SEBUAH bayang-bayang mengerikan mencekam rakyat Kamboja. Anda ingat film The Killing Fields? Ribuan mayat berserakan di ladang-ladang itu semua ulah rezim Khmer Merah di liamboja. Lalu roda zaman pun berputar. Pada 1978 Kamboja diserbu Vietnam, rezim Khmer Merah menyingkir ke hutan. Karena itu, kehadiran prajurit Vietnam disambut bagai juru selamat oleh rakyat Kamboja. Dan kemudian roda zaman terus berputar. Akhir pekan lalu, Vietnam mulai hengkang dari Kamboja. Sesuai dengan perintah Hanoi, sampai akhir tahun ini, separuh prajurit Vietnam -- sekitar 50 ribu -- harus pulang kampung. Sisanya, sekitar 70 ribu, akan dituntaskan akhir 1990. Prajurit Vietnam yang masih tinggal ditugasi mengamankan jalur-jalur lalu lintas. Soalnya, keras dugaan, begitu Vietnam pergi, dan hutan-hutan tropik di sepanjang perbatasan Muangthai, kelompok gerilya, yang selalu mengintip kesempatan untuk menerobos Pnom Penh, akan segera beraksi. Seperti diketahui, jatuhnya pemerintahan Norodom Sihanouk, kemudian jatuhnya Khmer Merah, memecah belah Kamboja menjadi beberapa kelompok yang saling merebut kekuasaan. Sementara itu, dunia internasional tak cuma diam. PBB dan ASEAN, misalnya, menawarkan diri sebagai perantara perundingan kelompok-kelompok di Kamboja. Tapi Perdana lenteri Kamboja Hun Sen, yang didukung Vietnam, belum menjawab. Ia menganggap PBB terlalu berpihak kepada gerilyawan. Sedangkan kepada ASEAN, yang merencanakan mengadakan Pertemuan Informal Jakarta (JIM), Indonesia (meski tempat pertemuan direncanakan bukan di Jakarta melainkan Bogor), Hun Sen belum mengisyaratkan kesediaannya. Ia akhir-akhir ini mengatakan, tak akan menghadiri JIM yang direncanakan dibuka 25 Juli nanti bila terkandung maksud untuk memaksa dirinya berunding dengan Khmer Merah. Hun Sen memang rela berunding dengan Norodom Sihanouk, sebagai pemimpin Pemerintah Koalisi Kamboja. Tapi dengan Khmer Merah, yang dianggapnya bertanggung jawab atas pembantalan sejuta rakyat Kamboja, ia tak bersedia kompromi. Secara singkat, peta kekuatan di Kamboja kini adalah sebagai berikut: Kelompok pertama, Republik Rakyat Kamboja dukungan Vietnam, pimpinan Heng Samrin, 54 tahun (sebagai ketua Partai Komunis), dan Hun Sen, 37 tahun (sebagai perdana menteri). Keduanya bekas anggota Khmer Merah yang membelot pada 1978, beberapa minggu menjelang serbuan Vietnam. Mereka didukung sekitar 30.000 prajurit, plus pasukan Vietnam (sebelum ditarik). Pemerintah Koalisi Kamboja Demokrasi yang dipimpin oleh Pangeran Norodom Sihanouk, 65 tahun, sebagai kelompok kedua. Kelompok inilah yang diakui PBB sebagai pemerintah resmi Kamboja. Sihanouk, raja Kamboja sampai tahun 1970. Ia jatuh lantaran dikudeta oleh Jenderal Lon Nol dukungan Amerika, karena dianggap berkiblat ke kiri. Bergabung dalam Front Bersama Nasional untuk Kemerdekaan, Perdamaian, dan Kerja Sama Kamboja, juga dipimpin oleh Sihanouk, kelompok ini diperkirakan punya 17.000 prajurit. Sebagian besar pendukungnya adalah kaum tradisionalis, yang tak melupakan masa kejayaan Sihanouk di tahun 1960-an, ketika ia masih suka menebar rezeki langsung kepada rakyat. Ketiga, Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot, komunis tulen yang mendewakan bekas diktator Stalin. Diperkirakan ia berumur 60 tahun. Hampir tak pernah muncul dalam sepuluh tahun belakangan, diduga keras tokoh ini ngumpet di wilayah Kamboja Barat. Ketika masih berkuasa di Kamboja, 1975-1979, dia memerintahkan pembantaian sekitar sejuta rakyat Kamboja. Kekuatan pasukannya mencapai 30.000 sampai 35.000 prajurit, terbesar di antara kelompok lainnya. Terakhir, Front Pembebasan Nasional Rakyat Kamboja, pimpinan Son Sann, 76 tahun. Dialah yang pertama kali membongkar kekejaman Khmer Merah di mata dunia pada 1975. Kelompok yang bermarkas di Bangkok dan Paris ini, sebelum basis-basis militernya digempur Vietnam pada 1984-1985, punya 15.000 sampai 20.000 pasukan -- kini tinggal beberapa ribu prajurit. Tapi dia punya pendukung kuat di antara orang Kamboja pengungsian di Eropa Barat dan AS. Dari peta itu tampaknya lawan terkuat rezim Hun Sen secara militer tetap Khmer Merah. Yang bisa melemahkan kelompok Pol Pot yang didukung RRC ini, diduga rakyat Kamboja antipati terhadap Khmer Merah. Masih terbayang impian maut The Killing Fields.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini