Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peres terancam habis

2 anggota parlemen dari partai Agudat Israel -- satu-satunya partai religius yang berpihak pada buruh -- mendadak mengundurkan diri. Rencana pembentukan kabinet Shimon Peres terancam berantakan.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA Shimon Peres merasa dipermalukan, rasanya bisa dipahami. Ketika itu caci maki dan umpatan keluar dari mulut sejumlah orang berpakaian rapi dan bertampang intelek pendukung dua kubu yang bersaing. Dua orang di antaranya bahkan nyaris baku hantam. Suasana macam pertandingan sepak bola inilah yang mewarnai sidang istimewa Knesset (parlemen Israel) Rabu pekan lalu. Ketukan palu ketua parlemen Dov Shilansky tak banyak membantu. "Agen Arafat di Knesset," teriak Geula Cohen, anggota parlemen dari kubu Ultrakanan pada tujuh anggota parlemen bangsa Arab. Teriakan itu langsung dibalas dengan bentakan, "Tutup mulutmu, tahi kering," oleh salah seorang wakil rakyat Arab Israel itu. Adalah kegagalan Shimon Peres, ketua Partai Buruh, dalam menjaring dukungan suara tambahan dari parlemen, yang menimbulkan suasana gonjang-ganjing itu. Padahal, sidang istimewa Knesset saat itu direncanakan untuk memperkenalkan kabinet baru Shimon Peres. Seperti diketahui, Peres pekan sebelumnya mengumumkan kabar gembira: Avraham Shahrir, bekas menteri pariwisata dan kehakiman, menyeberang ke kubu Buruh dari Partai Kanan Likud. Selain itu, beberapa rabi dari partai-partai kecil religius pun disebut-sebut berada di pihak Peres. Dengan dukungan baru itu diharapkan peta kekuatan menjadi 61 -59 untuk kemenangan Buruh. Dan Peres bakal mendapat restu parlemen membentuk kabinet barunya dalam sidang istimewa Rabu itu. Tapi harapan Peres kandas. Dua anggota parlemen dari partai religius Agudat Israel (satu-satunya partai religius yang berpihak pada Buruh) mendadak mengundurkan diri. Suara pun berkurang untuk Peres menjadi 59 dari keseluruhan 120 kursi di Knesset. Pemilihan suara yang direncanakan dalam sidang istimewa parleman itu pun urung dilakukan. Sidang ditunda sampai waktu yang tak ditentukan. Maka, krisis politik yang telah berjalan empat minggu di Israel pun berlanjut. Krisis bermula setelah PM Yitzhak Shamir memecat Shimon Peres, wakil PM merangkap menteri keuangan, dari kabinet koalisi Likud-Buruhnya. Pemecatan ini berbuntut ambruknya pemerintahan koalisi. PM Shamir kena mosi tak percaya Knesset. Peres, yang diberi kesempatan oleh Presiden Israel Chaim Herzog untuk membentuk pemerintahan baru, tersandung suara berimbang di parlemen. Konon, banting setirnya dua rabi anggota parlemen secara mendadak itu karena pengaruh tokoh Yahudi pemimpin sekte Lubavitcher Hassidic di AS. Rabi ortodoks Menchem Mendel Schneerson, yang bermukim di New York dan disebut-sebut sebagai king maker dalam panggung politik Israel, kabarnya tidak suka dengan garis politik Peres. Rabi Schneerson, yang sangat berpengaruh pada kubu ortodoks, rupanya ingin menunjukkan kekuatannya dengan "mempermalukan" Peres. Peres memang telak terpukul. "Yang membuat saya gusar yakni mereka baru mengumumkan keputusannya pagi ini," katanya. Toh Peres, yang mendapat perpanjangan waktu dua minggu untuk membentuk kabinet dari Presiden Herzog, masih berharapan, "Rabi Verdiger dan Mizchari dapat kembali berubah pikiran." Tapi banyak pengamat politik berpendapat Peres bakal gagal, dan akan tamat karier politiknya. Jalan keluar satu-satunya untuk menyelamatkan Buruh dari kegagalan, menurut para pengamat, yakni menggeser Peres dari ketua Partai Buruh dan memberi kesempatan pada Yitzhak Rabin, yang disebut-sebut paling pantas menggantikan pos Peres, untuk membentuk pemerintah baru. Konon, Rabin, bekas menteri pertahanan yang populer, lebih bisa diterima oleh kubu Kanan. Selain itu, sejumlah rabi mengimbau agar Buruh dan Likud berdamai, dan kembali membentuk pemerintah koalisi "persatuan" seperti dulu. Ini, kata mereka, untuk menyelamatkan Israel dari krisis politik yang tak ketentuan kapan berakhirnya. Tapi banyak pihak di Israel menyalahkan sistem pemilihan di Israel sebagai biang keladi krisis politik kini. Mengapa tak memilih perdana menteri secara langsung, kata sekitar 150.000 demonstran yang menuntut perubahan sistem pemilihan, Sabtu dua pekan lalu. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus