebencian dan bermotif politik” Komite Nobel itu yang dinilainya sejalan dengan “kebijakan intervensionis dan anti-Iran di beberapa negara Eropa”. Penilaian itu mengindikasikan, “Pendekatan beberapa pemerintah Eropa untuk memalsukan informasi dan menghasilkan narasi yang membingungkan dan menyimpang tentang perkembangan internal di Iran,” ujarnya seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir tiga dekade Narges Mohammadi memperjuangkan hak-hak perempuan di negerinya. Dia memulai kiprahnya sebagai jurnalis di mingguan Payam Hajar pada 1996 dan bergabung dengan Pusat Pembela Hak Asasi Manusia. Dia kini menjabat Wakil Presiden Pusat Pembela Hak Asasi Manusia dan memimpin Komite Perempuan di lembaga itu. Dia juga anggota pendiri Dewan Perdamaian Nasional dan menjadi Kepala Dewan Eksekutif sejak 2018.
Mohammadi adalah penentang hukuman mati dan aktif dalam Legam, kampanye penghapusan hukuman mati di sana. Dia juga menentang kurungan isolasi dan mengumpulkan banyak kesaksian langsung mengenai pelecehan seksual terhadap tahanan perempuan di penjara.
Pada 2018, Mohammadi menjadi satu di antara 15 aktivis yang menyatakan Republik Islam Iran “tidak dapat direformasi” dan menyerukan referendum yang diawasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memfasilitasi transisi damai ke demokrasi parlementer. Pada 2022, dia juga mendukung gerakan menentang wajib hijab di Iran melalui catatannya di akun Instagram-nya. Gerakan itu dipicu kematian Mahsa Amini, perempuan Kurdi yang meninggal di tahanan polisi setelah ditangkap karena memakai hijab secara tidak benar.
Australia
Pemerintah Ganti Rugi Pemenjaraan Anak Indonesia
PEMERINTAH Australia setuju memberikan ganti rugi senilai lebih dari A$ 27 juta atau hampir Rp 270 miliar kepada lebih dari 120 orang Indonesia yang dipenjara saat masih di bawah umur dan dalam beberapa kasus didakwa sebagai penyelundup manusia. Pada saat ditahan, bahkan ada yang baru berusia 12 tahun. “Cukup adil untuk mengatakan kami senang mendapatkan hasil ini.... Ini sudah direncanakan selama 10 tahun,” ucap Sam Tierney, salah satu pengacara penggugat, kepada BBC pada Jumat, 6 Oktober lalu.
Hasil gugatan perwakilan kelompok ini adalah kasus terbaru dari serangkaian kasus yang berhubungan dengan kebijakan pencari suaka pemerintah Australia. Kebanyakan penggugat ditahan di Pulau Christmas atau Darwin pada 2009-2012 setelah tiba di negeri itu dengan kapal penyelundup manusia. Mereka mengaku dibujuk naik ke kapal ketika masih anak-anak dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi tanpa mengetahui tujuan mereka atau kapal itu akan digunakan untuk menyelundupkan manusia.
Berdasarkan hukum Australia, setiap awak kapal yang masih anak-anak harus dipulangkan ke negara asal. Namun pihak berwenang mengandalkan analisis roentgen pergelangan tangan, yang sekarang sudah didiskreditkan karena tidak valid, untuk menentukan usia anak-anak tersebut dan memenjarakan siapa pun yang mereka anggap berusia di atas 18 tahun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Aktivis Perempuan Iran Raih Nobel Perdamaian"