Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Umum PBB ke-79— yang dianggap sebagai salah satu acara diplomatik terbesar di dunia— akan dimulai pada Selasa 24 September 2024 di New York.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang Umum ini diadakan setiap tahun di markas besar PBB di New York, mempertemukan para kepala negara dan pemerintahan dari negara-negara anggota. Acara ini akan berlangsung dari 24 hingga 30 September.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang ke-79 akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan akan dipimpin oleh Presiden Kamerun Philemon Yong.
Setidaknya 133 kepala negara dan pemerintahan, tiga wakil presiden, 80 wakil perdana menteri, dan 45 menteri akan menghadiri acara tersebut.
Sesuai tradisi yang telah berlangsung sejak 1955, Brasil akan memberikan pidato pertama. Setelah Brasil, negara tuan rumah, Amerika Serikat, akan mengambil giliran berbicara.
Presiden Recep Tayyip Erdogan akan mewakili Turki dan menyampaikan pidatonya di urutan ketiga pada hari pertama, setelah Amerika Serikat.
Erdogan, yang akan berpidato di Sidang Umum untuk ke-14 kalinya, diperkirakan akan menyoroti situasi di Jalur Gaza. Ia juga diharapkan mendesak negara-negara anggota untuk menentang serangan Israel.
Krisis dari Gaza hingga Haiti
Para pemimpin PBB bertemu di tengah meningkatnya jumlah krisis, konflik, dan perang di seluruh dunia.
Dengan demikian, krisis dari Gaza hingga Ukraina, serta dari Sudan hingga Haiti, diperkirakan akan menjadi topik utama dalam agenda.
Diharapkan para pemimpin akan fokus pada Gaza, yang sebelumnya digambarkan PBB sebagai "neraka di bumi."
Di Gaza, selain menekankan perlunya gencatan senjata, negara-negara anggota diperkirakan akan menyoroti pelanggaran hukum internasional dan resolusi PBB oleh Israel, serta kesulitan dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan berbicara pada Kamis 26 September pagi hari, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan berbicara pada sore hari.
Tahun ini, tema utama diskusi Sidang Umum PBB adalah "Tidak Meninggalkan Siapapun: Bertindak Bersama untuk Kemajuan Perdamaian, Pembangunan Berkelanjutan, dan Martabat Manusia untuk Generasi Saat Ini dan Masa Depan."
"Tatanan global saat ini tidak bekerja untuk semua orang. Bahkan, saya akan mengatakan: tidak bekerja untuk siapapun," kata Guterres.
Oleh karena itu, para pemimpin diperkirakan akan membahas reformasi Dewan Keamanan dan arsitektur keuangan internasional.
Selain pekan tingkat tinggi, "KTT Masa Depan" akan diadakan dari 22 hingga 23 September, sebelum Sidang Umum.
KTT ini akan berfokus pada adaptasi institusi internasional terhadap tantangan saat ini, sementara pertemuan tingkat tinggi tentang kenaikan permukaan laut akan membahas upaya melawan perubahan iklim.
Para pemimpin juga diharapkan mengadakan konsultasi tentang berbagai isu seperti tujuan pembangunan berkelanjutan, resistensi antimikroba, dan perlucutan senjata nuklir.
Castro Berpidato Selama 296 Menit, Gaddafi Selama 100 Menit
Sidang Umum telah diadakan sejak 1946 dengan 51 anggota dan para pemimpin diharapkan membatasi pidatonya hingga 15 menit dan menyinggung tema utama.
Namun, banyak pemimpin yang mengabaikan batasan waktu, yang menghasilkan momen-momen berkesan.
Salah satunya adalah pidato Presiden Kuba Fidel Castro selama 296 menit pada 1960, diikuti oleh pidato Pemimpin Libya Muammar Gaddafi selama 100 menit pada 2009, di mana ia merobek halaman dari Piagam PBB.
Momen terkenal lainnya dalam sejarah Sidang Umum adalah ketika Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev memukul meja dengan tinju dan sepatunya, dan menjadi marah saat Filipina menyampaikan pidatonya pada 1960.
Pidato mantan Presiden Venezuela Hugo Chavez pada 2006 juga sering diingat, di mana ia menyebut mantan Presiden AS George W. Bush, yang berbicara sehari sebelumnya, sebagai "iblis."
Pada 2018, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menghadiri Sidang Umum dengan bayinya yang berusia tiga bulan, momen yang masih diingat hingga kini.
Demikian pula, pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2017 yang mengancam akan "menghancurkan Korea Utara" jika perlu, juga menjadi sorotan.
Sidang Umum sering kali menyaksikan delegasi yang keluar dari ruangan sebagai bentuk protes terhadap pidato yang tidak mereka setujui.
Pilihan Editor: Mantan Bos Mossad: Pemerintah Israel Lebih Pilih Balas Dendam daripada Bebaskan Sandera
ANADOLU