Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Siasat Para Pemburu Rubah

Dari 100 orang yang paling dicari Cina, 33 diduga bersembunyi di Amerika. Operasi Fox Hunt juga sempat memicu protes Australia.

31 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zheng Jiefu, pengembang properti asal Cina yang tinggal di Australia, merasa ada yang aneh dalam beberapa hari belakangan. Pada suatu malam April lalu, mobil Mitsubishi yang tak dikenal terparkir tak jauh dari depan pintu rumahnya di Brighton. Sebelumnya, ia dibuntuti selama sekitar dua jam saat di area pantai Melbourne. "Tapi saya tak ingin menelepon polisi Australia karena saya tidak tahu siapa yang mengirim mereka," kata Zheng.

Dalam wawancara kepada media Australia, The Age, April lalu, Zheng merasa ada yang mengincarnya. Tapi ia tak tahu apakah itu agen yang dikirim Presiden Cina Xi Jinping, yang tergabung dalam Operasi Memburu Rubah (Operation Fox Hunt), atau pihak lain yang memburunya. Zheng, yang memiliki aset sekitar US$ 40 juta di Australia, tinggal di Negeri Kanguru setelah mengunjungi Melbourne untuk menghadiri wisuda anak perempuannya pada 2008, tapi memutuskan tidak kembali ke negaranya.

Kekhawatiran Zheng mungkin mewakili perasaan banyak orang kaya dan eks pejabat korup Cina di luar negeri. Pengintaian dan "intimidasi" seperti yang dialaminya adalah siasat dan taktik yang diduga dipakai agen-agen Beijing terhadap orang yang berada dalam daftar incaran. Pemerintah Cina mengumumkan setidaknya ada 100 nama "orang paling dicari" di luar negeri, yang sebagian besar diyakini berada di Australia, Amerika Serikat, dan Kanada.

Di Amerika, para agen di bawah komando Kementerian Keamanan Publik Cina itu beraksi dengan menyamar. Mereka menggunakan visa turis atau dagang saat masuk ke Amerika. Pemerintah Barack Obama tak senang dengan ulah para agen itu sehingga secara resmi memperingatkan Beijing, pertengahan Agustus lalu. Menurut The New York Times, sikap keras ini mencerminkan kemarahan yang memuncak di Washington tentang "taktik intimidasi" para agen negara berpenduduk 1,3 miliar itu.

****

PERANG melawan korupsi merupakan kampanye utama Xi Jinping saat mulai menjabat. Sehari setelah ia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina pada 2012, yang kemudian diikuti pemilihannya sebagai presiden pada 2013, ia menyatakan "tak mentoleransi" korupsi. Setahun kemudian, Xi memulai operasi bersandi Fox Hunt 2014. Berlangsung sejak pertengahan tahun sampai 31 Desember, operasi itu berhasil menjaring 680 pejabat korup dan menyeret pulang tersangka kejahatan ekonomi dan mengadilinya.

Perang antikorupsi Xi di tengah lesunya ekonomi sempat menjadi perdebatan publik. Namun Xi berdalih dengan mengatakan bahwa gerakan antikorupsi tak akan mempengaruhi pembangunan ekonomi. "Sebaliknya, itu akan menyehatkan pertumbuhan," kata Xi di depan anggota parlemen nasional dari Provinsi Jiangxi, Maret lalu. "Korupsi adalah kanker untuk pembangunan ekonomi, dan gerakan antikorupsi untuk menghapus sel kanker itu," ujar penasihat politik Li Daokui, seperti dilansir Xinhua.

Setelah sukses menggelar Operasi Fox Hunt 2014 dan menjerat sejumlah pejabat "kelas macan" di dalam negeri, Xi Jinping memperluas jangkauan perangnya. Dalam sebuah pidato pada Januari lalu, Xi mengatakan Cina akan menempatkan "jaring di langit dan di bumi untuk memastikan pejabat korup tidak bisa memiliki tempat persembunyian aman". Pemerintah mencanangkan operasi bersandikan Sky Net pada Maret lalu. Dalam pepatah Cina, istilah ini berarti "mereka yang bersalah tak pernah bisa lepas dari jaring keadilan Tuhan". Sebagai bagian dari operasi itu, Kementerian Keamanan Publik Cina resmi memulai Operasi Fox Hunt 2015 pada 1 April lalu.

Pada bulan yang sama, Cina merilis nama 100 orang yang paling dicari dan mengirim daftarnya ke Interpol. Adapun jumlah riil yang dicari lebih banyak, sebagian besar diyakini berada di Amerika. Liao Jinrong, Direktur Jenderal Biro Kerja Sama Internasional di Kementerian Keamanan Publik, mengatakan kepada China Daily bahwa "Amerika telah menjadi tujuan utama bagi buron Cina yang lari dari hukum". Liao mengatakan ada lebih dari 150 buron ekonomi Cina di Amerika, sebagian besar adalah pejabat korup.

Seorang di antara buron yang dimaksud Liao adalah Yang Xiuzhu, mantan Wakil Wali Kota Wenzhou, Provinsi Zhejiang, yang dituduh menerima suap US$ 41 juta. Dia kabur dari Cina pada 2003, tak lama setelah pihak berwenang mulai menyelidikinya. Pada Mei 2014, Yang ditahan di Belanda dan bersiap dikembalikan ke Cina. Ia berhasil kabur dan pergi ke Amerika. Tapi ia ditahan petugas imigrasi Amerika pada Juni 2014 karena mencoba masuk dari Kanada menggunakan paspor palsu.

Badan Imigrasi dan Bea-Cukai Amerika menangkapnya dan menjeratnya karena pelanggaran "ketentuan visa" dan meminta pengadilan mendeportasinya ke Cina. Hong Lei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, mendesak Amerika memulangkan Yang "sehingga ia bisa diproses hukum".

Amerika dan Cina tak memiliki perjanjian ekstradisi. Tapi bukan berarti tak ada preseden. Pada 2004, Amerika setuju mengekstradisi mantan pejabat bank Cina, Yu Zhendong, setelah menerima janji bahwa Yu tak akan disiksa atau dieksekusi, dan deportasinya akan dilakukan setelah Yu terbukti melakukan kecurangan melalui persidangan di pengadilan Amerika.

Selain Yang, buron Cina yang menghadapi proses hukum di Amerika adalah Qiao Jianjun. Menurut The Diplomat, Qiao berada di nomor tiga dalam daftar orang paling dicari Cina. Qiao memasuki Amerika pada 2011 bersama mantan istrinya, Zhao Shilian. Zhao sejak itu ditahan atas tuduhan berbohong dalam aplikasi visanya untuk melakukan pencucian uang. Qiao, meski didakwa atas tuduhan yang sama, lolos dari penangkapan dan keberadaannya tidak diketahui.

Qiu Gengmin adalah nama lain dalam daftar 100 buron itu. Ia menghadapi pengadilan di Amerika atas tuduhan pencucian uang. Pengacaranya mengatakan kepada The New York Times bahwa Qiu diburu pemerintah Cina karena memimpin gerakan pro-demokrasi, karena itu ia mencari suaka politik di Amerika. Dua tersangka lain adalah Yejun dan istrinya, Huang Hong, yang diadili karena dugaan menyalahgunakan dana publik. Ia ketahuan tinggal di Florida setelah ada gugatan perdata dari rekan bisnisnya.

Selain mereka, ada nama lain: Ling Wancheng, saudara Ling Jihua, bekas pembantu mantan Presiden Cina Hu Jintao. Keberuntungan Ling berakhir setelah anak Ling tewas dalam kecelakaan mobil Ferrari pada Maret 2012 seusai pesta. Di dalam mobil itu ada dua wanita setengah telanjang. Salah satunya kemudian tewas. Setelah itu, bintang Ling terus meredup. Ia kemudian mulai diselidiki pada 2014 dan ditangkap pada April lalu. Ling menghilang pada Oktober 2014, diduga kabur ke Amerika.

Pejabat Amerika memastikan Ling berada di Amerika. Ia dilaporkan memiliki sebuah rumah senilai US$ 2,5 juta di kaki bukit Sierra Nevada di California dan mungkin mencari suaka di Amerika. Ia diduga memiliki informasi yang bisa merusak reputasi Cina, yang pada gilirannya itu akan berguna bagi intelijen Amerika, CIA. Itulah sebabnya, kata mantan analis CIA, Christopher Johnson, mengapa Cina sangat menginginkan Ling Wancheng. Menurut The New York Times, Ling "mungkin memiliki informasi memalukan tentang pejabat dan mantan orang yang setia kepada Xi Jinping".

Liu Dong, Direktur Operasi Fox Hunt, mengatakan agen Cina harus mematuhi hukum lokal di luar negeri dan mereka bergantung pada kerja sama dengan polisi di negara-negara lain. Namun ia menambahkan, "Prinsip kami begini: entah ada kesepakatan entah tidak, asalkan tersedia informasi bahwa ada seorang tersangka kriminal, kami akan mengejarnya ke sana. Kami akan melaksanakan tugas kami terhadap mereka, di mana saja."

Menurut The New York Times, para agen Beijing itu digambarkan sebagian besar masih muda, terampil, dan terlatih dikirim secara cepat ke berbagai tempat. "Dalam 49 jam, mereka dapat melakukan penangkapan di mana saja di dunia," kata sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu di Chinese Police Net, situs yang dijalankan Kementerian Keamanan Publik.

Prinsip kerja agen inilah yang memicu kemarahan Gedung Putih dan meminta Beijing menghentikan siasatnya untuk memulangkan para buron itu. Mark Toner, juru bicara Departemen Luar Negeri, menolak berkomentar tentang peringatan diplomatik tapi mengatakan bahwa "secara umum, agen penegak hukum asing tidak diizinkan beroperasi di Amerika Serikat tanpa pemberitahuan lebih dulu kepada Jaksa Agung".

Pada Desember tahun lalu, dua polisi Cina diketahui beroperasi di Australia tanpa izin otoritas lokal. Mereka melakukan perjalanan ke Melbourne dari Provinsi Shandong untuk mengejar seorang warga Cina yang dituduh menerima suap. Para pejabat Australia segera memanggil diplomat Cina di Canberra dan di Beijing untuk menyampaikan protes. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Australia mengatakan, "Pemerintah diyakinkan oleh pihak berwenang Cina bahwa tidak akan ada pengulangan dari tindakan itu."

Li Gongjing, kapten di Divisi Kejahatan Ekonomi dari Biro Keamanan Umum Shanghai, menjelaskan pendekatan agen "pemburu rubah" itu dalam sebuah wawancara dengan majalah Xinmin Weekly, November 2014. "Buron itu seperti layang-layang terbang," kata Li. "Meskipun dia di luar negeri, talinya ada di Cina. Dia selalu dapat ditemukan melalui keluarganya."

Abdul Manan (The Age, The Diplomat, The New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus