Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Pertaruhan di negeri yang panas

Suasana di libanon terus menghangat. ini berkaitan dengan krisis sandera. pihak hizbullah bertanggung jawab atas semua kerusuhan & menuntut dibebaskannya syekh abdul karim obein.

19 Agustus 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA, lebih dari sekadar ancaman menggantung sandera, pihak Hizbullah melancarkan serangan nyata. Ketika sebuah konvoi pasukan Israel melintasi desa Qleiaa di Libanon Selatan. Rabu pekan lalu, tiba-tiba sebuah pick-up yang, rupanya, sudah menunggu meluncur kencang dari arah berlawanan. Lalu gelegar, dalam sekejap pick-up berantakan. Harap maklum, kendaraan itu berisi 200 kg bahan peledak. Sopir dan seorang penumpang pick-up tewas. Di pihak yang ditabrak, lima serdadu Yahudi dan seorang tentara Libanon Selatan luka parah. dua di antaranya langsung sekarat. Kemudian diketahui bahwa salah seorang di dalam pick-up itu bernama Syekh Assad Bero, sobat dekat Syekh Abdul Karim Obeid - pemimpin Hizbullah yang diculik Israel 12 hari sebelumnya. "Operasi ini bukan yang pertama. Dan tak akan menjadi yang terakhir," ujar Syeikh Sobhi Tofeili ulama yang paling disegani di kalangan warga Hizbullah tentang serangan bunuh diri itu. Dan memang, gaya serangan Assad Bero mendapat dukungan berbagai pihak. Perlawanan Islam (Pl), organisasi induk dari semula gerakan Syiah pro-Iran di Libanon, termasuk Hizbullah, mengaku sebagai pihak yang bertanggung jawab. Perdana Menteri Libanon Selim Hoss juga menyatakan komentar yang nadanya menyokong. "Operasi bunuh diri ini mengingatkan akan bahaya pendudukan Israel terhadap sebagian wilayah Libanon," katanya. Seperti diketahui, sejak 1985 Israel menduduki sebagian wilayah Libanon Selatan di sepanjang perbatasan Israel-Libanon. Alasan Israel, zone itu diperlukan untuk meredam serangan-serangan gerilyawan Palestina dari Libanon - alasan yang sulit dipahami. Benar, sebagian besar dari 3.000 anggota Hizbullah diduga bermukim di ini. Tapi sebelum 1985, baru sekali tercatat Hizbullah menyerang markas Israel di Tyre, Libanon Selatan. Selama dua tahun itu, yang banyak digasak kelompok bersenjata Partai Allah (Hizbullah) ini adalah pihak AS. Justru sejak Israel bercokol di wilayah ini hingga tahun ini, sudah 15 kali Hizbullah melakukan serangan gerilya - belum termasuk serangan Syekh Bero, pekan lalu itu. Dari sudut lain, tampaknya pick-up yang sengaja diledakkan itu menandakan upaya perundingan tukar-menukar sandera antara Hizbullah dan Israel (dan AS) lewat pihak ketiga - Syria dan Iran - mentok. Kemungkinan besar hal itu ada hubungannya dengan penolakan Presiden Bush untuk mencairkan semua kekayaan Iran di AS. sebagai imbalan usaha Iran membebaskan semua sandera asing di libanon. Kekayaan Iran--bernilai sekitar US$ 12 milyar - itu dibekukan oleh Washington sejak 1979. ketika mahasiswa Iran menyandera Kedubes AS di Teheran. Menurut Bush, Amerika tak akan menyetujui pembebasan sandera dengan tukaran apa pun. "Itu hanya akan menyebabkan terorisme tambah berkembang," kata Presiden AS itu, seperti disiarkan BBC. radio Inggris. Tampaknya Washington tak mau terjebak lagi dalam skandal semacam Irangate, yang membuat bekas Presiden Ronald Reagan dikecam keras oleh kawan dan lawan. Skandal itu menyangkut pencairan sejumlah senjata yang dibeli oleh Syah Iran, sebagai imbalan pembebasan 3 sandera AS dari Libanon pada 1985-1986. Kemacetan kerja sama Washington Teheran itu membuat Syria jadi tak opimistis lagi. Rabu pekan lalu, dalam wawancara dengan stasiun TV CNN. New York, Menteri Luar Negeri Syria arok Ash-Shara bilang. "Pembebasan sandera ashig dari Libanon tak hanya tergantung kepada kami." Padahal. sebelumnya. Syria menyatakan siap menjadi mediator pembebasan para sandera. Selasa pekan lalu. misalnya, ratusan tentara Syrkl diperintahkan berpatroli di seputar kawasan Lembah Bekaa - untuk menemukan tempat para sandera disekap. Bisa ditafsirkan, kenekatan Bero sebagai usaha untuk menekan AS agar mau memenuhi kehendak Iran. Hizbullah memang gerakan Syiah Libanon yang sangat dekat dengan Iran. Pada 1982, misalnya, Iran mengirimkan pasukan Pasdaran untuk membantu Hizbullah (dan PLO) ketika pecah perang PLO--Israel. Maka, sekenario sementara di Libanon Selatan kini: suasana akan bertambah genting. Rupanya AS tak akan mundur selangkah pun dari sikapnya "tak bersedia melakukan tukar menukar apa pun dengan pihak penyandera". Di pihak kubu Hizbullah, meski bersedia melepaskan semua sandera Barat bila tukaran sesuai dengan tuntutan, 3 tentara Israel yang ditangkap Hizbullah - disebut-sebut sebagai yang akan ikut dilepaskan. Padahal, Isreal juga tegas: tanpa 3 serdadunya, Obeid tak akan dilepaskan. Maka, meski Israel memiliki angkatan bersenjata yang terkuat di wilayah Timur Tengah, meski 36 kapal perang AS kini siap tempur di kawasan Mediterania, pihak Syiah radikal di Libanon tak akan kcna gertak. Mereka bukan kelompok kemarin sore yang mudah ditakut-takuti dengan todongan moncong meriam. Pasukan bunuh diri Hizbullah sudah membuktikan kenekatannya. Pada 18 Alril ]983, umpamanya. truk bermuatan bom menghajar Kedubes AS di Beirut, menewaskan 30 orang. Lebih hebat daripada itu, 23 Oktober 1983,dalam waktu hampir bersamaan, terjadi dua serangan serupa. Korbannya: 241 marinir AS, dan 58 anggota pasukan para Prancis. Sedikit angin pengusir panas muncul Jumat pekan lalu. Dalam khotbah salat Jumat, Omar Syeikh Mohamad Husein Fadlalah, pemimpin spiritual Hizbullah, menawarkan diri untuk membantu negara-negara Barat membebaskan para sandera sandera di Libanon. Dengan syarat, mereka juga harus membantu pembebasan warga Palestina dan Libanon dari penjara Israel. Tawaran Fadlalah memang tampak sangat serius. Sebab, khotbah itu diucapkan masih dalam rangka memperingati Asyura, hari suci kaum Syiah untuk memperingati Husein, cucu Nabi Muhammad yang tewas dibantai oleh bani Umawiyah ketika hendak merundingkan perdamaian. Juga dikabarkan, meski tawaran Presiden Ali Akbar Rafsanjani ditolak oleh Presiden Bush, ada jalur yang menghubungkan AS-Iran secara tak langsung. Lewat Pemerintah Swiss, pembicaraan perundingan langsung wakil Iran dan AS dibicarakan. Hasilnya, Kamis pekan lalu, corong politik luar negeri Presiden Rafsanjani, surat kabar The Tehran Times, mengabarkan bahwa perundingan AS-Iran akan dilakukan dengan perantara Menteri Luar Negeri Pakistan Sahabzada Yaqub Khan. Untuk tawaran ini juru bicara Gedung Putih Marlin Fitzwater menyambut hangat, "Kami bahkan membuka pintu bagi perundingan langsung Washington-Teheran. "Dengan kalimat lain, wakil AS sudah siap untuk bertemu langsung dengan wakil Iran. Sikap lunak AS, agaknya, terkait dengan situasi yang dihadapi Rafsanjani. Menurut sumber-sumber di Teheran, kubu garis keras kini melancarkan serangan politik besar-besaran agar mendapatkan posisiposisi strategis di dalam kabinet. Serangan itu terutama berkisar pada masalah kesulitan ekonomi. Maka, jika AS berhasil memanfaatkan krisis Obeid dengan memperingan beban ekonomi Iran, Rafsanjani bakal selamat. Dan itu bisa berarti, meski sedikit, pemulihan pengaruh AS di Iran. Tampaknya, Tel Aviv melihat kemungkinan itu. Barangkali itu sebabnya belum ada bom Israel yang diledakkan sebagai pembalasan terhadap kenekatan serangan bunuh diri Syekh Assad Bero. Perdana Menteri Yitzhak Shamir bahkan memberi jaminan kepada Bush bahwa segala tindakan Israel tak akan lepas dari koordinasi Washington. Itu berarti, seperti kata Bush, pihak Barat tak akan menggunakan kekerasan. Bahkan Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin menyambut baik seandainya "Palang Merah Internasional menjadi juru runding resmi." Dalam pernyataan untuk saling tampil dengan wajah damai ini, tentu saja tak disebut-sebut tuntutan dan keberatan masing-masing. Seperti sudah disebutkan, Israel menuntut pembebasan tiga serdadunya. Justru ketiga tentara Yahudi itu tak disebut-sebut oleh Iran maupun yang lain-lain. Yang kemudian mengembalikan suasana jadi panas adalah berita dari Teheran. Senin pekan ini Radio Teheran menyiarkan pernyataan pemimpin spiritual Iran Ali Khamenei. Dan sungguh berbeda dengan nada pernyataan Rafsanjani, Khamenei mensyaratkan hal lain sebagai imbalan diadakannya pembicaraan mengenai tukar-menukar sandera. Yakni, Amerika Serikat harus mencabut dukungannya terhadap Israel. Khamenei kembali mengungkit-ungkit tuduhan Iran, seperti dulu pernah dilontarkan Ayatullah Khomeini. Katanya, bila Amerika masih menjalankan "politik kotornya yang menipu, palsu, dan selalu bikin gara-gara, selalu mendukung Israel yang jahat, menembak jatuh pesawat sipil, dan menyita kekayaan negeri kami, Iran tak akan membuka pembicaraan atau hubungan dengan Amerika." Setengahnya Khamenei menuduh bahwa Amerika sebenarnya mendukung penculikan Syekh Obeid oleh Israel. Dan peristiwa itulah sebenarnya yang jadi pemicu munculnya krisis penyanderaan kini. Pihak AS, lewat juru bicara Gedung Putih, tak bersedia menanggapi hujatan Khamenei. Yang tampaknya bakal merepotkan perundingan tukar-menukar sandera, awal pekan ini pula terbit kabar bahwa Syekh Obeid kepada interogatornya mengatakan bahwa dua dari tiga serdadu Israel yang diculik sebenarnya sudah meninggal. Maka, seperti kata Fitzwater, juru bicara Gedung Putih itu, perundingan bisa berlarut-larut, bukan cuma beberapa minggu tapi bulan - dan tentu dalam suasana yang panas dan tegang. Krisis sandera masih panjang.Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus