Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan hak asasi manusia PBB menyerukan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun depan memperbaiki sistem HAM regional, yang kebebasan mendasarnya dinilai masih tertindas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Tinggi HAM PBB Volker Türk mengatakan, dia melihat banyak bidang untuk kerja sama potensial dengan Indonesia. Indonesia sebagai ketua ASEAN juga diharapkan menggandeng kelompok sipil dan pembela HAM, termasuk kelompok muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka juga aktor, memiliki peran dalam mempromosikan dan memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia," kata Türk dalam pembukaan diskusi HAM regional Kemlu RI di Jakarta, Selasa, 20 Desember 2022.
Dia menambahkan, keterlibatan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), dengan sektor bisnis juga akan sangat penting dalam menggembleng konstituen khusus ini.
Indonesia menerima keketuaan ASEAN untuk 2023 pada pertengahan November lalu, setelah Kamboja menjalankan presidensi selama satu tahun. Saat penyerahan kepemimpinan di Phnom Penh, Presiden Joko Widodo mengatakan ASEAN harus menjadi kawasan yang stabil, damai, dan menjadi jangkar stabilitas dunia, di tengah masalah HAM yang paling menonjol seperti kekerasan di Myanmar.
Myanmar dilanda krisis kemanusiaan sejak junta militer pada awal tahun lalu menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Kelompok sipil memberikan perhatian secara khusus mengenai upaya penyelesaian masalah Myanmar yang tidak terlalu signifikan di bawah keketuaan Kamboja.
Kepala pemerintahan persatuan sipil Myanmar (NUG) Duwa Lashi La saat wawancara dengan Tempo menyebut bahwa Tatmadaw atau Militer Myanmar telah membunuh 2.500 orang serta menangkap dan menahan 13 ribu orang. Dia berharap selama keketuaan Indonesia di ASEAN tahun depan, situasi di Myanmar dapat berubah.
Türk dalam pidatonya tidak secara langsung menyinggung masalah Myanmar. Namun Sekjen PBB, saat KTT ASEAN mendukung pendekatan Indonesia dalam menyelesaikan krisis itu.
Selain masalah Myanmar, pengamat HAM Civicus Monitor melaporkan, secara umum kebebasan mendasar separuh negara anggota ASEAN dianggap "terepresi". Pada tahun lalu, di banyak negara ASEAN, undang-undang pemerintah dipakai untuk membatasi ruang sipil, seperti meredam perbedaan pendapat dan mengadili pembela hak asasi manusia.
Juga ditemukan di beberapa negara, tindakan berlebih terhadap aksi damai dan penggunaan taktik di luar hukum, termasuk pengawasan digital dan kampanye kotor, serta penyiksaan dan perlakuan buruk.
Di Kamboja misalnya, Civicus mendokumentasikan penangkapan sewenang-wenang terhadap puluhan aktivis, pelecehan yudisial, dan intimidasi terhadap anggota dan keluarga partai oposisi CNRP, serta pembalasan terhadap jurnalis.
Di Indonesia, pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP baru, mendapat penolakan dari mayoritas elemen sipil, juga perwakilan asing di Jakarta, termasuk dari PBB.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam dialog yang sama, menekankan perlunya penguatan institusi HAM, sebagai garda terdepan dalam melindungi hak asasi manusia.
Ia mengatakan, saat ini AICHR sedang dalam tahap penguatan untuk mengatasi masalah dan memajukan HAM di regional. Dia menyoroti pentingnya kerja sama, termasuk dengan kelompok sipil.
"Melalui kolaborasi yang lebih kuat di kawasan ini, kita dapat mengatasi kesenjangan perlindungan dengan lebih baik, mempertaruhkan kesadaran publik yang lebih besar, dan memelihara inovasi untuk memberikan hasil yang nyata," kata Retno dalam pembukaan forum bertajuk 'Regional Conversation on Human Rights (RCHR)'.
Catatan KUHP dari PBB
KUHP disahkan jadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, 6 Desember 2022. Dalam draf akhir RKUHP versi 30 November 2022, undang-undang itu terdiri atas 624 pasal dan 37 bab.
KUHP baru, yang bakal resmi berlaku 3 tahun mendatang ini mendapat perhatian khusus dari perwakilan asing di Jakarta seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan PBB. Sejumlah kekhawatiran disampaikan PBB dalam pernyataan atas KUHP sebab dianggap tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan HAM.
PBB menyebut beberapa di antara pasal yang berpotensi masalah seperti mengkriminalisasi kerja jurnalistik dan melanggar kebebasan pers. "Orang lain akan mendiskriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak-anak dan minoritas seksual, memperburuk kekerasan berbasis gender, serta kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender," kata badan dunia itu dalam pernyataan yang dirilis 8 Desember.
Pasal lainnya berisiko "melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap anggota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka".
Kementerian Luar Negeri memanggil perwakilan PBB tak lama setelah menyampaikan pandangannya tentang KUHP. Pemerintah menganggap materi itu bisa dibahas tanpa melalui media massa.
Organisasi Human Rights Watch menganggap KUHP ini berisi ketentuan yang menindas dan tidak jelas. Ketentuan ini kemudian membuka peluang untuk terjadinya pelanggaran privasi hingga penegakan hukum yang selektif oleh aparat hukum. "Anggota parlemen melecehkan lawan politik, dan pejabat memenjarakan blogger biasa," kata Andreas Harsono, peneliti senior di badan itu.
Andreas menilai situasi HAM Indonesia telah berubah drastis menjadi lebih buruk dengan KUHP ini. "Jutaan orang berpotensi dipidana di bawah undang-undang yang sangat cacat ini," kata dia.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, saat jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Senin, 12 Desember 2022, mengatakan bahwa dalam sejumlah pasal di KUHP baru, seperti penghinaan terhadap presiden atau lembaga pemerintahan yang berpotensi mengkriminalisasi sipil, tidak untuk membungkam demokrasi dan telah diatur secara ketat. Dia menegaskan pengesahannya sudah didahului dengan melibatkan kelompok sipil.