Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kopral Dua Muslimin diduga tewas setelah minum racun di rumah orang tuanya.
Sempat menyerahkan uang Rp 120 juta kepada eksekutor penembak istri.
Polisi menangkap lima anggota komplotan yang menembak istri Kopral Dua Muslimin.
GANG Adem Ayem Kelurahan Trompo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mendadak gempar pada Kamis sekitar pukul 07.00, 28 Juli lalu. Suara tangisan dan teriakan terdengar dari rumah Mustaqim, ayah Kopral Dua Muslimin. “Saya dan warga lain cepat-cepat datang ke asal suara,” kata Suminah, 54 tahun, salah seorang tetangga.
Mereka melihat keluarga Mustaqim tengah menangisi Muslimin, 35 tahun, yang ditemukan tewas di dalam kamar. Para tetangga juga kaget ternyata Muslimin sudah berada di rumah orang tuanya pada hari itu. Menurut Suminah, warga kampung sudah lama mengetahui Muslimin tengah berstatus buronan setelah disangka menjadi dalang upaya pembunuhan istrinya, Rina Wulandari, 32 tahun.
Selama Muslimin dinyatakan buron, tak ada anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mendatangi Gang Adem Ayem. Belasan tim gabungan baru datang ke permukiman warga setelah menerima kabar Muslimin tewas.
Suasana Kelurahan Trompo yang sebelumnya lengang berubah sibuk. Puluhan mobil terparkir di jalan menuju gang. Kondisi itu sempat membuat lalu lintas tersendat. Gang Adem Ayem akhirnya ditutup. Hanya petugas yang diizinkan masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para tersangka pembunuh bayaran yakni Sgn selaku eksekutor penembakan (kedua kanan), Ags selaku pengawas situasi lapangan (kanan), Spr (kedua kiri) dan Pnc (tengah) selaku pengendara motor pembantu penembakan, dan Dw (kiri) selaku penjual senjata api saat konferensi pers kasus percobaan pembunuhan berencana istri anggota TNI AD, di Mapolda Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, 25 Juli 2022/ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi juga datang ke Trompo. Ia mengatakan Muslimin datang saat fajar dengan mengendarai sepeda motor. Tiba di rumah, Muslimin sempat meminta maaf kepada ayah-ibunya. “Orang tuanya menyarankan anak pertamanya itu menyerahkan diri,” ucapnya.
Sebelum meninggal, Muslimin sempat muntah-muntah. Petugas gabungan yang melaksanakan olah tempat kejadian perkara membawa sampel muntahan Muslimin untuk diperiksa. “Alat komunikasi juga telah kami bawa,” ujar Luthfi.
Garis polisi dipasang di depan dan belakang rumah orang tua Muslimin. Jasad Muslimin dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Kota Semarang untuk diautopsi. Sementara itu, kedua orang tuanya menunggu di rumah. Puluhan aparat kepolisian dan TNI terlihat datang silih-berganti di Gang Adem Ayem.
Tak banyak warga yang datang ke rumah orang tua Muslimin untuk melayat. Menjelang siang, sebagian besar penduduk menutup pintu rumah. Hanya beberapa orang terlihat berkumpul di ujung gang tanpa mau mendekat.
Sepupu Muslimin, Abidin, mengaku kaget. “Bertemu terakhir saat Lebaran lalu, dia pulang bersama keluarganya,” tutur Abidin. Ia enggan menceritakan lebih banyak aktivitas sepupunya tersebut semasa hidup.
Menjelang sore, autopsi jasad Muslimin rampung. Hasilnya menyebutkan anggota Batalyon Artileri Pertahanan Udara atau Yonarhanud 15/Dahana Bhaladika Yuda Semarang itu diduga meninggal karena keracunan. “Dari pemeriksaan dalam didapat tanda mati lemas. Diduga karena penyakit pada otak atau keracunan,” kata Komandan Polisi Militer Daerah Militer IV Diponegoro Kolonel CPM Rinoso Budi.
Tim dokter tak menemukan luka luar di jenazah Muslimin. Setelah diautopsi, jenazah Muslimin dibawa kembali ke Trompo. Sesampai di rumah orang tuanya, jasad Muslimin disalatkan di halaman. Di tempat kelahirannya itu juga Muslimin dikuburkan. Meski diantar oleh beberapa anggota TNI dari kesatuannya, Muslimin dikebumikan tanpa upacara dinas kemiliteran.
