Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati setahun kudeta militer terhadap Pemerintah Myanmar, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada 1 Februari 2022 mengeluarkan pernyataan. Kementerian Luar Negeri RI atas nama Indonesia mengecam tindakan kudeta tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebagai keluarga, ASEAN telah mengulurkan bantuan, melalui 5PC (five-point consensus). Sangat disayangkan, sampai saat ini tidak terdapat kemajuan signifikan terhadap pelaksanaan 5PC itu,” demikian keterangan Kementerian Luar Negeri RI.
Polisi menembakkan meriam air ke arah pengunjuk rasa yang melakukan unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 9 Februari 2021.[REUTERS / Stringer]
Indonesia mendesak agar militer Myanmar segera menindaklanjuti 5PC itu. Myanmar juga diminta segera memberikan akses kepada Utusan Khusus ASEAN agar bisa memulai kerjanya sesuai mandat para pemimpin ASEAN melalui 5PC.
Saat yang sama, Indonesia juga akan terus memberikan bantuan dan perhatian pada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar. Indonesia pun akan menghargai dukungan internasional terhadap 5PC ASEAN.
Pada 1 Februari lalu ketika Militer Myanmar mengambil alih pemerintahan dari Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Pengambilalihan dilakukan secara paksa, via kudeta, karena Militer Myanmar tidak menyetujui hasil pemilu yang memenangkan partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi.
Sejak saat itu, berbagai aksi kekerasan, pembunuhan, dan penangkapan terjadi di Myanmar. Jumlah korban meninggal mencapai 800 lebih, diikuti ribuan figur yang ditangkap untuk dijadikan tahanan politik.
ASEAN, pada April lalu, mencoba mengakhiri krisis itu dengan mengundang Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing ke Jakarta. Dalam pertemuan bersama dengannya, negara-negara ASEAN sepakat membentuk lima konsensus penyelesaian krisis Myanmar. Fokusnya ada pada pembebasan tahanan, penyelesaian kekerasan, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan mediasi segala pihak.
Sayangnya, sejak konsensus ditetapkan, penyelesaian krisis di Myanmar malah mandek. Tidak ada progress signifikan sejak April lalu. Hal itu salah satunya disebabkan oleh Militer Myanmar yang menganggap konsensus hanya sebagai rekomendasi dan baru akan mengimplementasikannya jika waktunya ideal menurut mereka.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.