Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Polisi Prancis Tangkap Lebih dari 1.300 Orang, Jenazah Nahel Disalatkan

Polisi Prancis menangkap 1.311 orang di seluruh negeri setelah kerusuhan selama empat malam berturut-turut

1 Juli 2023 | 21.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Prancis menangkap 1.311 orang di seluruh negeri setelah kerusuhan selama  empat malam berturut-turut menyusul pembunuhan seorang remaja oleh polisi, kata kementerian dalam negeri Sabtu 1 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Negara itu telah mengerahkan 45.000 petugas dalam semalam, didukung oleh kendaraan lapis baja ringan dan unit polisi untuk memadamkan kekerasan atas kematian Nahel, remaja keturunan Aljazair berusia 17 tahun, yang terbunuh dalam pemberhentian lalu lintas di pinggiran kota Paris pada Selasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerusuhan berkecamuk di kota-kota di sekitar Prancis untuk malam keempat meskipun polisi dikerahkan secara besar-besaran. Mobil dan bangunan dibakar serta toko-toko dijarah, ketika keluarga dan teman-teman Nahel bersiap untuk menguburkan remaja itu pada hari ini.

Media Prancis, Le Monde melaporkan bahwa jenazah Nahel mulai disalatkan di Masjid Ibn Badis di Nanterre pada hari ini. Salat jenazah dilaporkan berlangsung sangat ramai sehingga banyak orang tidak dapat memasuki masjid.

Otoritas kota telah memasang penghalang untuk menyalurkan massa. Sementara itu, pengacara keluarga Nahel telah meminta media untuk menjauh.

Pemerintah mengatakan kekerasan mulai berkurang berkat langkah-langkah keamanan yang lebih ketat, tetapi kerusakan tetap meluas, dari Paris ke Marseille dan Lyon dan wilayah Prancis di luar negeri, di mana seorang berusia 54 tahun meninggal setelah terkena peluru nyasar di Guyana Prancis.

Tim sepak bola nasional Prancis – termasuk bintang internasional Kylian Mbappe, idola bagi banyak anak muda di lingkungan yang kurang beruntung di mana kemarahan berakar – memohon diakhirinya kekerasan.

“Banyak dari kami berasal dari lingkungan kelas pekerja, kami juga berbagi rasa sakit dan sedih ini atas pembunuhan Nahel yang berusia 17 tahun,” kata Mbappe dalam sebuah pernyataan. “Kekerasan tidak menyelesaikan apa pun. … Ada cara lain yang damai dan konstruktif untuk mengekspresikan diri Anda.”

Penembakan fatal terhadap Nahel, yang nama belakangnya belum diumumkan, memicu ketegangan yang sudah lama membara antara polisi dan pemuda di proyek perumahan yang berjuang melawan kemiskinan, pengangguran, dan diskriminasi rasial.

Kerusuhan ini adalah yang terburuk yang pernah dialami Prancis selama bertahun-tahun dan memberikan tekanan baru pada Presiden Emmanuel Macron, yang mengimbau para orang tua untuk menjauhkan anak-anak dari jalanan dan menyalahkan media sosial karena memicu kekerasan.

Sabtu pagi, petugas pemadam kebakaran di Nanterre memadamkan api yang dibuat oleh pengunjuk rasa yang meninggalkan sisa-sisa mobil yang hangus berserakan di jalanan. Di pinggiran kota tetangga Colombes, pengunjuk rasa membalikkan tempat sampah dan menggunakannya untuk barikade darurat.

Penjarah pada malam hari masuk ke toko senjata dan membawa senjata di kota Marseille, kata polisi. Petugas di Marseille menangkap hampir 90 orang ketika sekelompok pengunjuk rasa membakar mobil dan memecahkan jendela toko untuk mengambil apa yang ada di dalamnya.

Bangunan dan bisnis juga dirusak di kota timur Lyon, di mana sepertiga dari sekitar 30 penangkapan dilakukan karena pencurian, kata polisi. Pihak berwenang melaporkan kebakaran di jalan-jalan setelah protes menarik lebih dari 1.000 orang pada Jumat malam.

Ratusan polisi dan petugas pemadam kebakaran telah terluka, termasuk 79 orang dalam semalam, tetapi pihak berwenang belum merilis penghitungan cedera para pengunjuk rasa. Wali kota Nanterre Patrick Jarry mengatakan Prancis perlu "mendorong perubahan" di lingkungan yang kurang beruntung.

Dalam menghadapi krisis yang meningkat yang gagal dipadamkan oleh ratusan penangkapan dan pengerahan polisi besar-besaran, Macron menunda untuk mengumumkan keadaan darurat, opsi yang digunakan dalam keadaan serupa pada 2005. Sebaliknya, pemerintahnya meningkatkan penegakan hukumnya dengan 45.000 polisi dikerahkan dalam semalam. Beberapa polisi dipanggil kembali dari liburan.

Macron juga memusatkan perhatian pada platform media sosial yang telah menyampaikan gambar dramatis vandalisme dan mobil serta bangunan yang dibakar. Menyinggung Snapchat dan TikTok, dia mengatakan mereka digunakan untuk mengatur kerusuhan dan berfungsi sebagai saluran untuk kekerasan peniru.

Petugas polisi yang dituduh membunuh Nahel diberi dakwaan awal pembunuhan sukarela. Tuduhan awal berarti hakim yang menyelidiki sangat mencurigai adanya kesalahan tetapi perlu menyelidiki lebih lanjut sebelum mengirim kasus ke pengadilan.

Jaksa Penuntut Nanterre Pascal Prache mengatakan penyelidikan awalnya membuatnya menyimpulkan bahwa penggunaan senjatanya oleh petugas tidak dibenarkan secara hukum.

Ibu Nahel, yang diidentifikasi sebagai Mounia M., mengatakan kepada televisi France 5 bahwa dia marah kepada petugas tersebut, tetapi tidak kepada polisi secara umum.

“Dia melihat seorang anak kecil berwajah Arab, dia ingin mengambil nyawanya,” katanya. “Seorang petugas polisi tidak dapat mengambil senjatanya dan menembaki anak-anak kami, mengambil nyawa anak-anak kami,” katanya. Keluarga itu berakar di Aljazair.

Ras adalah topik yang tabu selama beberapa dekade di Prancis, yang secara resmi menganut doktrin universalisme buta warna. Setelah pembunuhan Nahel, aktivis anti-rasisme Prancis memperbarui keluhan tentang perilaku polisi.

Tiga belas orang yang tidak mematuhi perhentian lalu lintas ditembak mati oleh polisi Prancis tahun lalu. Tahun ini, tiga orang lainnya, termasuk Nahel, meninggal dalam keadaan yang sama.

Kematian tersebut telah mendorong tuntutan untuk lebih banyak pertanggungjawaban di Prancis, yang juga menyaksikan protes keadilan rasial setelah pembunuhan George Floyd oleh polisi di Minnesota.

Protes minggu ini menggemakan kerusuhan selama tiga minggu pada 2005 setelah kematian Bouna Traoré yang berusia 15 tahun dan Zyed Benna yang berusia 17 tahun, yang tersengat listrik saat bersembunyi dari polisi di gardu listrik di Clichy-sous-Bois.

AL ARABIYA

Sita Planasari

Sita Planasari

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus