Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Tripoli – Pasukan pemerintah Libya menyita sejumlah rudal canggih dan drone militer milik Cina dan Amerika Serikat dari pasukan pemberontak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca juga: Perang Sipil Libya, Pasukan Jenderal Haftar Rebut Kamp Militer
Sejumlah senjata canggih ini ditemukan saat pasukan pemerintah Libya menguasai sebuah kota di selatan negara itu pada pekan lalu.
“Pasukan pemerintah Libya menguasai Kota Gharyan, yang dikuasai pasukan yang loyal terhadap Jenderal Khalifa Haftar,” begitu dilansir Reuters pada Ahad, 30 Juni 2019.
Kota Gharyan merupakan basis suplai untuk serangan pasukan Haftar ke Ibu Kota Tripoli, yang menjadi pusat pemerintahan.
Baca juga: Saudi Diduga Biayai Jenderal Haftar untuk Serang Ibu Kota Libya
Sejumlah pejabat Libya menunjukkan kepada media sejumlah senjata yang pasukan pemerintah telah sita. Salah satunya, rudal anti-tank Javelin, yang digunakan militer AS.
Mereka juga menyita rudal presisi terpandu laser buatan Cina. Pasukan pemerintah menyita drone militer dan menahan sekitar 150 orang tawanan.
Tulisan dari rudal anti-tank Javelin ini menunjukkan senjata ini awalnya digunakan oleh pasukan militer Uni Emirat Arab, yang merupakan salah satu negara pendukung Haftar.
Baca juga: Dunia Serukan Jenderal Khalifa Haftar Hentikan Perang di Libya
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan UEA dan Mesir telah mempersenjatai pasukan Tentara Nasional Libya atau LNA sejak 2014.
Seorang analis keamanan Israel, Oded Berkowitz, mengatakan ini pertama kalinya rudal anti-tank Javelin ditemukan di Libya.
“Ini merupakan senjata sangat canggih tapi tidak akan menjadi pengubah situasi di Libya,” kata Berkowitz, yang juga deputi intelijen di perusahaan konsultan MAX.
Menurut dia, perubahan peta kekuatan bisa terjadi karena senjata canggih AS diberikan kepada pihak ketiga. “Ini bisa mendorong AS melawan UEA dan dukungannya terhadap LNA,” kata dia soal konflik di Libya.