Kematian Muslimin menutup perkara percobaan pembunuhan terhadap Rina Wulandari. Muslimin diduga menjadi otak upaya pembunuhan tersebut. “Sampai saat ini kasus penembakan RN (Rina) masih dalam penyelidikan Polri. Belum ada pelimpahan, masih ranah peradilan umum,” ujar Rinoso. “Dan hari ini yang bersangkutan (Muslimin) meninggal.”
Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi menjelaskan Muslimin ditengarai berulang kali mencoba membunuh istrinya. Salah satu skenario adalah membunuh Rina lewat santet, tapi gagal.
Polisi telah menangkap empat orang yang terlibat dalam penembakan Rina. Mereka adalah Sugiono, pemegang senjata api dan eksekutor penembakan; serta Ponco Aji Nugroho, pengemudi sepeda motor.
Peristiwa ini turut melibatkan Supriyono dan Agus Santoso yang bertugas mengawasi situasi saat eksekusi. Mereka ditangkap secara paralel pada Kamis, 21 Juli lalu, hingga keesokan harinya di Demak dan Klaten, Jawa Tengah.
Polisi juga meringkus penyedia senjata api yang digunakan menembak Rina, Dwi Sulistyono, di Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Kelima tersangka tersebut kini ditahan di markas Kepolisian Resor Kota Besar Semarang.
Agus mengaku dijanjikan uang Rp 200 juta dan mobil Toyota Yaris oleh Muslimin jika berhasil mencelakai Rina. Menurut Agus, Muslimin awalnya menolak membayar uang sebanyak itu. “Saya bilang kalau Rp 200 juta tidak cukup,” kata Agus di kantor Polrestabes Semarang pada Rabu, 27 Juli lalu.
Muslimin menawarkan solusi kepada Agus dan kawan-kawannya untuk menggasak rumahnya sebagai tambahan bayaran. Mereka dipersilakan mengambil barang di rumahnya dengan pura-pura merampok.
Agus dan kawan-kawan menolak tawaran itu. Dia meminta tambahan bayaran berupa mobil. “Mending langsung saja, Bang. Rp 200 juta dan Toyota Yaris, saya bilang begitu,” ujar Agus. “Dia setuju.”
Sugiono, sang eksekutor, mengaku diperintahkan Muslimin menembak kepala Rina. Eksekusi berlangsung di depan rumah Rina dan Muslimin di Jalan Cemara III, Banyumanik, Semarang. Namun akhirnya Sugiono mengarahkan pistol ke perut Rina. “Saya tak tega,” katanya.
Setelah dua kali ditembak, Rina langsung dibawa ke Rumah Sakit Hermina Banyumanik. Dia menjalani operasi pengangkatan proyektil. Menurut polisi, saat Rina tengah dirawat, Muslimin sempat bertemu Agus dan Sugiono di sebuah minimarket yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah sakit. Muslimin menyerahkan uang Rp 120 juta.
Kopral Dua Muslimin/dok. Kapendam IV/Diponegoro
Sugiono mengaku telah lama mengenal Muslimin. Dia mengungkapkan istrinya bekerja dengan Muslimin. “Istri saya ikut kerja. Jual pulsa dan nomor judi togel,” tuturnya. Hingga Jumat, 29 Juli lalu, Kepala Penerangan Daerah Militer IV Diponegoro Letnan Kolonel Bambang Hermanto tak kunjung menanggapi pertanyaan Tempo tentang aktivitas Muslimin di luar dinas kemiliteran.
Meski ditembus dua peluru, Rina Wulandari selamat dan kini masih dalam pemulihan di Semarang. Ia bersiap menjalani operasi lanjutan dan didampingi keluarga.
Setelah penembakan, rumah Rina dan Muslimin di Semarang terlihat sepi. Gerbang pagar besi tertutup rapat.
Keluarga Muslimin baru empat bulan menempati rumah tersebut. Saat pertama kali pindah, Muslimin mengundang warga sekitar untuk acara syukuran rumah baru dan kelahiran anak ketiga. “Acaranya cukup mewah. Bingkisan yang dibagikan isinya sajadah dan makanan,” kata Resa, salah seorang tetangga, Jumat, 29 Juli lalu.
Resa mengatakan jarang bersosialisasi dengan keluarga Muslimin. “Pagar rumahnya ditutup terus,” ucapnya. Terakhir kali Muslimin terlihat oleh warga adalah saat malam sebelum kejadian penembakan. Ketika itu warga bergotong-royong membersihkan gapura gang. “Kami semua kaget mendengar kabar penembakan itu.”
JAMAL ABDUN NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo