Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pm zhao bertamu

Kunjungan pm rrc zhao ziyang ke negara-negara asean kecuali indonesia. membicarakan masalah kampuchea, kerjasama dengan asean, ingin dibinanya tapi cina masih mendukung gerakan komunis.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN deras turun ketika kendaraan PM RRC Zhao Ziyang bergerak dari pelabuhan udara menuju Istana Malacanang, Manila. Kendati basah, ribuan orang tetap berdiri di sepanjang jalan mengelukan tamu negara itu. Presiden Filipina Ferdinand Marcos memang dengan hangat menyambutnya. "Sebelum kunjungan anda berakhir, saya yakin bahwa suatu pandangan baru mengenai kerjasama (kedua negara) akan terbuka," kata Marcos. Di ibukota Filipina itu, PM Zhao mengawali rangkaian kunjungan keliling selama sepekan (6-13 Agustus) ke empat negara ASEAN. Indonesia, satu-satunya anggota ASEAN yang tak punya hubungan diplomatik dengan RRC, tidak menyambutnya. Soal Kampuchea diduga merupakan topik utama pembicaraannya dengan kepala pemerintahan setempat. Melalui diplomasi konsultasi tersebut, PM Zhao konon akan berusaha mencari kesamaan pendapat dengan ASEAN untuk memecahkan krisis Kampuchea. Dalam Konperensi Internasional Mengenai Kampuchea (ICK), yang diselenggarakan PBB bulan lalu, RRC berbeda pendapat dengan ASEAN. Keduanya memang menghendaki penarikan pasukan asing (Vietnam) -- yang berjumlah sekitar 200 ribu -- dari kawasan bergolak itu. Tapi Beijing tidak menyetujui usul ASEAN supaya semua pasukan Kampuchea juga dilucuti -- termasuk Khmer Merah (30 ribu tentara), yang didukung RRC. "Kami ingin melihat suatu Kampuchea yang merdeka, netral dan nonblok. Dengan tulus kami berharap agar Asia Tenggara jadi kawasan damai, mantap dan makmur," kata PM Zhao di Manila. "Cina akan terus bekerjasama dengan ASEAN" untuk mencapai suatu "penyelesaian adil dan masuk akal" atas konflik Kampuchea, tambahnya. Sementara itu, Son Sann, pemimpin Front Pembebasan Nasional Rakyat Khmer (KPNLF), bertemu pekan lalu dengan Pangeran Norodom Sihanouk di Desa Mougins, dekat Cannes, Prancis. Keduanya membicarakan kemungkinan mengajak serta Khmer Merah (dipimpih Khieu Sampan) dalam suatu front koalisi menentang reim Phnom Penh (bikinan Vietnam). Itulah pertemuan mereka yang petama kali sejak Son Sann, bekas PM dalam pemerintahan Sihanouk, yang digulingkan Lon Nol, berpisah 11 tahun lamanya. Sejumlah pejabat ASEAN dikabarkan menghendaki RRC agar menekan Khmer Merah (sekutunya) mau berkompromi dengan kelompok perlawanan, misalnya, dengan KPNLF (Son Sann) maupun Sihanouk. Tapi Son Sann menginginkan tokoh yang sudah cacat citranya di pihak Khmer Merah, seperti Pol Pot, supaya diasingkan dari Kampuchea. Dalam upaya membangun front koalisi melawan rezim Phnom Penh kini, Singapura sudah menawarkan diri menjadi basis pembentukan. Selain soal Kampuchea, RRC juga menghadapi masalah bilateral dengan sejumlah negara ASEAN. Malaysia, misalnya, berulang kali menyatakan kegu$arannya karena Beijing mendukung Partai Komunis Malaysia yang terlarang. RRC, umpamanya, membiarkan radio Voice of Malayan Democracy (sejak 1 Juli) memancarkan siaran bermusuhan -- sekalipun 18 bulan lalu radio Voice of the Malayan Revolution sudah disegel. Radio yang jelas mendukung Partai Komunis Malaysia itu punya pemancar kuat di Henyang, RRC Selatan. Sejumlah pejabat Malaysia menganggap sikap Beijing tersebut "suatu tindakan campur tangan dan bermusuhan." Dengan Manila, Beijing juga sedikit tegang. RRC disebut dalam sidang yang mengadili Jose Maria Sison, tokoh Partai Komunis Filipina. Di situ seorang saksi mengungkapkan bahwa suplai senjata untuk Tentara Rakyat Baru (NPA yang komunis) datang dari RRC. Suplai tersebut terungkap ketika tentara pemerintah menyergap suatu pendaratan kapal Karagatan di Digoyo Point, 320 km timur laut Manila, dalam suatu kontak senjata 2 Juli 1972. Tapi PM Zhao menyangkal keterlibatan RRC segera setelah ia tiba di Manila. Manila konon tidak ingin mengusut lagi soal tersebut dengan PM Zhao. Presiden Marcos tnmpaknya pekan lalu lebih suka berbicara soal bisnis. Dari Beijing, misalnya, Marcos diduga akan mcminta tambahan suplai minyak bumi. Tahun lalu impor minyak buminya dari RC bernilai US$ 180 juta -- sedang 1979 bernilai US$ 98 juta. Sedang dari Filipina itu, RRC terutama mengimpor minyak kelapa sawit dan gula -- tahun lalu masing-masing bernilai US$ 20 juta dan US$ 13,4 juta. Sementara itu, kedua pihak juga menyetujui kerjasama membangun hotel di Beijing dan Canton yang berkapasitas 500 kamar. Untuk kepentingan itu Manila telah menginvestasikan 10,5 juta peso (US$ 1,3 juta). Sebelum mengakhiri kunjungan kelilingnya, PM Zhao akan mampir sekitar dua jam di bandar udara Don Muang, Bangkok, bertemu dengan PM Prem Tinsulanonda. Bangkok dikabarkan juga akan meminta Beijing agar menghentikan dukungannya atas Partai Komunis Muangthai (CPT) yang pro-Beijing. Kelompok inilah yang dianggap, antara lain, turut meledakkan rangkaian kereta api -- tanpa melukai penumpangnya di dekat stasiun Pukrachaeng, 700 km selatan Bangkok, 4 Agustus. Sejauh ini sikap Beijing masih mendukung gerakan komunis di berbagai negara ASEAN, sedang kerjasama dengan ASEAN ingin dibinanya. Kuala Lumpur, terutama, tak menyukai politik 'dua muka' Beijing tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus