TIDAK seorang pun tahu, juga polisi, mengapa pembantaian keji di bagian khusus anak-anak kebun binatang Kota Adelaide bisa terjadi. Kuat dugaan, binatang di bagian itu telanjur jinak karena biasa didekati dan dibelai anak-anak. Pada pembantaian masal Ahad pekan lalu itu 64 binatarig mati terkapar. Polisi kabarnya sulit melacak jejak pembunuh, bahkan mereka tidak punya gambaran siapa dan motivasinya apa. Mungkin karena masih serba gelap, polisi lalu mencari informasi tentang seorang bekas pasien rumah sakit jiwa. Orang ini - yang tidak disebut namanya - pada 1976 pernah membantai sejumlah binatang, juga di Kota Adelaide. Seraya menunggu, diperoleh indikasi bahwa alat kelamin beberapa ekor kanguru dan llama asal Amerika Selatan, sebelum dibantai, dirusakkan dulu dengan benda tajam. Kekejaman aneh seperti ini memaksa polisi meningkatkan patroli pada malam hari, khawatir pelakunya melakukannya pada manusia. Selang beberapa jam, polisi mendapat laporan bahwa di sebuah gua dekat Robe, 240 km di luar Adelaide, sembilan burung pinguin kayangan ditemukan terbunuh. Setelah diteliti, ternyata tiea ekor ditembak, enam ekor dipenggal kepalanya. "Sebelum pinguin mati, pembunuhnya pasti dihadang macam-macam kesulitan," kata R.I. Nochols, direktur Cagar Alam dan Taman Nasional. Pinguin kayangan termasuk binatang yang dilindungi dl Australia. Kedua pembunuhan itu - yang belum jelas ada kaitannya atau tidak - membuat orang bertanya-tanya apa yang salah dengan Adelaide, kota paling tenteram di Australia. Pengarang Inggris kelahiran India, Salman Rushdie belum lama ini berkunjung ke sana. Menurut dia, Adelaide adalah tipe kota yang amat cocok untuk pelbagai kejahatan yang menegakkan bulu roma. "Suasananya pas benar untuk film-film horor," ucap pengarang buku laris Midnight Children ini. Kesan ini dilontarkannya hanya beberapa minggu sebelum pembantaian di kebun binatang tersebut terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini