Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situs kencan Ashley Madison diretas kelompok hacker The Impact Team. Kelompok ini lalu membeberkan secara bertahap, sejak akhir Juli lalu, data pengguna-nama beserta nomor telepon, alamat, data kartu kredit, bahkan fantasi seksual mereka. "Ini mimpi buruk. Saya tak tahu bagaimana menjelaskan ini kepada keluarga saya," kata seorang pengguna, pejabat Inggris yang tak disebut namanya, seperti dilansir Mirror, Rabu dua pekan lalu.
Kecemasan pejabat itu mewakili 1,2 juta orang Inggris lainnya, yang juga mendaftar di situs tersebut. Ashley Madison bukan situs kencan biasa. Sesuai dengan jargonnya, "Hidup itu singkat. Berselingkuhlah", penggunanya adalah pria dan wanita yang sudah menikah tapi berniat tak setia. Diluncurkan pada 2001, Ashley Madison berbasis di Kanada dan beranggotakan 39 juta orang di 53 negara. CNN menyebutnya "Facebook bagi tukang selingkuh". Meski pendaftaran masuknya gratis, selanjutnya pengguna harus berinvestasi US$ 400 (sekitar Rp 5,6 juta) untuk berkenalan dengan pasangan selingkuh mereka.
Kelompok peretas The Impact Team menuntut perusahaan induk Ashley Madison, yaitu Avid Life Media (ALM), agar menutup situs itu. Mereka menuduh Ashley Madison menipu pengguna dengan menciptakan banyak akun perempuan fiktif, karena 90 persen pengguna adalah laki-laki.
Kebohongan lain yang dituduhkan adalah soal pungutan biaya 15 pound sterling jika pengguna ingin menghapus akun. Menurut The Impact Team, dalam kenyataannya, akun tak bisa benar-benar dihapus. "Kami sudah menjelaskan kecurangan, penipuan, dan kebodohan ALM beserta anggotanya. Sekarang semua orang harus melihat data mereka," demikian pernyataan kelompok itu. ALM menolak tuntutan ini. Pada Juli lalu, mereka sadar situsnya sudah diretas.
Lewat data 10 gigabita yang dibeberkan The Impact Team, terungkap pengguna Ashley Madison dari beragam profesi, seperti hakim, jaksa, pengacara, profesor perguruan tinggi, selebritas Hollywood, guru, bahkan pegawai Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Vatikan. Tak ketinggalan anggota parlemen Inggris serta pejabat pemerintah dan militer Amerika Serikat. Banyak di antara mereka menggunakan e-mail resmi kantornya.
Inspektur Kepolisian Toronto Bry Evans menyebut peretasan ini adalah salah satu yang terbesar di dunia. "Ada pengaruh sosial di balik peretasan ini, terkait dengan keluarga, anak-anak, dan para istri ataupun suami pengguna," ujarnya, seperti dilansir ABC, Senin pekan lalu.
Seorang pengguna yang identitasnya dibocorkan di Los Angeles menggugat Ashley Madison. Pria yang merahasiakan namanya ini menjadi anggota sejak Maret 2012. Setelah membuat username dan password, dia mengirimkan informasi pribadi serta foto karena yakin pada janji kerahasiaan dan keamanan pengguna. Dalam dokumen gugatannya, pria itu mengaku kini mengalami tekanan emosional. "Ini informasi yang sangat pribadi dan memalukan," katanya, seperti dilaporkan LA Times, Selasa pekan lalu.
Ada reaksi yang lebih parah: setidaknya seorang pengguna di Kanada dilaporkan melakukan bunuh diri. Identitasnya tak diungkap ke publik. Seorang lagi yang juga nekat menghabisi nyawanya adalah polisi di San Antonio, Texas, Kapten Michael Gorhum. Dia menarik pelatuk pistolnya sendiri pada Kamis dua pekan lalu. Belakangan, diketahui alamat surat elektronik kantor Gorhum terkait dengan akun di situs Ashley Madison.
Direktur Eksekutif Ashley Madison, Noel Biderman, menyebutkan dalang peretasan ini adalah orang dalam perusahaan. Dia berjanji segera menemukan pelakunya. "Kami siap memberikan konfirmasi mengenai pelaku, yang sayangnya telah memicu publikasi massal ini."
Atmi Pertiwi (mirror, Cnn, Abc, La Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo