Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pendukung Muqtada al-Sadr Duduki Parlemen Irak

Pendukung Muqtada al-Sadr, ulama Syiah dan tokoh oposisi, menduduki gedung parlemen Irak. Tuntutan akan tokoh independen.

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Para pendukung Moqtada al-Sadr berada di dalam gedung parlemen di Baghdad, 27 Juli 2022. REUTERS/Ahmed Saad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ratusan pendukung Muqtada al-Sadr menduduki gedung parlemen Irak.

  • WHO menetapkan penyakit cacar monyet sebagai darurat kesehatan masyarakat global.

  • Jerman terapkan aturan baru sebagai respons atas krisis gas dari Rusia.

Irak

Pendukung Muqtada al-Sadr Duduki Parlemen Irak

RATUSAN pendukung Muqtada al-Sadr, ulama Syiah dan tokoh oposisi, menyerbu dan menduduki gedung parlemen Irak di Bagdad, Rabu, 27 Juli lalu. Mereka menari, bernyanyi, berswafoto, dan mengibarkan bendera nasional. Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi meminta mereka segera mundur, tapi diabaikan. "Kami ingin orang yang independen yang melayani rakyat," kata seorang demonstran kepada AFP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Massa baru meninggalkan gedung setelah Muqtada al-Sadr berseru agar mereka pulang ke rumah masing-masing. "Pesan kalian sudah didengar. Kalian telah meneror yang korup," tulis Al-Sadr di Twitter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendudukan ini dilakukan sebagai reaksi atas kemacetan politik seusai pemilihan umum pada Oktober 2021. Muqtada al-Sadr, yang ingin mengakhiri pengaruh Iran dan Amerika Serikat terhadap negerinya, dan gerakan nasionalis Saeroun mengklaim sebagai pemenang pemilihan. Namun Kerangka Kerja Koordinasi, koalisi partai politik yang cenderung memihak Iran, menguasai mayoritas kursi parlemen. Koalisi ini kemudian memilih Mohamed Shia al-Sudani sebagai calon perdana menteri, tapi ditolak pendukung Sadr.


Swiss

Darurat Kesehatan untuk Cacar Monyet

BADAN Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penyakit cacar monyet sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) pada Sabtu, 23 Juli lalu. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memutuskan hal ini setelah Komite Darurat WHO gagal mencapai konsensus mengenai PHEIC. Kasus cacar monyet ditemukan di lebih dari 70 negara, yang sebagian besar bukan wilayah endemis. "Wabah ini telah menyebar ke seluruh dunia dengan cepat melalui cara penularan baru yang kurang kita pahami," tutur Ghebreyesus dalam siaran pers WHO.

Pemberian informasi kepada warga masyarakat setetelah mendapatkan vaksinasi cacar monyet di Northwell di New York, AS, 15 Juli 2022. REUTERS/Eduardo Munoz

WHO menyebut cacar monyet sebagai "wabah di banyak negara", bukan pandemi. Dalam laporannya pada Senin, 25 Juli lalu, WHO menyatakan 16.016 kasus dari 75 negara dan lima kematian telah terkonfirmasi cacar monyet sejak 1 Januari lalu. Mayoritas kasus terjadi di wilayah Eropa dengan 11.865 kasus dan Amerika 3.772 kasus. Asia Tenggara menjadi yang terkecil dengan tiga kasus.

Menurut Ghebreyesus, wabah kali ini baru terjadi pada kelompok tertentu. "Wabah ini terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual," ucapnya. Meskipun sebagian besar kasus menunjukkan gejala ringan, virus cacar monyet dapat menyebabkan penyakit parah pada kelompok populasi tertentu, seperti anak-anak, perempuan hamil, dan orang yang mengalami gangguan kekebalan.


Jerman

Regulasi Baru atas Krisis Gas

PEMERINTAH Jerman sedang menyiapkan rancangan undang-undang yang akan membebankan hampir semua biaya tambahan dari melonjaknya harga impor gas kepada konsumen. Rumah tangga yang menggunakan gas untuk pemanas akan mendapat kenaikan tagihan beberapa ratus euro setelah retribusi berlaku pada Oktober nanti. Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan kenaikan itu ditujukan untuk membantu perusahaan mengganti pasokan gas Rusia yang berkurang.

Fasilitas gua garam dari perusahaan perdagangan gas di Bad Lauchstaedt, Jerman 28 Juli 2022. REUTERS/Annegret Hilse

"Kami memperkirakan (retribusinya) antara 1,5 dan 5 sen per kilowatt-jam," kata Habeck pada Kamis, 28 Juli lalu, seperti dikutip DW. Dia mengatakan biaya tambahan tahunan nanti sekitar 500 euro atau Rp 7,5 juta lebih. Habeck mengakui retribusi ini "bukan langkah yang baik, tapi langkah yang perlu dilakukan".

Harga impor gas meningkat drastis setelah Rusia mulai mengurangi pengiriman gasnya di tengah perang Rusia-Ukraina. Kebijakan retribusi ini keluar beberapa hari setelah eksportir gas Rusia, Gazprom, memangkas aliran gas melalui pipa Nord Stream 1 menjadi 20 persen dari kapasitasnya yang memicu krisis energi di Uni Eropa.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus