HUJAN deras turun ketika kendaraan PM RRC Zhao Ziyang bergerak
dari pelabuhan udara menuju Istana Malacanang, Manila. Kendati
basah, ribuan orang tetap berdiri di sepanjang jalan mengelukan
tamu negara itu. Presiden Filipina Ferdinand Marcos memang
dengan hangat menyambutnya. "Sebelum kunjungan anda berakhir,
saya yakin bahwa suatu pandangan baru mengenai kerjasama (kedua
negara) akan terbuka," kata Marcos.
Di ibukota Filipina itu, PM Zhao mengawali rangkaian kunjungan
keliling selama sepekan (6-13 Agustus) ke empat negara ASEAN.
Indonesia, satu-satunya anggota ASEAN yang tak punya hubungan
diplomatik dengan RRC, tidak menyambutnya.
Soal Kampuchea diduga merupakan topik utama pembicaraannya
dengan kepala pemerintahan setempat. Melalui diplomasi
konsultasi tersebut, PM Zhao konon akan berusaha mencari
kesamaan pendapat dengan ASEAN untuk memecahkan krisis
Kampuchea.
Dalam Konperensi Internasional Mengenai Kampuchea (ICK), yang
diselenggarakan PBB bulan lalu, RRC berbeda pendapat dengan
ASEAN. Keduanya memang menghendaki penarikan pasukan asing
(Vietnam) -- yang berjumlah sekitar 200 ribu -- dari kawasan
bergolak itu. Tapi Beijing tidak menyetujui usul ASEAN supaya
semua pasukan Kampuchea juga dilucuti -- termasuk Khmer Merah
(30 ribu tentara), yang didukung RRC.
"Kami ingin melihat suatu Kampuchea yang merdeka, netral dan
nonblok. Dengan tulus kami berharap agar Asia Tenggara jadi
kawasan damai, mantap dan makmur," kata PM Zhao di Manila. "Cina
akan terus bekerjasama dengan ASEAN" untuk mencapai suatu
"penyelesaian adil dan masuk akal" atas konflik Kampuchea,
tambahnya.
Sementara itu, Son Sann, pemimpin Front Pembebasan Nasional
Rakyat Khmer (KPNLF), bertemu pekan lalu dengan Pangeran Norodom
Sihanouk di Desa Mougins, dekat Cannes, Prancis. Keduanya
membicarakan kemungkinan mengajak serta Khmer Merah (dipimpih
Khieu Sampan) dalam suatu front koalisi menentang reim Phnom
Penh (bikinan Vietnam). Itulah pertemuan mereka yang petama kali
sejak Son Sann, bekas PM dalam pemerintahan Sihanouk, yang
digulingkan Lon Nol, berpisah 11 tahun lamanya.
Sejumlah pejabat ASEAN dikabarkan menghendaki RRC agar menekan
Khmer Merah (sekutunya) mau berkompromi dengan kelompok
perlawanan, misalnya, dengan KPNLF (Son Sann) maupun Sihanouk.
Tapi Son Sann menginginkan tokoh yang sudah cacat citranya di
pihak Khmer Merah, seperti Pol Pot, supaya diasingkan dari
Kampuchea. Dalam upaya membangun front koalisi melawan rezim
Phnom Penh kini, Singapura sudah menawarkan diri menjadi basis
pembentukan.
Selain soal Kampuchea, RRC juga menghadapi masalah bilateral
dengan sejumlah negara ASEAN. Malaysia, misalnya, berulang kali
menyatakan kegu$arannya karena Beijing mendukung Partai Komunis
Malaysia yang terlarang. RRC, umpamanya, membiarkan radio Voice
of Malayan Democracy (sejak 1 Juli) memancarkan siaran
bermusuhan -- sekalipun 18 bulan lalu radio Voice of the Malayan
Revolution sudah disegel. Radio yang jelas mendukung Partai
Komunis Malaysia itu punya pemancar kuat di Henyang, RRC
Selatan. Sejumlah pejabat Malaysia menganggap sikap Beijing
tersebut "suatu tindakan campur tangan dan bermusuhan."
Dengan Manila, Beijing juga sedikit tegang. RRC disebut dalam
sidang yang mengadili Jose Maria Sison, tokoh Partai Komunis
Filipina. Di situ seorang saksi mengungkapkan bahwa suplai
senjata untuk Tentara Rakyat Baru (NPA yang komunis) datang dari
RRC. Suplai tersebut terungkap ketika tentara pemerintah
menyergap suatu pendaratan kapal Karagatan di Digoyo Point, 320
km timur laut Manila, dalam suatu kontak senjata 2 Juli 1972.
Tapi PM Zhao menyangkal keterlibatan RRC segera setelah ia tiba
di Manila.
Manila konon tidak ingin mengusut lagi soal tersebut dengan PM
Zhao. Presiden Marcos tnmpaknya pekan lalu lebih suka berbicara
soal bisnis. Dari Beijing, misalnya, Marcos diduga akan mcminta
tambahan suplai minyak bumi. Tahun lalu impor minyak buminya
dari RC bernilai US$ 180 juta -- sedang 1979 bernilai US$ 98
juta. Sedang dari Filipina itu, RRC terutama mengimpor minyak
kelapa sawit dan gula -- tahun lalu masing-masing bernilai US$
20 juta dan US$ 13,4 juta. Sementara itu, kedua pihak juga
menyetujui kerjasama membangun hotel di Beijing dan Canton yang
berkapasitas 500 kamar. Untuk kepentingan itu Manila telah
menginvestasikan 10,5 juta peso (US$ 1,3 juta).
Sebelum mengakhiri kunjungan kelilingnya, PM Zhao akan mampir
sekitar dua jam di bandar udara Don Muang, Bangkok, bertemu
dengan PM Prem Tinsulanonda. Bangkok dikabarkan juga akan
meminta Beijing agar menghentikan dukungannya atas Partai
Komunis Muangthai (CPT) yang pro-Beijing. Kelompok inilah yang
dianggap, antara lain, turut meledakkan rangkaian kereta api --
tanpa melukai penumpangnya di dekat stasiun Pukrachaeng, 700 km
selatan Bangkok, 4 Agustus.
Sejauh ini sikap Beijing masih mendukung gerakan komunis di
berbagai negara ASEAN, sedang kerjasama dengan ASEAN ingin
dibinanya. Kuala Lumpur, terutama, tak menyukai politik 'dua
muka' Beijing tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini