Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kala Gerilyawan Jadi Politisi

Kelompok Maois masuk ke jalur politik ”beradab” setelah 10 tahun berjuang dengan cara kekerasan. Tapi perdamaian tak mudah dicapai.

26 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA puluh lima tahun silam, ia menginjakkan kaki ke Kathmandu. Ketika itu, keadaan ibu kota tidak lebih sebagai kota tua dengan candi-candi. Ia, kini pimpinan kelompok pemberontak Maois- Nepal, Prachanda, menyaksikan peme-rintah monarki melarang partai politik dan melakukan sejumlah represi lain.

Jumat dua pekan silam, laki-laki yang le-bih mirip guru sekolah ketimbang pimpinan gerakan pemberontak itu—berkacamata, berkumis, tampak pemalu—kembali datang ke ibu kota dengan menaiki helikopter. Laki-laki yang punya nama asli Pushpa Kamal Dahal, 52 tahun, itu memasuki Kathmandu dengan- kemenangan. Sepuluh tahun berjuang di luar jalur utama politik, kelompok Maois- membuat kesepakatan dengan Aliansi Tujuh Partai (SPA)—aliansi partai oposisi yang menentang kekuasaan diktator monarki—untuk membentuk pemerintah sementara bersama.

Kesepakatan ini terjadi setelah gelom-bang demonstrasi massa menggempur bertubi-tubi selama April lalu. Hal ini mengakibatkan Raja Gyanendra tersu-dut-. Mulanya, Raja yang memegang ke-kua-saan absolut sejak kudeta internal pa-da Februari 2005 itu bersedia membagi se-dikit kekuasaan dengan parlemen dan meng-angkat G.P. Koirala yang sudah le-bih dari 1980-an tahun sebagai perdana men-teri. Namun, ketika ”niat baiknya” itu tidak mampu meredakan demonstrasi dan tuntutan mundur terhadap Raja, ak-hirnya Gyanendra bersedia berunding de-ngan tujuh partai oposisi plus kelompok Maois.

Selain itu, Raja Gyanendra sepakat- mem-bebaskan sekitar 1.500 tahanan Maois dan mencabut cap teroris pada gerakan yang dipercaya telah menewaskan sekitar 13 ribu orang selama ini. Hal itu artinya, segala dosa kelompok yang memilih jalur kekerasan dalam perjuang-an-nya dengan strategi- ”pe-rang rakyat” sejak Februari 2006 itu terampunkan. Cacat kelompok Maois- yang menghalal-kan penyiksaan, pemba-karan, penculikan, dan segala tindak-an- tidak -manusiawi—termasuk meng-akibatkan matinya sekitar 400 tenta-ra anak Maois-—seperti terhapus- begitu saja. Pasalnya, dalam kesepa-katan dengan Aliansi Tujuh Partai, tidak ada poin mengusut dan mengadili kejahatan Maois.

Peristiwa ini bisa disebut sebagai kemenangan kelompok Maois. Meskipun mereka tidak menjadi pemimpin dalam demonstrasi massa yang berlangsung sekitar sebulan di berbagai wilayah Nepal—mereka lebih banyak menjadi provokator demonstran agar massa bentrok dengan tentara kerajaan (RNA). Tapi, sejak 16 Juni, mereka berhasil membuat kesepakatan dengan partai-partai politik, untuk membubarkan parlemen dan membentuk pemerintah sementara-. Pemerintah yang nantinya bertugas meng-adakan pemilihan umum, memilih anggota untuk membentuk badan yang bertugas membat konstitusi baru.

Namun Prachanda, yang selama ini men-jadi pemimpin absolut gerakan Maois, belum bisa meraih Naulo Janbad atau ”demokrasi rakyat baru”, yang dicita-citakan. Jalan ke sana masih panjang, berkelok dan beronak. Rintangan awal datang dari Menteri Dalam Negeri Krishna Prasad Sitaula yang menegaskan, pemerintah sementara tidak akan dibentuk sebelum kelompok bersenjata Maois menyerahkan senjata. ”Kelompok Maois harus bersedia menyerahkan senjata,” kata Menteri Sitaula di depan para wartawan di Kota Pokhara, Rabu pekan lalu. ”Perserikatan Bangsa-Bangsa akan langsung mengawasi penyerahan senjata itu,” tambahnya.

Pernyataan Sitaula langsung men-da-pat- respons dari kelompok Maois- sehari kemudian. Juru bicara pemberontak Krishna Bahadur Mahara menyatakan, Maois menolak melucuti sen-jata pasukan ge-rilya dan milisi—di-perkira-kan ber-jumlah 60 ribu orang—hing-ga pe-me-rin-tah sementara berhasil menyelenggara-kan pe-milihan untuk memilih anggota sebuah badan yang bertugas membuat kons-titusi baru.

Nah, mampukah Maois berada di satu bi-duk dengan tujuh partai hingga terben-tuknya pemerintah yang demokratis? Ini sulit dijawab. Tapi, yang pasti, kelompok itu, menurut International Crisis Group (ICG), sebuah lembaga internasional di bidang pencegahan dan penyelesai-an konflik, adalah kelompok yang pa-ling siap dibanding tujuh partai lain-nya. Masih menurut ICG, mere-ka juga dinilai pa-ling solid dibanding partai-partai lainnya yang rawan pertikaian inter-nal.

Kelompok ini memang sudah memiliki bentuk dasar partai politik, yaitu Partai- Komunis Nepal Maois (CPNM), yang berdiri pada 1996, setelah memisahkan diri dari Partai Komunis Nepal (CPN). Meskipun cara utama yang diterapkan adalah ”perang rakyat”, CPNM sudah memiliki cetak biru cita-cita partai, se-per-ti negara berbentuk ”demokrasi rak-yat baru”, yang menolak multipartai dan monarki. Prachanda sendiri membuat petunjuk partai yang disebut Prachandapath. Selain itu, petinggi partai lainnya, Baburam Bhattarai, master di bidang perencanaan dan arsitektur dan doktor dari Universitas Jawaharlal Nehru, India-, menulis banyak artikel dan beberapa buku tentang komunisme dan bagaimana- seharusnya bangsa Nepal dibawa.

Setelah 10 tahun bergerak, Maois- mam-pu mengembangkan kekuatan ber-sen-jata dan politik dalam bentuk organi-sasi kemasyarakatan, termasuk serikat buruh—sekitar 70 persen wilayah Nepal, terutama di desa-desa, dikuasai Maois. Kelompok ini juga memiliki susunan organisasi terlengkap dibanding partai politik lain di Nepal, mulai dari komisi sentral hingga sel-sel di pedesaan. Tidak sedikit dari tokoh partai ini yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi, bahkan lulusan luar negeri.

Untuk mencapai tujuan utama, CPNM bersedia menunggu, berkompromi, dan membakukan sasaran-sasaran antara-. Da-lam Konferensi Nasional Kedua CPNM pada 2000, kelompok ini sudah memutuskan perlunya gabungan antarpartai, membentuk pemerintah interim yang menyelenggarakan pemilu, kemudi-an mewujudkan Konstitusi Rakyat. Me-reka juga memutuskan menerapkan gencatan senjata—hal ini dilakukan sebelum gelombang demonstrasi terjadi—demi kesempatan melakukan konsolidasi.

Sudah jelas, bergabung dengan tujuh partai membentuk pemerintah sementara ini adalah salah satu bentuk sasar-an antara. Pun, mereka juga secara tidak permanen menerima opsi mempertahan-kan keberadaan raja—sebatas kepenting-an seremonial saja. Sebab, bagi mere-ka-, sebelum menghapus sama sekali monarki, kekuasaan kerajaan atas tentara (RNA) adalah yang terutama harus- dihapuskan. Pasalnya, tentara kerajaan inilah satu-satunya kekuatan yang mampu melawan gerilyawan dan milisi- Maois. RNA terus-menerus menggelar operasi menghancurkan kekuatan bersenjata kelompok ini sejak 2001.

Selama satu dasawarsa ini, kelompok Maois ini memang lebih banyak menunjukkan wajah kerasnya. Namun mereka juga tetap bergerak di jalur utama politik yang umumnya terbuka dan fleksibel. Bukan kali ini saja mereka siap berkompromi. Dalam perundingan damai pada 2003, mereka bersedia menerima modal asing, yang seharusnya mereka haramkan. Sementara itu, untuk mengembangkan dukungan di kelas menengah CPNM membentuk organisasi-organisasi profesi termasuk serikat buruh dan fron pelajar. Pada 2000, sudah ada 20 organisasi seperti Federasi Serikat Buruh Nepal.

Namun, di luar kesiapan dan kekuat-an Maois, kelompok ini juga memiliki kelemahan. Masa lalunya penuh rekam-an jejak kekerasan, termasuk pemerasan dan perampokan yang menjadi sumber dana mereka selama ini. Dan kini, PBB, India, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain terlibat dalam proses perdamaian yang melibatkan tujuh partai dan kerajaan. Bagaimana wujud perubahan para gerilyawan menjadi politisi? Yang terang, semua ini tergantung kesuksesan PBB melucuti senjata kelompok ini.

Bina Bektiati (The Economist, BBC, ICG, CPNM.org)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus