PANGERAN Norodom Sihanouk selama ini hampir dilupakan orang.
Terutama sejak ia mengumumkan pengunduran diri dari gelanggang
politik, Juli tahun lalu. Tapi seperti seorang 'patriot',
Sihanouk rupanya tidak bisa berpangku tangan melihat
perkembangan di Kampuchea yang semakin tidak menentu. Dari
tempat pengasingannya di Pyongyang, Korea Utara, bekas Kepala
Negara Kampuchea itu mengumumkan kesediaannya memimpin
perjuangan melawan Vietnam. Dan ia siap untuk bekerja sama
dengan gerilya Khmer Merah.
Meskipun bukan hal baru -- yaitu kesediaannya memimpin
perjuangan melawan Vietnam -- alternatif yang ditawarkan
Sihanouk ini memang agak mengejutkan. Karena dulu ia secara
tegas menolak untuk bekerja sama dengan rezim (Khmer Merah) Pol
Pot yang terguling.
Beda Pendapat
Kesediaan Sihanouk sekali ini, tentu saja, tak bisa dilepaskan
dari adanya perubahan sikap Beijing dalam usaha menyelesaikan
masalah Kampuchea. Dalam kunjungan ke Muangthai, akhir Januari
lalu, PM RRC Zhao Ziyang mengatakan bahwa Cina sudah menunggu
Sihanouk memimpin perjuangan melawan Vietnam. Maka itu berarti
tawaran bagi Sihanouk.
Radio Pyongyang hari Minggu lalu memberitakan bahwa Khieu
Samphan, PM Demokrasi Kampuchea, telah mendukung gagasan
Sihanouk untuk membentuk front persatuan. Konon Khieu Samphan
menulis surat kepada Pangeran Sihanouk. Suratnya tiba melalui
Kedubes Demokrasi Kampuchea di Pyongyang.
Tak cuma itu. Dalam percakapan telepon dengan AFP, sang
pangeran mengatakan bahwa ia akan mengadakan pertemuan dengan
PM Khieu Samphan akhir Februari ini di Pyongyang. Di situ akan
dibicarakan lebih konkrit mengenai pembentukan front persatuan
antiVietnam. Namun Sihanouk belum melihat kemungkinan pertemuan
pertama itu akan menghasilkan sesuatu. Ia rupanya menyadari
masih banyak perbedaan pendapat antara dia dan Khieu Samphan.
"Saya tidak tergesa-gesa," katanya.
Pembukaan perundingan antara Sihanouk dan pemimpin Khmer Merah
itu akan merupakan sukses diplomatik bagi Cina, yang telah
berbulan-bulan menyerukan pembentukan front persatuan. Dan
bagaikan sudah disiapkan sebelumnya, Sihanouk muncul dengan
gagasan yang agak terperinci. Dalam kawatnya kepada AFP,
Sihanouk menyatakan bahwa ia sudah siap untuk membentuk suatu
pemerintahan koalisi dengan struktur parlementer. Bila jadi
kepala negara lagi, Sihanouk bermaksud menunjuk Khieu Samphan
menjadi perdana menteri yang diserahi tugas urusan diplomatik,
politik dan militer.
Gagasan Sihanouk ini tampaknya akan mendapat dukungan luas dari
negara Barat dan ASEAN. Apalagi posisi rezim Demokrasi
Kampuchea, yang digulingkan Heng Samrin 2 tahun yang lalu,
semakin lemah. Inggris sudah mencabut pengakuannya terhadap
rezim itu yang dulu dikenal dengan nama rezim Pol Pot. Dan
Australia pekan lalu mengikuti jejak Inggris itu, meskipun tetap
tidak mengakui rezim Heng Samrin yang didukung Vietnam.
Tak Semudah Itu
Belum ada pernyataan resmi ASEAN. Tapi suatu isyarat telah
dilontarkan Menlu Filipina Carlos Romulo dan rekannya dari
Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja. Keduanya, ketika bertemu di
Manila pekan lalu, meramalkan tidak akan ada kesulitan bagi
ASEAN untuk menerima kepemimpinan Sihanouk.
Buat ASEAN, yang selama ini mendesak agar tentara Vietnam keluar
dari Kampuchea, hampir tak ada pilihan lain kecuali memunculkan
Sihanouk. Usaha ASEAN mengadakan perundingan internasional
mengenai Kampuchea telah ditolak negara-negara Indocina. Bahkan
dalam pertemuan Non-Blok pekan lalu di New Delhi, usaha
mencantumkan secara tegas nama Vietnam dalam deklarasi -- yang
menuntut penarikan mundur semua pasukan asing dari Kampuchea --
juga tidak berhasil. Tiga anggota ASEAN -- Indonesia, Malaysia
dan Singapura -- hadir dalam sidang Non-Blok itu.
Tapi apakah dengan munculnya Sihanouk persoalan akan selesai?
Tampaknya tak semudah itu. Karena pendirian rezim Heng Samrin
tetap kukuh menolak campur tangan asing. Menlu Hun Sen dalam
suatu pidato di Phnom Penh pekan lalu mengatakan bahwa penarikan
mundur tentara Vietnam tergantung pada sikap Cina, Muangthai dan
negara lainnya yang mendukung rezim Pol Pot (kini Khieu Samphan
-- red.). Dan ia mengajukan 3 persyaratan. Pertama, AS, Cina dan
Muangthai harus menghentikan dukungannya terhadap rezim Pol Pot.
Kedua, kekuatan Pol Pot harus dihancurkan lebih dahulu. Ketiga,
terjaminnya keamanan Kampuchea.
Sementara itu ASEAN akan mengadakan pertemuan Menlu di Manila
pertengahan Juni. Menurut Menlu Carlos Romulo pertemuan itu
bertujuan menyatukan sikap ASEAN dalam menghadapi masalah
Kampuchea. Terutama akan membahas cara-cara yang akan digunakan
dalam menyokong kelompok anti-Heng Samrin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini