Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEDAN berat dan terbuka di Sungai Kilo, Pegunungan Langka, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tidak menyurutkan niat para personel Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menggelar operasi pada Rabu petang dua pekan lalu. Dipimpin Inspektur Satu Bryan Theopani Tatontos, mereka menyeberangi sungai selebar sepuluh meter dengan kedalaman satu meter.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan dari atas sungai. Sesaat kemudian, berondongan peluru mengunci para polisi yang juga bersenjata lengkap itu. Baku tembak terjadi selama 40 menit. "Pergerakan pasukan Bryan sudah diintai mereka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian RI Komisaris Besar Suharsono, Kamis pekan lalu.
Perut Bryan tertembak. Jarak ke perkampungan terdekat mencapai lima kilometer. Evakuasi dalam gelap di bawah hujan deras itu terhalang serangan tembakan lawan. Karena lambat mendapat penanganan, nyawa Bryan tak tertolong. Esok harinya, jenazah Bryan diterbangkan ke tanah kelahirannya di Manado, Sulawesi Utara.
Ketika baku tembak meledak, regu Bryan hendak bergantian tugas dengan tim lain. Mereka membawa jasad Bado, anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur, yang dipimpin Santoso, dan setumpuk barang bukti yang ditemukan.
Bado alias Abu Urwah alias Osama lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan. Ia sudah lama masuk daftar buron. Sejak sekitar 15 tahun lalu dia menetap di Poso, tepatnya di Dusun Uweralulu, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir. "Dia menghilang tiga tahun lalu," ujar Nurifa, istri Bado. Mayat Bado ditemukan regu Bryan di Pegunungan Langka, setelah dua hari sebelumnya terjadi kontak senjata di Gunung Auma, Desa Trimulya, sekitar dua kilometer dari air terjun Sungai Kamalera.
Di Auma, polisi mendapati kamp pelatihan kelompok teroris Santoso. Disita pula sejumlah barang bukti, di antaranya satu senjata laras panjang antitank M160 merek Beretta, senjata api rakitan, peluru, 28 bom pipa, buku perang jihad, laptop, dan handycam. "Ditengarai itu bantuan dari ISIS," kata Kepala Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Kamis pekan lalu.
Aksi penangkapan di Poso Pesisir Utara sebelumnya digeber oleh dua peleton personel Brimob di Dusun Gayatri, Desa Maranda, pada Mei lalu. Mereka menyerbu tujuh pria anak buah Santoso yang hendak mengambil logistik. Seorang kurir telah menanti di sebuah tempat sekitar 45 kilometer dari arah Kota Poso. Baku tembak mengakibatkan Aziz Masamba alias Papa Syifa, 27 tahun, dan Eno Lape alias Ano, 30 tahun, keduanya warga Poso, tewas.
Kelompok Santoso juga kehilangan jagoannya, yakni Daeng Koro, yang punya nama asli Sabar Subagyo alias Mas Koro. Dia tewas dalam baku tembak di wilayah pegunungan Desa Sakinah Jaya, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong, pada 3 April lalu. Daeng Koro adalah desertir tentara yang lebih senior daripada Santoso dan disebut-sebut sebagai panglima perang.
Operasi polisi pada 17 Agustus tadi adalah bagian dari rangkaian penangkapan di sejumlah wilayah menjelang hari ulang tahun kemerdekaan ke-70. Lima hari sebelumnya, Detasemen Khusus 88 meringkus Sugiyanto alias Gento, Yuskarman, dan Ibaddurahman alias Ali Robani alias Ibad di Solo. Tiga warga Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, ini diketahui merencanakan penyerangan kantor polisi dan sejumlah tempat ibadah pada 17 Agustus.
Ketiganya pernah aktif di kelompok Sigit Qordowi, yang tewas di tangan Densus 88 di Sukoharjo pada pertengahan Mei 2011. Polisi juga menyita antara lain material bom, 21 rangkaian switcher, serta bendera dan kaus Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Kelompok inilah yang menyerang kantor polisi di Solo pada Agustus 2012 dan menewaskan Brigadir Kepala Dwi Data Subekti. Mereka diduga berbaiat setia kepada ISIS pada 2013. "Ibad memiliki hubungan dengan seorang WNI di Suriah," ujar Kepala Polda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Noer Ali.
Penangkapan juga dilakukan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, terhadap jaringan Santoso, yang sudah resmi bergabung dengan ISIS. Pria berinisial Br alias SG alias MY alias RM dicokok pada 11 Agustus lalu, sedangkan Fr alias BB alias FD empat hari kemudian. Mereka asal Bima dan hanya transit di Sulawesi Tenggara. Menurut Suharsono, mereka ikut latihan tadrib asykari (latihan perang) dan terlibat pembunuhan dua polisi.
MARKAS Mujahidin Indonesia Timur di lereng Gunung Biru, Kabupaten Poso, lebih dari 900 meter di atas permukaan laut, hanya dihuni 39 orang, 2 di antaranya perempuan. "Mereka istri Santoso dan Ali," kata Anton Charliyan.
Di antara para anggota mujahidin lokal itu, ada lima warga negara asing dari suku Uighur. Seorang petugas antiteror mengatakan kedatangan mereka menjadi rekrutmen anggota ISIS dan membantu perlawanan Santoso. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan membenarkan soal ini. "Ada laporan intelijen yang mendeteksi masuknya orang asing ke Poso," ujarnya.
Menurut petugas tadi, ada lima orang Uighur di Gunung Biru. Mereka sekelompok dengan empat orang Uighur yang ditangkap pada 13 September tahun lalu di Poso ketika akan menuju gunung, yakni A. Basyit, A. Bozoghlan, A. Bayram, dan A. Zubaidan.
Para tersangka ini warga negara Turkistan, yang berbatasan dengan Cina di Asia Tengah. Menggunakan paspor palsu Turki, mereka dibantu tiga anak buah Santoso masuk ke Indonesia melalui Malaysia ke Jakarta, Surabaya, Makassar, kemudian Poso melalui jalur darat. Tiga anak buah Santoso yang ikut dibekuk adalah Saiful, Irfan, dan Yudit. "Mereka penghubung dengan jaringan ISIS di luar negeri," kata aparat tadi.
Polisi juga sudah mengantongi bukti aliran bantuan dari ISIS ke Poso. Bukti didapat antara lain dari pengakuan para tersangka yang sudah ditangkap, proposal permintaan bantuan, dan data pesan pendek di telepon seluler milik tersangka. Menurut Anton, salah satu pesannya berbunyi: "Terima kasih. Logistik sudah diterima".
Kondisi keamanan di Poso makin menjadi sorotan menjelang acara internasional Sail Tomini 2015 di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah, mulai awal September. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir dalam acara puncak pada 19 September nanti. Pemerintah tak ingin perhelatan dirusak serangan kelompok ISIS.
Maka, pada Kamis sore pekan lalu, Menteri Luhut bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti di Markas Besar Polri, bilangan Kebayoran, Jakarta Selatan. Kepolisian dan militer dipastikan menggelar operasi gabungan di Poso untuk menumpas kelompok Santoso menjelang acara Sail Tomini. "Jangan sampai kita dipermalukan," ucap Komisaris Besar Suharsono.
Dia merahasiakan waktu pelaksanaan dan jumlah anggota pasukan gabungan yang bakal dikerahkan. Namun, di kalangan petinggi kabinet, operasi gabungan bisa dilaksanakan mulai pekan ini atau awal September.
Soal anggota pasukan, Suharsono hanya menyatakan jumlahnya cukup untuk mengatasi medan berat seluas 1.800 kilometer persegi. Wilayah pergerakan kelompok Santoso hingga ke kawasan hutan tetangga Poso, yaitu Kabupaten Parigi Moutong, Bendungan Sausu, Gunung Sakinah Jaya, dan Kebun Kopi.
Selama ini kepolisian kerepotan menembus pertahanan Santoso. Polisi berdalih kondisi alam yang berat dan dukungan alat komunikasi yang jadi penyebab. Baterai alat komunikasi tak mampu bertahan lama dalam operasi.
Pasukan Pemukul Reaksi Cepat Tentara Nasional Indonesia juga telah menggelar operasi sejak akhir Maret lalu, dengan menyebutnya sebagai latihan tempur menjelang Sail Tomini 2015. "Operasi dan latihan TNI hingga ribuan orang juga belum bisa menyelesaikan persoalan," ujar Badrodin.
Jobpie Sugiharto (jakarta), Amar Burase (poso)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo