MESKI tanpa kebulatan tekad, suksesi kepemimpinan puncak di Singapura berjalan mulus. Setidaknya sampai Rabu pekan lalu. Hari itu di depan parlemen Goh Chok Tong, Wakil Perdana Menteri, mengumumkan yang sudah lama jadi rahasia umum: dia akan menggantikan PM Lee Kuan Yew sebagai perdana menteri, November nanti. Sebagai perdana menteri kedua nanti, Goh yang kini 47 tahun bakal mewarisi hasil baik yang diraih Lee. Misalnya kemakmuran Singapura yang makin tinggi. Pendapatan rakyat Singapura diperkirakan sudah mencapai Rp 18 juta per kepala. Tentu saja Goh, yang terjun ke panggung politik sejak 1976, juga mewarisi beban. Soal paling pelik yang harus dibereskan orang yang kini juga sebagai menhan itu adalah identitas nasional Singapura. Sebagai negara multiras -- 76% Cina 16% Melayu, dan 6% Tamil -- sampai saat ini Singapura memang masih mencari-cari simbol nasional. Segala upaya dilakukan untuk itu. Bahkan sampai ke pakaian batik bermotif anggrek pun dicoba dinyatakan sebagai pakaian nasional. Dan tidak mudah. "Masa, gambar anggreknya besar-besar, lebih bagus batik Indonesia," kata seorang pimpinan surat kabar di sana. Goh sempat menjawab beberapa pertanyaan Yopie Hidayat dari TEMPO, saat bertemu dengan enam wartawan Indonesia di ruang kerjanya bulan lalu. Berikut petikannya: Proses suksesi yang mulus seperti ini apakah akan berulang saat Anda mundur nanti? Agak susah, ya, melihat sejauh itu ke depan. Tapi saya akan mencari sekelompok orang yang bisa menggantikan generasi saya sebagai pemimpin. Generasi berikut ini sebenarnya hanya separuh generasi di belakang saya. Di sana ada B.G. Lee, George Yeo, dan lain-lainnya. Kalau kami mendapatkannya, pada saat saya mun~dur, saya harap situasinya semulus saat ini. Menggantikan PM Lee yang karismatis, apakah Anda tak mempunyai beban psikologis? Saya kira tidak. Soalnya, kami telah menjalankan pola yang sama sejak 1984. Tapi memang analoginya berbeda, saya digambarkan seba~gai penyeran~g, sementara PM Lee sebagai penjaga gawang. Nah, sekarang kami berpindah tempat, dan tak ada lagi penjaga gawang. Beliau akan menjadi konsultan. Ia bukan wasit, bukan pelatih, tetapi penasihat. Dalam masa jabatan Anda nanti, Indonesia akan mengalami proses suksesi. Bagaimana pandangan Anda? Kita tak bisa membandingkan proses suksesi di Singapura dengan negara lain. Kami terlalu kecil, jadi mudah. Pekerjaan utama saya nanti adalah memperkuat jembatan yang sudah ada, siapa pun yang akan memerintah di Indonesia. Siapa pun? Memang harus begitu. Soal itu di luar masalah pribadi. Bahkan saya tak akan menunggu sampai 1993, akan kami lakukan sekarang juga. Bukankah hubungan PM Lee dan Presiden Soeharto sangat dekat. Apakah hubungan kedua negara tidak bergantung pada hubungan pribadi kedua pemimpin ini? Tentu saja akan ada perbedaan. Mereka sebaya. Secara politis mereka juga dari generasi yang sama. Sedang saya datang dari masa yang berbeda, jadi sikap dan pandangan saya tentang hidup mungkin berbeda dengan Presiden Soeharto. Itu karena saya tidak memiliki pengalaman sejarah yang dipunyainya. Maka, ada hubungan yang sangat khusus di antara mereka, dan saya kira tak ada orang lain yang bisa menirunya dalam waktu dekat. Mungkin, jika Presiden Soeharto dan saya berkesempatan bekerja sama sampai 25 tahun lagi, saya akan bisa melakukan itu 25 tahun yang akan datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini