Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peneliti CSIS Prediksi Indonesia akan Lebih Dekat dengan Cina dan Rusia usai Gabung BRICS

Peneliti BRICS menilai Indonesia akan lebih dekat dengan Cina dan Rusia usai bergabung dengan BRICS.

12 Januari 2025 | 16.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemandangan menunjukkan spanduk dengan logo KTT BRICS tahunan di sebelah Kremlin Kazan di Kazan, Rusia, 22 Oktober 2024. REUTERS/Maxim Shemetov

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Waffaa Kharisma mengungkap sejumlah dampak yang berpotensi terjadi usai Indonesia bergabung sebagai anggota penuh BRICS. Waffaa menilai langkah ini membawa Indonesia menjadi lebih dekat dengan kekuatan Cina dan Rusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Keputusan bergabung dengan BRICS mau tidak mau pasti ada porsi pengaruh kepercayaan Indonesia atas naiknya pengaruh Cina," kata Waffaa dalam pesan tertulisnya kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rusia dan Cina, Waffaa menyampaikan, kerap tak sejalan dengan Indonesia meskipun keduanya merupakan negara mitra sejak lama. Orbit Cina-Rusia, ujar Waffaa, sekarang sedang disoroti dunia internasional, misalnya karena Laut Cina Selatan dan perang Ukraina.

Selain itu, Waffaa berpendapat bahwa keanggotaan dalam BRICS dapat menjauhkan Indonesia dengan mitra-mitra lama yang berseberangan dengan Cina dan Rusia. 

Menurut Waffaa, pemerintah Amerika Serikat di bawah presiden terpilih Donald Trump bisa sangat reaktif terhadap BRICS. "Di bawah Trump, AS dipastikan akan menjadi jauh lebih reaksioner dan proteksionis," tuturnya. 

Lebih lanjut, Waffaa mengatakan bahwa Indonesia juga belum punya jejak kerja sama ekonomi yang kuat dengan negara-negara BRICS selain Cina.

Dia memperkirakan Indonesia bisa saja menemukan mitra-mitra baru dengan kesepakatan-kesepakatan bisnis yang baru di luar mitra tradisional dengan standar kondisi yang lebih bersahabat.

Terlebih, sambung Waffaa, Indonesia belum punya semangat kampanye untuk reformasi di dalam negeri ihwal lingkungan hingga standar kerja. Dia juga menyebut pola investasi BRICS juga belum memperlihatkan ada tendensi memprioritaskan kerja sama sesama negara BRICS. 

Tak sampai di situ, Waffaa menilai BRICS bukan kelompok yang menekankan standar atau prinsip etnis tertentu, bukan pula kelompok ekonomi yang ditujukan untuk saling mendorong ekonomi satu sama lain.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus