Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DESING roket dan peluru berkelebatan di atas sebidang tanah di timur Kota Kanyabayonga, Republik Demokratik Kongo. Selama dua pekan lalu, pertempuran sengit meletus antara pasukan Kongo dan tentara Rwanda. Baku tembak berlangsung di antara rumah makan, kios obat, toko grosir, dan pondok penduduk. Puluhan korban tewas, ratusan luka-luka, dan sejumlah bangunan hancur dibuatnya. Puluhan ribu pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa turun dan dengan susah payah berusaha meredam gejolak.
Kongonegara sebesar Eropa Baratmemulai konflik panjang pada 1998. Pertempuran antara pasukan pemerintah dan milisi nyaris terjadi setiap hari. Koordinator Pertolongan Darurat PBB Jan Egeland melihat pertempuran telah menyebabkan 30 ribu penduduk Provinsi Kivu Utara mengungsi pekan lalu. Diperkirakan 80 persen rumah telah dikosongkan sepanjang pantauan dari pesawat helikopter pasukan perdamaian. Pertolongan kemanusiaan pun terhenti.
Di tengah situasi keamanan yang memburuk, Komite Penyelamat Internasional (IRC) mengumumkan hasil penelitian mengejutkan. Gara-gara konflik di Kongo itu, angka kematian mencapai 3,8 juta jiwa sejak Agustus 1998 atau rata-rata 1.000 rakyat sipil tewas per hari. "Kongo menyisakan krisis kematian berkepanjangan di dunia setelah gagalnya tindakan efektif komunitas internasional," kata Richard Brennan, penggagas penelitian, seperti dikutip Reuters, dua pekan lalu. Enam tahun bertikai, dunia kehilangan populasi setara jumlah penduduk Irlandia atau Los Angeles, Amerika. Kerjasama IRC dan Institut Burnet Australia itu mengklaim penelitiannya akurat. Tim dokter dan ahli penyakit mewawancarai langsung 19.500 rumah tangga, sepertiga lebih populasi Kongo untuk pendataan periode Januari 2003_April 2004. Ditemukan, sebagian besar korban anak-anak balita lantaran penyakit dan kekurangan gizi akibat perang. Semua layanan kesehatan dan ekonomi luluhlantak, sehingga mempercepat kematian. Perang membuat warga wilayah Timur Kongo takut keluar rumah atau mengungsi, dan akses izin bantuan kemanusian terhambat. Mereka pasrah tergerogoti penyakit dan kelaparan sebelum bantuan tiba.
Sedikit berbeda yang terjadi di Desa Kisangani, yang sedikit tertolong dengan datangnya pasukan perdamaian PBB. Akses relawan masuk zona rawan kematian lebih mudah, dan diizinkan merehabilitasi tempat-tempat penting pelayanan kesehatan maupun air bersih. Sehingga tingkat kematian menurun 79 persen. "Angka kematian dapat ditekan jika ada perbaikan fasilitas dan memelihara keamanan," kata seorang relawan IRC lainnya.
Selain itu, juga diungkap soal pentingnya dana. Perang Irak, saat negeri itu dipimpin Presiden Saddam Hussein, membutuhkan dana US$ 3,5 juta atau US$ 138 per orang. Kemudian di Darfur, Sudan, dibutuhkan lebih dari US$ 530 juta bantuan luar negeri selama 2004 atau US$ 89 per orang. Sementara angka kematian di Kongo tercatat paling tinggi, dana internasional untuk krisis kemanusiaan di Kongo belum mencukupi.
Padahal, persetujuan damai sudah ditandatangani pada 2002 sembari menunggu pemerintahan transisi merancang pemilu tahun depan. Hanya sayang, ruas jalan besar di perbatasan timur tak kunjung damai, yang menambah panjangnya nyawa yang terancam melayang.
Eduardus Karel Dewanto (IRC, Reuters, BBC, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo