Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Luksemburg memenangkan Malaysia dari keharusan membayar ganti rugi sebesar hampir 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp224 triliun terhadap keturunan Sultan Sulu seperti keputusan pengadilan arbitrase Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadilan Prancis tahun lalu memerintahkan Malaysia membayar 14,9 miliar dolar kepada ahli waris sultan Sulu terakhir untuk menghormati kesepakatan sewa tanah era kolonial. Malaysia, yang tidak berpartisipasi dalam proses arbitrase, menganggap keputusan tersebut ilegal.
Keputusan arbitrase itu tidak berlanku di Prancis karena Malaysia banding, tetapi dapat ditegakkan di luar Prancis di bawah perjanjian PBB tentang arbitrase internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Hukum Malaysia Azalina Othman Said mengatakan Pengadilan Luksemburg pada Selasa, 24 Januari 2023, telah mengesampingkan permintaan untuk "perintah lampiran" yang dibuat oleh ahli waris Sultan Sulu.
Azalina tidak memberikan perincian keputusan pengadilan dalam sebuah pernyataan yang menggambarkannya sebagai "kemenangan signifikan" bagi Malaysia.
Paul Cohen, pengacara ahli waris, mengatakan putusan pengadilan Prancis "tidak ada hubungannya dengan status putusan arbitrase, di Luksemburg sendiri atau di tempat lain".
"Ini adalah keputusan awal, sebagai langkah awal, di salah satu dari beberapa yurisdiksi tempat kami meminta penegakan hukum," katanya dalam email kepada Reuters.
"Kami bahkan belum melihat keputusannya - hal yang sama berlaku untuk Malaysia - jadi kami tidak yakin atas dasar apa Malaysia ingin berkomentar saat ini."
Pengadilan Luksemburg tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Juli lalu, dua anak perusahaan perusahaan minyak negara Malaysia Petronas yang berbasis di Luksemburg disita oleh petugas pengadilan sebagai bagian dari upaya ahli waris untuk menegakkan keputusan tersebut.
Azalina tidak menyebutkan apakah putusan pengadilan itu terkait penyitaan unit Petronas.
"Keputusan ini membenarkan kebijakan pemerintah untuk membela Malaysia dengan penuh semangat di setiap forum untuk memastikan bahwa kepentingan, kekebalan kedaulatan, dan kedaulatan Malaysia dilindungi dan dilestarikan setiap saat," kata Azalina dalam sebuah pernyataan.
Petronas mengatakan akan menggugat setiap klaim yang dibuat atas asetnya.
Perselisihan itu berawal dari kesepakatan yang ditandatangani pada 1878 antara dua kolonial Eropa dan sultan atas penggunaan wilayahnya di Malaysia saat ini – sebuah perjanjian yang dihormati oleh Malaysia merdeka hingga 2013, dengan cara membayar ke keturunan raja sekitar US$1.000 (Rp15 juta) per tahun.
Namun Kuala Lumpur menghentikan pembayaran setelah serangan berdarah oleh pendukung mantan kesultanan yang ingin merebut kembali tanah dari Malaysia.
Ahli waris Sultan Sulu membawa masalah penangguhan pembayaran itu ke pengadilan arbitrase dan dimenangkan. Malaysia sendiri tidak mengakui arbitrase. Jumlah gugatan ini hampir seperempat dari anggaran negara Malaysia 2022 sebesar Rp1.086 triliun.
REUTERS