Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI masih pagi ketika serom-bongan pasukan berseragam m-i-liter mendobrak masuk Gereja Ka-tolik Our Lady Victory di Pesa-lai-, wilayah utara Sri Lanka. La-lu- senjata menyalak, granat dilempar-kan lewat satu jendela yang sengaja dibuka. Di dalam gereja ada 200 orang pen-duduk sipil tiarap ketakutan. Dan bum...! Lima orang tewas—salah satunya- perempuan berusia 70 tahun—dan 44 orang luka. Separuh korban dalam kondisi kritis. Lantai gereja merah dengan darah.
Sejumlah penduduk menyaksikan pa-ra- penyerbu mengenakan seragam pa-sukan Angkatan Laut dan Angkatan Darat Sri Lanka. ”Jika ini justru dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab terha-dap keamanan, ke mana lagi kami pergi?” ujar Mariyadas Loggu, 46 tahun. Seorang biarawati, Josephine, menggi-gil ketakutan. ”Kami bahkan tidak aman di gereja,” ujarnya.
Mariyadas, yang tangannya terluka aki-bat serangan itu, adalah salah satu dari 200 orang yang terpaksa mengungsi- ke gereja dan sekolah Katolik, ketika Angkatan Laut dan Angkatan Darat Sri Lanka menyerbu Pesalai, Sabtu pagi, 17 Juni lalu. Operasi militer ini sebagai serangan balasan atas meledaknya bus aki-bat ranjau darat dua hari sebelumnya, yang menewaskan 61 orang dan 45 orang cedera. Pemerintah Kolombo menuding kelompok separatis Pembebasan Macan Tamil Eelam (LTTE) sebagai pelaku.
Sia-sia LTEE membantah tuduhan itu. Pemerintah Sri Lanka mengirim kapal pemburu untuk menggasak pasukan laut Macan Tamil di lepas pantai Pesalai, dan pasukan Angkatan Darat membanjiri wilayah terpencil Mannar yang se-lama ini dikuasai pasukan Macan -Ta-mil Eelam.
Pintu perang antara LTEE dan peme-rintah Kolombo semakin terkuak sete-lah kesepakatan gencatan senjata pada 2002 beberapa kali terancam bubar. Ba-nyak- analis khawatir, perang sipil ha-bis-habisan di ambang pintu. ”Skala be-sar perang sudah dekat,” ujar Jehan Pe-rera, analis politik di Dewan Perdamai-an Nasional di Kolombo. Menurut Perera, perang tahap berikutnya akan terjadi ke-tika LTTE mengerahkan pasukan besarnya.
Bentrokan di lepas pantai Pesalai dan serbuan di Gereja Our Lady Victory menambah daftar panjang korban konflik antara etnis Tamil dan pemerintah Sri Lanka. Sekitar 64 ribu jiwa tewas sejak penduduk Tamil pemeluk Hindu di wilayah utara dan timur Sri Lanka mulai angkat senjata 20 tahun silam, melawan diskriminasi pemerintah Kolombo yang didominasi etnis Sinhala yang ber-agama Buddha.
Pembebasan Macan Tamil Eelam yang berdiri pada 1976 mengobarkan perang- untuk mendirikan negara merdeka- di Semenanjung Jaffna, tempat tinggal 3,2 juta etnis Tamil. Sebagian besar wilayah itu di bawah kontrol LTTE yang dipim-pin Velupillai Prabhakaran. Selimut ke-rahasiaan membungkus tokoh ini dari in-caran militer Sri Lanka.
Ia memimpin LTTE dari kegelapan hu-tan di wilayah utara dan timur Sri Lanka. Fotonya yang tergantung di setiap rumah menunjukkan kehadirannya di lingkungan etnis Tamil. Kadang ia muncul dengan pakaian kumal di Kota Jaffna. Tapi Prabhakaran punya reputasi sebagai pemimpin gerilyawan yang tak kenal takut dan kasihan.
Di bawah kepemimpinan Prabhaka-ran pula Macan Tamil Eelam menjadi kekuatan gerilya dengan disiplin dan m-otivasi tinggi. Bagi pengikutnya, dia ada-lah seorang pejuang kemerdekaan untuk emansipasi Tamil terhadap pe-nin-dasan Sinhala. Bagi musuhnya, dia adalah se-orang megalomania dengan sifat- brutal yang tak menghargai nyawa ma-nusia, termasuk nyawanya sen-diri. Prabhakaran mengenakan kapsul sianida- melingkar di lehernya, untuk sewaktu-waktu ditelan saat ia tertangkap. Dia berharap dedikasi yang sama dari pasuk-annya.
Prabhakaran lahir pada 26 November 1954 di kota pantai utara Velvettithurai, di Semenanjung Jaffna. Ia anak bungsu- dari empat bersaudara. Di sekolah ia hanyalah siswa dengan kemampuan aka-demis rata-rata, pemalu, dan kutu buku. Dalam satu wawancara yang jarang terjadi, ia mengaku terpesona pada Napoleon dan Alexander Agung, serta mene-lan banyak bacaan tentang hidup dua tokoh itu.
Kebenciannya terhadap pemerintah Sin-hala sudah muncul saat ia remaja. Prabhakaran marah melihat diskriminasi terhadap etnis Tamil dalam politik,- pekerjaan, dan pendidikan. Sejak itu ia rajin mendatangi pertemuan politik dan belajar ilmu bela diri. Dia segera terlibat- dalam gerakan protes Tamil dan menemukan cara paling efektif mem-bu-at keder pemerintah Sri Lanka: bom bu-nuh diri. Pada 1975 ia dianggap bertanggung jawab terhadap pembunuhan Wali Kota Jaffna.
Pembunuhan Wali Kota Jaffna bukan- satu-satunya pembunuhan tingkat ting-gi yang dituduhkan kepadanya. Dia juga dituduh India memainkan peran kunci dalam pembunuhan bekas perdana men-teri Rajiv Gandhi pada 1991. Rajiv- dibunuh oleh pengebom bunuh diri pe-rempuan Tamil yang disebut India melaksanakan perintah Prabhakaran. Pembunuhan Rajiv diduga sebagai ba-las- dendam karena keputusan Rajiv me-nem-patkan pasukan perdamaian India di Sri Lanka pada pertengahan 1980-an.
Bom bunuh diri dengan sasaran penduduk sipil serta pejabat berhasil membuat para pejabat pemerintah Kolombo tidak bisa tidur nyenyak. Bom bunuh diri Macan Tamil membunuh Presiden Ranasinghe Premadasa pada 1993. Bom sejenis melukai bekas presiden Kumaratunga dalam kampanye pemilu 1999. Pada Agustus 2005 Macan Tamil juga dituduh membunuh Menteri Luar Negeri Lakshman Kadirgamar. Walhasil, Inggris dan Amerika Serikat menyatakan LTTE sebagai organisasi teroris.
Macan Tamil dituduh bertanggung ja-wab terhadap aktivitas teroris di Sri Lanka. Di bawah kepemimpinan Pra-bhakaran kelompok ini melakukan 168 serangan bunuh diri pada periode 1978-2000. Gencatan senjata permanen pada 2002 yang diperantarai Norwegia rusak akibat bom bunuh diri di Ibu Kota Kolombo pada Juli 2004. Ini merupakan aksi pertama Macan Tamil di ibu kota selama tiga tahun terakhir.
Macan Tamil kondang dengan aksi kekerasan terhadap penduduk sipil. Me-reka dituduh menculik anak-anak dan menggunakannya sebagai serdadu. Pada 7 Juli 2004 Amnesti Internasional menerbitkan laporan tentang penyiksa-an keluarga anak-anak agar mereka bisa menggunakan anak mereka sebagai serdadu. Pada September 2004, Badan PBB Urusan Ibu dan Anak, Unicef, menemukan rekrutmen anak-anak masih berlangsung di wilayah yang dikuasai Macan Tamil.
Human Rights Watch yang berbasis- di New York menuduh pemberontak Macan Tamil secara paksa merekrut se-kitar- 3.000 anak-anak di bawah usia 18 tahun menjadi serdadu setelah gencatan senjata pada Februari 2002. ”De-ngan menculik anak-anak atau meng-ancam ke-luarga mereka, Macan Tamil me-re-krut- ribuan (anak) sejak pertempuran aktif berakhir pada 2002,” tulis laporan itu. Amnesti Internasional dan Human Rights Watch kompak meminta organi-sasi Macan Tamil Eelam di Norwegia menghapus penggunaan anak-anak dalam aksi terorisme.
Keterlibatan Norwegia dalam konflik di Sri Lanka karena Macan Tamil aktif beroperasi di Norwegia. Bahkan peme-rintah Sri Lanka menuduh ada anasir militer Norwegia aktif mendukung ope-rasi militer Macan Tamil. Selain itu diduga sejumlah serangan teroris dibiayai hasil penggalangan dana di Norwegia. Kegiatan mereka antara lain berupa ker-ja politik dengan proses perdamaian dan penggalangan dana di antara 10 ribu orang etnis Tamil di Norwegia.
Aktivitas propaganda LTTE sukses di Norwegia. LTTE berhasil menjual cerita mereka ke rakyat Norwegia dan menjadi mitra penting partai politik Norwegia. Hasilnya, LTTE menerima jutaan kro-ner dari pemerintah Norwegia dan pe-merintah kota dengan alasan untuk mendukung kegiatan integrasi dan kebudayaan etnis Tamil.
LTTE juga mendapat dukungan untuk menggalang dana, menjalankan- ke-giat-an bisnis dan propaganda di Norwegia. Penggalangan dana LTTE diperkirakan menghasilkan uang sekitar US$ 5 juta se-ta-hun. Komunitas Tamil di Norwegia mem-bayar sumbangan kepada LTTE. ”Kami mengumpulkan uang untuk LTTE. Kami menemui keluarga Tamil- di Norwegia yang memberikan uang secara sukarela,” ujar Vijayarooban Siva-rajah, aktivis Komite Koordinasi Tamil di Norwegia.
Memang ada yang menuduh pemberian dana itu juga karena ancaman, tapi toh etnis Tamil di utara dan timur Sri Lan-ka sulit terus berada dalam satu ne-gara dengan etnis Sinhala. ”Saya ingin satu negara Tamil yang terpisah. Setelah itu baru kami bisa menyelesaikan masalah,” ujar Palavam, 35 tahun, pendu-duk Jaffna. Artinya, bom bunuh diri akan terus mencabut nyawa.
Raihul Fadjri (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo