Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepalanya botak. Dadanya yang dulu membusung kini rata. Toh tubuh yang telah loyo oleh kesusahan hidup tak meredupkan semangat Hassan Mehdi Mohammed untuk mengikuti referendum di seantero Irak pada Sabtu, 15 Oktober lalu. Pagi-pagi, dia bergegas ke sebuah sekolah di Adhamiyah, Bagdad. Di gedung sekolah yang telah ringsek itulah tempat pemungutan suara (TPS) disiapkan bagi warga sekitar. Penduduk Adhamiyah didominasi kaum Arab Sunni ortodoks yang menolak referendum berikut konstitusi baru Irak. Tapi Mehdi Mohammed jalan terus.
Dia bekas aktivis nasionalis Arab. Kaki kirinya tertembak 40 tahun silam tatkala unjuk rasa melawan diktator Irak Saddam Hussein. Referendum ini ibarat pertempuran terakhir bagi Mehdi, 73 tahun. Ia melangkah ke tempat pencoblosan dengan keyakinan penuh bahwa konstitusi inilah yang akan membelah Irak selamanya. ”Saya memilih untuk membuktikan kami masih satu bangsa: Sunni dan Syiah,” katanya dengan gagah.
Akhir pekan itu merupakan hari penuh amarah, putus asa, penyesalan serta harapan di Adhamiyah. Banyak pemilih di lingkungan itu menyatakan kebencian mereka terhadap konstitusi. ”Kami menentang Irak terbelah,” ujar Nuha al-Moktar, salah satu pemilih. Sebagian besar pemilih di Adhamiyah menyatakan ”tidak” terhadap konstitusi baru Irak.
Tercatat 20 persen dari 15,5 juta pemilih Irak menjawab ”tidak”. Tapi hasil sementara referendum di 10 daerah pemilihan menyatakan pada ”ya” terhadap konstitusi.
Sebenarnya, konstitusi dapat disahkan dengan suara mayoritas sederhana, kecuali dua pertiga pemilih di tiga provinsi menolaknya. Kondisi terakhir ini yang mendorong komunitas Arab Sunni berbondong-bondong mencoblos di Salahuddin, Nineveh, dan Diyala. Mereka berharap ada keajaiban yang mengurangi partisipasi kaum Syiah dan Kurdi di tiga provinsi. Dengan begitu, cukup bagi kelompok Arab Sunni mencapai persyaratan dua pertiga pemilih untuk menolak konstitusi.
Semula kelompok Sunni sepakat menolak referendum. Alasan mereka, konstitusi mempromosikan sistem federal yang memungkinkan kawasan kaya minyak di wilayah selatan (Syiah) dan utara (Kurdi) terpisah dengan entitas Irak. Pada saat terakhir mereka membatalkan seruan boikot dengan jaminan pasal konstitusi yang mereka tentang kelak bisa diamendemen.
Namun, perpecahan terjadi ketika kelompok moderat dari Partai Islam Irak meminta kaum Sunni mendukung konstitusi. Kelompok garis keras Asosiasi Cendekiawan Muslim meminta pendukungnya mencoblos ”tidak”.
Di seantero Irak, kalangan Arab Sunni memberi alasan bervariasi. Beberapa menyatakan mengikuti nasihat ulama. Yang lain mengeluh, Irak di bawah pemerintahan Syiah tenggelam dalam disintegrasi. ”Saya yakin federalisme malah memecah belah Irak,” ujar Basher Ahmed, 30 tahun, seorang buruh di Bagdad.
Pendapat mereka tak mencerminkan pendapat umum kaum Sunni. Qusay Abdel Rahman, misalnya, bergegas ke TPS sembari memboyong anaknya yang berusia 3 tahun ke TPS. Ibu muda ini mengatakan, ”Saya akan memilih ’ya’ untuk menjamin hak rakyat Irak.”
Menurut pemimpin Arab Sunni, mengadopsi konstitusi berarti menyodorkan pil pahit ke mulut kaumnya sendiri. Tapi proses politik juga akan membuka peluang berperan tanpa kekerasan. ”Yang penting rakyat kami memilih, tak peduli ancaman kekerasan,” kata Adnan al-Duleimi, politisi senior Arab Sunni.
Soal lain, gangguan pejuang militan Irak yang tadinya sempat dikhawatirkan ternyata tak terjadi pada saat pencoblosan. Tak ada serangan mortir terhadap tempat pemungutan suara. Kekerasan justru terjadi saat pengadilan terhadap Saddam Hussein digelar, Rabu pekan lalu. Walau begitu, para pengamat mengingatkan, sikap membisu pejuang Irak terhadap referendum tak bisa dengan serta-merta diartikan bahwa mereka menyetujui proses politik. Bisa jadi, akan ada ”kejutan” lain.
Raihul Fadjri (Washington Post, LA Times, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo