Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peluru untuk segenggam gandum

Kelaparan akibat kekeringan di Etiopia merenggut ratusan ribu korban. Para pengungsi ke Sudan ditembaki pesawat angkatan udara Etiopia. Kemelut politik semakin meningkat. (ln)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ETIOPIA makin menjadi neraka. Dibunuh paceklik di negeri sendiri, penduduk tak pula bisa mengungsi. Sebuah rombongan yang mencoba hijrah ke Sudan, awal bulan ini, ternyata dijadikan bulan-bulanan pesawat bomber angkatan udara Etiopia. Kafilah orang-orang lapar itu ditembaki tanpa ampun: 18 tewas, sebagian besar anakanak, dan lebih dari 50 menderita luka. Pemerintah Addis Ababa membantah berita itu. Tetapi Asfaha Agos, dari Front Pembebasan Rakyat Tigre, provinsi asal para pengungsi itu, memberi angka pasti dalam sebuah wawancara dengan London. Keterangan ini diperkuat Dr. Alain Moren, petugas sebuah organisasi bantuan Prancis, ketika pulang ke Paris, pekan lalu. Moren mengaku merawat sejumlah orang yang selamat dan luka-luka di sebuah kamp bantuan di Tekalubab, sekitar 16 km di timur Kassala, dekat perbatasan Etiopia-Sudan. Dilaporkan, dalam dua bulan terakhir ini, sekitar 175 ribu penduduk Etiopia yang kelaparan membanjiri Sudan. Padahal, Sudan juga sedang terancam paceklik. Hingga sekarang, sekitar 210 ribu pengungsi Etiopia berhasil menyeberangi perbatasan. Hanya 85% yang menerima ransum, yang terdiri dari 14 ons gandum sehari per orang, plus sedikit minyak dan kacang-kacangan. Sekitar 25 ribu berkeliaran di Tekalubab, di tengah suhu 30C-35C, seraya mencan peluang emas untuk melompatl perbatasan. Mereka ini hidup di bawah pohon dan di dalam gua. Sekitar 30 ribu lagi terpanggang di Wadcheriffe, 16 km dari Kassala. Di tempat yang tidak punya persediaan air minum ini, wabah campak membunuh 20 sampai 30 anak setiap hari. Angka total kematian oleh kelaparan saja sudah mencapai ratusan orang per hari. "Jika bantuan internasional tidak secepatnya turun tangan, dalam tiga pekan lagi seluruh persediaan makanan akan habis," kata Michel Barton, pejabat UNHCR (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.) Keadaan bertambah runyam setelah pengungsian orang-orang lapar ini meningkat menjadi aksi politik. Organisasi Lembaga Bantuan Tigre, yang disetir gerilyawan antipemerintah, giat mengatur hijrah kaum pengungsi ke pusat-pusae pemerintahan di Makalle, Aksum, dan Adwa. Atau langsung ke Sudan, yang bisa dicapai dalam 12 hari berjalan kaki. Tiap hari organisasi ini memberangkatkan sekitar 1.500 pengungsi. Sebagian mati di tengah jalan. Sudan sendiri salah tingkah. Menurut Barton, "Setahun lagi negeri ini akan mengalami nasib yang sama dengan Etiopia." Kemarau di negeri itu akan mengalami nasib yang sama dengan Etiopia." Kemarau di negeri itu telah memaksa 40 ribu penduduk pengembaranya berkumpul di kamp-kamp bantuan di Khartoum dan Omdurman. Mereka ditolong, antara lain, dengan 80 ribu ton gandum sumbangan AS. Sementara itu, di kota oasis El Geneina, 95 ribu pengungsi Chad menumpuk. Mereka ini menghindari perang saudara yang tengah berkecamuk antara Presiden Hissene Habre dan penentangnya, Goukouni Oueddei. Kemarau mungkin tidak bisa dijadikan satu-satunya kambing hitam Etiopia. Negeri yang indah ini tidak seluruhnya gurun. Paling tidak, lebih dari separuh luas wilayah nya bisa ditanami. Dibagian barat terbentang hutan, tempat banteng, gajah, jerapah, macan tutul, singa, badak, dan zebra hidup aman. Buminya mengandung mineral mulia, termasuk emas dan platina. Hanya, segera setelah kudeta yang disponsori Kuba, dan para penasihat Soviet berkuasa, 1974, bencana datang bertubi-tubi. Jalan sosialis, yang dihasratkan pemerintahan militer Letnan Kolonel Mengistu Haile Mariam, tidak disambut rakyat. Gerakan perlawanan bangkit di Eritrea, bekas koloni Italia yang menggabungkan diri pada 1952. Juga di Ogaden, tempat penduduk keturunan Somalia bermukim. Dan terakhir di Tigre, dekat tapal batas dengan Sudan. Dulu, Mengistu mencela Haile Selassie, kaisar yang digulingkannya, karena lamban melaksanakan landreform dan demokrasi politik. Setelah 1974 keadaan tidak bertambah baik. Kabinet sipil memang dibentuk, tetapi roda pemerintahan praktis dikendalikan rezim militer. Sementara rakyatnya lapar dan ditembaki, Mengistu bertamu ke Kremlin, dua pekan lalu. Kunjungan ini tak diumumkan sebelumnya. Di sana, presiden Soviet Konstantin Chernenko berjanji untuk terus memberikan bantuan kepada Etiopia. Menurut Tass, Chernenko juga sempat memuji Mengistu, karena pemerintahnya dinilai, "Berusaha keras mengatasi musim kemarau yang sedang mengamuk."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus