Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Wasiat untuk kader

Pemerintah deng xiaoping menerbitkan buku jilid ke dua "pilihan tulisan zhou en-lai" untuk memperkuat posisinya sebagai usaha melawan anasir kiri. (ln)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah perbantahan yang makin hangat mengenai "Marxisme sebagai ideologi negara" di RRC, sebuah buku menarik muncul di Beijing, pekan lalu. Buku ini merupakan jilid kedua "Pilihan Tulisan Zhou En-lai" -menyusul jilid pertama yang terbit 1981, lima tahun setelah perdana menteri yang berkuasa selama 27 tahun itu wafat. Buku ini, antara lain, mengungkapkan rahasia yang tersimpan selama 18 tahun, tentang usaha dan peranan Zhou melindungi sejumlah tokoh dari amukan Pengawal Merah pada saat Revolusi Kebudayaan berkobar, 1966-1967. Tidak semua nama tokoh disebutkan. Tetapi, di antara mereka terdapat Soong Ch'ing-ling, janda Mendiang Sun Yat-sen, yang pernah menjadi deputi perdana menteri RRC. Zhou juga melindungi Guo Morou, bekas ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Cina. Budayawan ini, yang semua bukunya dibakar semasa Revolusi Kebudayaan, pernah melancarkan otokritik di depan parlemen, seraya menangis meminta ampun atas semua"dosa"-nya. Nama lain dalam bab "Surat dan Kawat untuk Melindungi Para Kader" pada buku yang lagi hangat itu adalah Fu Zuoyi, raja perang yang kemudian bergabung dengan kaum komunis, serta Jlang Guangnai dan Cai Tingkai, keduanya jenderal Kuomintang, yang juga memihak pemerintahan Mao. Tidak mustahil pemerintahan Deng Xiaoping menerbitkan volume baru ini sebagai bagian dari usaha melawan anasir "kiri" yang tampaknya masih bertahan dan meragukan jalan modernisasi Cina. Apalagi, di dalam kubu ideolog "ortodoks" itu terdapat dua pemuja Mao dan "kiri": Hu Qiaomu, anggota Politbiro, dan Deng Liquin, kepala bagian propaganda Partai Komunis Cina (PKC). Dan Zhou adalah nama yang layak dijual untuk membela jalan moderat. Menjadi komunis pada usia 24, Zhou, yang pernah dididik di universitas Jepang dan Prancis, tak pernah lepas dari sisi Mao Zhedong sejak 1949. Pengamat Barat menggambarkan tokoh ini sebagai "komunis yang unik, elastis, dan brilliant". Dilahirkan di tengah keluarga Mandarin terpelajar dari Provinsi Kiangsu, 1898, Zhou, yang juga memakai nama Zhou Shao-shan dan Zhou Wu-hao, adalah arsitek diplomasi Cina Baru. Dengan mengangkat kembali nama tokoh ini, rezim Deng tampaknya memperkuat poSISi dalam perbantahan ideologi yang tengah berlangsung. Jumat lalu, Renmin Rebao, koran resmi PKC, kembali mempertahankan pendapatnya tentang ketidakmampuan Marxisme menyelesaikan semua masalah RRC. Harian ini malah mengutip Mao Zhedong, Lenin, Stalin, Engels, bahkan Marx sendiri, yang pernah mengatakan bahwa Marxisme hanyalah "penuntun tindakan, dan bukan dogma yang harus ditaati sepenuhnya". Perubahan-perubahan yang ditempuh Deng memang sangat cepat. Tetapi kalau dasar-dasarnya telah diletakkan Zhou jauh sebelumnya, langkah Deng setidaknya telah didukung oleh perhitungan yang tidak sembarangan. Yang masih Jadi pertanyaan: seluas mana Deng mempersiapkan "lapisan demokratis" setelah generasi Long March.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus