Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEN HAAG – Para hakim di Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court/ICC memutuskan memiliki kewenangan atau yurisdiksi untuk mengusut dugaan genosida terhadap etnis Rohingnya. Keputusan ICC, kemarin, memungkinkan adanya pengusutan terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat untuk dituntut di pengadilan di Den Haag, Belanda, meskipun Myanmar bukan anggota ICC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan itu datang setelah jaksa penuntut Fatou Bensouda meminta pendapat hakim-dalam tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya-apakah dia dapat menyelidiki adanya "deportasi" sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia mengibaratkan adanya penembakan secara lintas batas, yang dampaknya dirasakan negara lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dilansir Voice of America (VoA), Myanmar bukan anggota ICC, tapi Bangladesh adalah anggota, sehingga menjadi dasar argumen bagi Bensouda untuk mengajukan yurisdiksi penyelidikan kasus tersebut. Bensouda belum secara resmi mengumumkan pemeriksaan pendahuluan, tapi hakim dalam putusannya meminta agar mempelajari isu Rohingya untuk tujuan itu. "Penyelidikan harus disimpulkan dalam waktu yang wajar," demikian pertanyaan pengadilan.
Sekitar 700 ribu warga etnis Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh sejak Agustus tahun lalu. Mereka kabur menghindari serangan militer yang mengakibatkan desa-desa dibakar dan tuduhan pembunuhan serta pemerkosaan.
Pekan lalu, para penyelidik badan hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan para pemimpin militer Myanmar harus dituntut atas dugaan genosida terhadap Rohingya. Tim dalam "misi pencari fakta" kasus Rohingya bekerja di bawah mandat Dewan HAM yang didukung PBB.
Pemerintah Myanmar belum bereaksi atas keputusan tersebut. Meski begitu, pada bulan lalu, Myanmar berargumen bahwa permintaan jaksa ICC harus dihentikan. Myanmar juga berkukuh serangan di Rakhine tidak mengarah pada warga, melainkan kelompok pemberontak.
Richard Dicker, Direktur Keadilan Internasional untuk Human Rights Watch, pegiat HAM, mengatakan keputusan ini adalah langkah penting untuk meminta pertanggungjawaban atas dugaan kejahatan terhadap Rohingya.ASSOCIATED PRESS | GUARDIAN | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo