Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menilai penundaan penerapan kebijakan tarif impor, dikenal tarif Trump, oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memengaruhi penguatan nilai tukar rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Rupiah hari ini bakal ditutup menguat di kisaran Rp16.775-Rp16.870 yang dipengaruhi oleh faktor global, yaitu penundaan penerapan tarif oleh Presiden Trump," ujarnya pada Kamis siang, 10 April 2025 sebagaimana dilansir dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Trump mengumumkan lebih dari 75 negara akan diberikan penangguhan selama 90 hari dari tenggat waktu Rabu, 9 April 2025 waktu setempat, yang sebelumnya akan dikenakan tarif lebih tinggi dari batas dasar 10 persen. Bahkan pada beberapa kasus, tarifnya bisa jauh lebih tinggi.
Penangguhan itu, kata Trump, diberikan karena negara-negara tersebut telah menghubungi mitra mereka di AS guna mencari solusi ihwal isu-isu perdagangan, hambatan dagang, tarif, manipulasi mata uang, dan tarif nonmoneter.
Lebih lanjut, Trump menambahkan bahwa negara-negara tersebut tidak melakukan tindakan balasan terhadap Amerika Serikat dalam bentuk apa pun.
Sementara itu, untuk faktor domestik, sentimen positif berasal dari level inflasi yang rendah sebesar 1,03 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada Maret 2025. Serta adanya harapan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI).
"Ruang penurunan suku bunga oleh BI cukup besar karena inflasi masih sangat rendah. Alasan yang mendasar lebih pada menjaga momentum pertumbuhan agar tidak terjadi stagnasi ekonomi," kata Rully.
Adapun, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis pagi di Jakarta menguat sebesar 40 poin atau 0,24 persen menjadi Rp16.833 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.873 per dolar AS.
Lantas apa yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah? Berikut alasannya.
Danantara
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, mengatakan jika sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupiah datang dari domestik dan global. Dari ranah domestik, nilai rupiah dipengaruhi oleh pembentukan Danantara dan ucapan Presiden Prabowo Subianto yang mengatakan jika saham adalah judi atau pernyataan bahwa anjloknya IHSG tidak ada hubungannya dengan masyarakat kelas bawah.
Danantara dan pernyataan Prabowo tersebut membuat investor khawatir dan frustasi sehingga banyak dana asing keluar dari pasar modal Indonesia.
“Di sisi lain pembentukan Danantara lewat kepengurusan kemarin membuat asing kembali keluar, karena tak mau pasar modal diintervensi pemerintah. Karena mereka melihat pemerintah bakal melakukan intervensi, bahkan Bareskrim membuat statement akan mengawasi pasar modal,” katanya.
Tarif Trump
Kebijakan tarif impor AS, yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025 lalu, juga turut memicu kekhawatiran luas, termasuk di Indonesia.
Kebijakan tarif tersebut disebutnya sebagai timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’. Trump menyatakan akan memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua produk impor dari seluruh dunia, dan tarif lebih tinggi terhadap negara-negara yang dinilai memiliki hubungan dagang tidak adil dengan AS, termasuk Indonesia yang dikenai tarif sebesar 32 persen.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, mengatakan kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan pemerintah AS dan respons kebijakan retaliasi tarif oleh pemerintah Tiongkok pada 4 April 2025 tersebut menimbulkan gejolak pasar keuangan global.
“Tekanan terhadap nilai tukar rupiah telah terjadi di pasar off-shore atau Non Deliverable Forward (NDF) di tengah libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446H,” ujar Ramdan dalam keterangan resminya pada Senin, 7 April 2025.
Di samping itu, kehati-hatian Bank Sentral AS atau Federal Reserve dalam pemangkasan suku bunga kemungkinan telah mencegah sentimen bearish atau pesimistis pasar lebih lanjut. Investor juga ikut memantau pembicaraan untuk mengakhiri perang di Ukraina. Para pejabat AS dan Rusia mengakhiri pembicaraan selama sehari pada 24 Maret 2025 yang difokuskan pada proposal sempit untuk gencatan senjata di laut antara Kyiv dan Moskow.
Sementara itu, Ibrahim sebelumnya juga menjelaskan ihwal beberapa data fundamental yang memengaruhi penguatan dolar. “Misal data ketenagakerjaan AS yang ternyata lebih baik dibanding ekspektasi sebelumnya,” katanya lewat pernyataan resmi dikutip Ahad, 6 April 2025.
Selain itu, menurut Ibrahim, penguatan dolar disebabkan testimoni Bank Sentral AS atau The Fed pada Jumat malam. The Fed mengisyaratkan penurunan suku bunga belum akan terjadi dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga saat ini disebut terlalu dini, khususnya dalam kondisi ekonomi global sedang bermasalah dan inflasi yang masih tetap tinggi.
Ida Rosdalina, Ervana Trikarinaputri, Myesha Fatina Rachman, Anastasya Lavenia Y, Salsabilla Azzahra Octavia, Dinda Shabrina dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.