Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pelapor PBB: Senjata Militer Myanmar Sama dengan Senjata Rusia yang Digunakan di Ukraina

Pelapor PBB menyerukan sanksi dan embargo senjata terhadap Myanmar. Senjata yang digunakan junta sama dengan senjata Rusia yang digunakan di Ukraina.

27 Oktober 2022 | 13.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengatakan jenis senjata Rusia yang digunakan di Ukraina juga digunakan untuk membunuh orang-orang di Myanmar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Andrews mendesak negara-negara di PBB membentuk koalisi—seperti yang telah mereka lakukan setelah invasi Rusia ke Ukraina—untuk menekan junta militer Myanmar. Koalisi negara, kata dia, harus menargetkan militer Myanmar dengan sanksi dan embargo senjata.

“Beberapa jenis senjata yang digunakan untuk membunuh orang di Ukraina digunakan untuk membunuh orang Myanmar. Dan senjata itu berasal dari sumber yang sama—senjata itu berasal dari Rusia,” kata Andrews kepada wartawan di New York, Rabu, 26 Oktober 2022.

Ia mengatakan masyarakat internasional harus mengoordinasikan upayanya untuk menargetkan mereka dan bekerja sama untuk menerapkan langkah-langkah tersebut.

Rusia adalah salah satu pemasok persenjataan terbesar ke Myanmar dan termasuk di antara sedikit pembela militer negara itu sejak melancarkan kudeta pada 2021.

Lebih dari 2.300 orang telah tewas sejak junta Myanmar menindak keras perbedaan pendapat setelah kudeta. Dunia marah karena militer Myanmar melancarkan serangan udara ke sebuah perayaan ulang tahun Organisasi Kemerdekaan Kachin di negara bagian Kachin pada Ahad lalu, yang menewaskan sedikitnya 80 orang.

“Pola respons masyarakat internasional terhadap kengerian ini tidak berubah. Dunia mengecewakan rakyat Myanmar, bagi saya tidak ada pertanyaan apa pun,” kata Andrews. “Ada kekosongan kepemimpinan, di PBB dan komunitas internasional.”

Setelah Andrews memberi pengarahan kepada Komite Hak Asasi Manusia Majelis Umum PBB pada Rabu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Gennady Kuzmin mempertanyakan laporan Pelapor PBB, dengan mengatakan laporan itu sering kali tidak didukung fakta.

“Bukan terserah Anda untuk mengatakan senjata siapa yang membunuh warga sipil, orang tua, wanita, anak-anak di seluruh dunia. Anda telah ditunjuk sebagai Pelapor Khusus untuk Myanmar, jadi silakan berurusan dengan Myanmar daripada Ukraina,” kata Kuzmin kepada Komite.

Myanmar telah berada dalam krisis sejak tentara menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021, menahan dia dan pejabat lainnya, serta melancarkan tindakan keras berdarah terhadap protes dan jenis perbedaan pendapat lainnya.

Dewan Keamanan PBB telah lama terpecah perihal Myanmar. Para diplomat mengatakan China dan Rusia kemungkinan akan melindungi para pemimpin militer dari tindakan keras seperti sanksi.

Pada awal Oktober lalu, Amerika Serikat memberikan sanksi kepada sekelompok pengusaha Myanmar dan perusahaan mereka dengan tuduhan mereka memasok senjata buatan Rusia kepada junta militer.

Departemen Keuangan Amerika mengatakan Aung Moe Myint dan Hlaing Moe Myint, pemilik Dynasty International; dan Myo Thitsar, direktur perusahaan; dimasukkan dalam daftar hitam sanksi karena pengadaan senjata dan pesawat di Belarus untuk administrasi militer.

Pada bulan lalu, Inggris mengusulkan rancangan resolusi ke Dewan Keamanan yang akan menuntut diakhirinya semua kekerasan di Myanmar, membawa ancaman sanksi, dan meminta militer membebaskan semua tahanan politik.

Sebuah draft revisi diedarkan ke 15 anggota Dewan Keamanan pada pekan ini. Belum ada kejelasan kapan pemungutan suara untuk resolusi tersebut digelar.

Andrews juga mengecam Malaysia yang mendeportasi puluhan warga negara Myanmar pada pada hari Rabu. Menurut dia, para pengungsi itu akan menghadapi penyiksaan dan kemungkinan besar eksekusi di Myanmar.

Pihak berwenang Malaysia belum menanggapi permintaan komentar tentang deportasi tersebut “Ini keterlaluan. Itu tidak dapat diterima, dan itu merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” kata Andrews.

AL JAZEERA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus