MENGENAKAN gaun biru tua, dan baju jas warna cerah dengan kembang-kembang merah jambu, Presiden Cory Aquino dengan senyum cerah menyalami satu per satu pengantarnya. Di antara mereka tampak juga Jenderal Ramos dalam seragam putihnya, serta Menhan Enrile dalam pakaian tagalog. Senin lalu itu ia meninggalkan Manila menuju Tokyo untuk kunjungan selama empat hari. Di wajahnya memang tak tampak bayangan kecemasan akibat desas-desus kudeta yang menggoyang Manila selama sepekan terakhir. Toh diakuinya, isu kudeta itu cukup mempersulit tugasnya. "Kredibilitas Filipina sebagai suatu negara dengan masa depan, suatu negara yang aman bagi penanam modal, kini agak menurun," katanya sebelum berangkat. Lalu ditambahkannya dengan yakin, "Semua itu telah terjadi. Buat kita yang serius bekerja untuk negara dan bangsa, sekaranglah saatnya untuk memperbaiki itu." Mungkin Cory bisa tidak cemas lagi terhadap desas-desus kudeta, tapi jelas ia patut cemas terhadap situasi ekonomi Filipina saat ini. Beban ekonomi negara ini memang bukan main. Utang luar negerinya berjumlah sekitar US$ 26 milyar. Angka pengangguran mencapai sekitar 30% dan pertumbuhan ekonominya selama tiga tahun terakhir ini di bawah nol. Di samping mengusahakan pinjaman baru, pemerintah Filipina kini juga berusaha menunda kembali pembayaran utangnya khususnya US$ 3,6 milyar yang jatuh tempo antara Januari 1987 dan Desember 1991. Senin pekan ini, perundingan antara pemerintah dan kelompok bank di New York untuk membicarakan ini berakhir tanpa hasil. Citibank, yang telah meminjamkan US$ 1,6 milyar -- jumlah terbesar yang dipinjamkan bank asing buat Filipina menolak usul Manila agar mau menurunkan suku bunganya. Belum jelas berapa tingkat suku bunga yang diminta Filipina, walau ada dugaan Manila meminta keringanan seperti yang diperoleh Meksiko, atau bahkan lebih rendah. Seorang bankir New York mengungkapkan pada Reuter, "Citibank khawatir, bila mereka menyetujui bunga yang rendah, negara-negara lain seperti Brasil, Peru, dan Cili akan menuntut hal yang sama." Tapi kegagalan perundingan akhir pekan lalu itu belum berarti jalan buntu. Kabarnya, perundingan akan diteruskan seusai kunjungan Cory ke Jepang. Manila sendiri tampaknya sangat mengharapkan bantuan Jepang. Secara resmi pemerintah Filipina meminta bantuan dana yang sangat besar: 260 milyar yen atau 1,625 milyar dolar -- suatu jumlah yang bahkan mengagetkan pemerintah Jepang. "Kredit luar negeri kami seluruhnya sekitar 330 milyar yen setahun. Bagaimana mungkin kami memberikan hampir semuanya itu hanya untuk Filipina?" kata seorang pejabat Deplu Jepang kepada TEMPO. Cory -- yang membawa seekor anjing laut betina sebagai oleh-oleh buat pemerintah Jepang -- jelas tidak akan memperoleh jumlah yang diminta. PM Nakasone, dalam pertemuannya dengan Cory Senin sore silam, telah menjanjikan kredit istimewa 40 milyar yen atau US$ 247,8 juta yang akan dipergunakan bagi pembangunan suatu proyek pembangkit tenaga listrik batu bara di Provinsi Batangas, selatan Manila. Kabarnya, ini bagian dari kredit 90 milyar yen akan dijanjikan pemerintah Jepang. Cory -- yang Rabu lalu memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Waseda -- memanfaatkan kunjungannya untuk kembali menegaskan pendiriannya. "Kepresidenan saya adalah sokoguru rumah baru yang sedang kami bangun untuk demokrasi di negara kami," ujarnya dalam suatu pidato jamuan makan siang Selasa lalu. "Karena itu, perlu saya tegaskan, tidak ada tempat di Filipina baru ini buat mereka yang tidak mau menerima cara-cara demokratis. Meski saya ingin menyelesaikan masalah gerilya komunis tanpa pertumpahan darah, saya tidak akan memberikan toleransi terhadap caracara yang nondemokratis dari pihak mana pun." Kepada siapa ucapan itu ditujukan? Pihak militer atau pihak komunis? Tampaknya, ucapan itu ditujukan pada keduanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini