Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bui Setelah Ziarah Wali

KPK akhirnya menahan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming. Pimpinan komisi antirasuah terbelah.

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 2 Juni 2022/TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mardani H. Maming menyerahkan diri dua hari setelah ditetapkan sebagai buron KPK.

  • Sikap pimpinan KPK terhadap kasus dan penetapan buron Maming terbelah.

  • Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Mardani H. Maming.

TELEPON seluler Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama Abdul Qodir berdering menjelang Kamis siang, 28 Juli lalu. Pria di ujung telepon, Mardani H. Maming, 40 tahun, mengabarkan akan datang ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, pada hari itu. Maming juga menyampaikan siap menghadapi pemeriksaan hingga penahanan.

Kala itu, Qodir tengah bersama Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mereka merupakan anggota tim gabungan pengacara Maming. Keduanya bersepakat bertemu dengan Maming di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, sebelum azan zuhur.

Maming menepati janji. Setelah tiba, Bendahara Umum nonaktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu bersama rekannya menunaikan salat zuhur berjamaah lalu makan siang. Kemudian mereka menuju gedung KPK. “Beliau sudah siap menerima konsekuensi selepas pemeriksaan, termasuk penahanan,” ujar Qodir pada Jumat, 29 Juli lalu.

Mengendarai mobil Mitsubishi Expander, rombongan Maming tiba di gedung KPK sekitar pukul 14.30 WIB. Puluhan nahdliyin (anggota PBNU) dan anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menyambut kedatangan Maming. Mereka ikut menanti proses pemeriksaan hingga malam. Tepat pukul 21.30 WIB, Maming dan tim pengacara turun dari lantai tiga menggunakan rompi tahanan berwarna oranye.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menunjukkan foto dan surat DPO Mardani Maming, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 26 Juli 2022/TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Qodir sudah memperkirakan Maming akan ditahan. Penetapan status buron terhadap Maming yang diumumkan KPK dua hari sebelumnya seolah-olah menjadi sinyal penahanan. Apalagi KPK juga sudah menggeledah apartemen Maming di Kempinski, Jakarta Pusat.

Namun sejak awal tim pengacara menganggap penetapan status buron itu tak perlu. “Sejak awal kami berkomitmen meladeni pemeriksaan, tapi menunggu putusan praperadilan,” ucap Qodir.

KPK menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, itu dengan tuduhan suap izin pertambangan batu bara senilai Rp 104,3 miliar. “Uang diduga diterima dalam bentuk tunai dan transfer rekening dalam kurun 2014-2020,” tutur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers pada Kamis, 28 Juli lalu.

Baca: Perseteruan Haji Isam dan Mardani Maming Melibatkan KPK

Alexander menjelaskan, suap diperoleh Maming setelah merestui peralihan izin usaha pertambangan operasi produksi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Untuk memuluskan rencana itu, Maming mempertemukan Henry Setio, Direktur PT PCN, dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Dwidjono lebih dulu ditangkap dan sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Ia dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan lantaran terbukti menerima suap Rp 13 miliar dari PT PCN.

Besel untuk Maming diduga mengalir melalui kontrak kerja sama pengelolaan pelabuhan antara PT PCN dan PT Angsana Terminal Utama (ATU), perusahaan milik keluarga Maming. Uang suap sebanyak Rp 104,3 miliar mengalir ke rekening perusahaan yang terafiliasi dengan Maming. “Gratifikasi ini dibungkus dalam bentuk perjanjian kerja sama terselubung,” ujar Alexander.

Maming menolak tudingan KPK. Menurut dia, kerja sama antara PT PCN dan PT ATU tidak bisa dianggap sebagai suap atau gratifikasi. Sebab, kedua perusahaan itu sama-sama punya andil dan kontribusi dalam mengelola pelabuhan. “Itu murni masalah bisnis. Tidak mungkin saya sebodoh itu menerima gratifikasi melalui transfer dan membayar pajak,” ujarnya sesaat sebelum masuk mobil tahanan KPK.

Ia pun menolak disebut mangkir dari undangan pemeriksaan. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengaku tengah berziarah ke sejumlah makam Wali Songo selama beberapa waktu belakangan. Ia juga sedang menunggu putusan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menjelang pembacaan putusan pada Rabu, 27 Juli lalu, Maming dikabarkan menyambangi makam Sunan Ampel di Kecamatan Semampir, Surabaya.

Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan Maming sebenarnya berencana menyerahkan diri tepat pada hari pembacaan putusan. Namun rencana itu batal lantaran bisikan seorang jenderal polisi.

Maming disarankan meladeni undangan pemeriksaan selepas putusan dibacakan. Sebab, jika gugatan praperadilan dikabulkan, status penetapan tersangka tidak sah dan tidak ada keharusan bagi Maming meladeni pemeriksaan.

•••

KOMISI Pemberantasan Korupsi mengumumkan status buron Mardani H. Maming pada Selasa, 26 Juli lalu. Ditandatangani Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, surat bernomor R/4090/DIK.01.02/01-23/07/2022 itu memohon bantuan semua aparat penegak hukum untuk menangkap Maming yang sudah berstatus tersangka. “KPK sudah memasukkan tersangka (Maming) dalam daftar pencarian orang,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri.

Menurut Ali, KPK menetapkan Maming sebagai buron lantaran berulang kali mangkir dari undangan pemeriksaan. Dua surat panggilan pada 14 dan 21 Juli 2022 yang dilayangkan ke Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), selaku kuasa hukum Maming, tak mendapat tanggapan. Ketika disinggung surat penjelasan ihwal penundaan pemeriksaan pasca-putusan praperadilan, Ali mengaku belum mengetahuinya. “Tersangka tidak kooperatif,” ujarnya.

Tepat pada hari pengumuman status buron, KPK mengirimkan surat perburuan Maming ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dokumen tersebut diharapkan akan menjadi pertimbangan hakim untuk menganulir permohonan praperadilan Maming.

Strategi tersebut jitu. Hakim tunggal Hendra Utama Sutardodo menolak gugatan Maming. Ia merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 yang melarang seorang buron mengajukan permohonan praperadilan.

Hendra juga menolak penilaian tim pengacara yang menyebut penetapan status itu melabrak prosedur. “Dalam hal tersangka melarikan diri, atau dalam status daftar pencarian orang, dia tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan,” tuturnya saat membacakan putusan pada Rabu, 27 Juli lalu.

Baca: Profil Mardani H. Maming Pengusaha Muda Kalimantan

Sekretaris LPBHNU Abdul Hakam Aqsho menyesalkan pertimbangan hakim. Sebab, Maming belum berstatus buron saat permohonan praperadilan mereka daftarkan ke pengadilan pada 27 Juni 2022. “Yang dilarang dalam SEMA itu adalah permohonan praperadilan oleh buron,” ucapnya.

Meski kandas, LPBHNU menyatakan akan terus mendampingi Maming. Komitmen itu dipegang lantaran Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf telah memberi arahan untuk melapis tim pengacara yang sudah digandeng Maming sebelumnya. “Meski perkara ini terjadi jauh sebelum Pak Maming menjabat sebagai pengurus PBNU, kami tetap akan memberikan bantuan hukum,” kata Hakam.

Awalnya, penetapan tersangka terhadap Maming di KPK tak berjalan mulus. Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan empat pemimpin KPK bersilang pendapat saat menetapkan status tersangka dan buron terhadap Maming. Informasi tentang ini juga dibenarkan oleh sumber Tempo lain.

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron, disebutkan sempat menolak menandatangani surat disposisi penetapan buron terhadap Maming yang masuk pada Jumat, 22 Juli lalu. Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua Alexander Marwata setuju lalu membubuhkan tanda tangan.

Baca: Benarkah KPK Disetir Haji Isam

Sikap pimpinan juga pernah terbelah saat rapat gelar perkara laporan perkara tindak pidana korupsi (LPTKPK) kasus Maming pada Jumat, 8 Juli lalu. Firli dan Alexander menyatakan setuju, sementara Nawawi dan Lili Pintauli Siregar meminta agar KPK lebih dulu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Sebab, kasus mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, ditangani kejaksaan.

Sikap Nawawi dan Lili sejalan dengan Ghufron. Masalah muncul lantaran Ghufron baru mengetahui agenda rapat LPTKPK kasus Maming selepas pulang dinas dari Papua. Padahal ia sering mewanti-wanti agar selalu dilibatkan dalam setiap penanganan perkara ini.

Lantaran tak dilibatkan dalam rapat, Ghufron dikabarkan meminta diadakannya rapat khusus dengan anggota tim satuan tugas kasus Maming. Sekitar sepuluh anggota tim satgas yang menangani kasus itu diminta memaparkan ulang temuan penyidik.

Di ujung pertemuan, Ghufron menyatakan kasus itu dianggap masih prematur dan belum layak untuk menyeret keterlibatan Maming. Ia pun menolak memberikan disposisi.

Ketika KPK berencana menahan Maming, sikap Nawawi dan Ghufron tidak bergeser. Keduanya tetap menyatakan tak setuju. Penyebabnya, menurut mereka, tak ada alasan yang mengharuskan KPK mengambil keputusan itu.

Firli, Alexander, dan Nawawi tak merespons permohonan wawancara Tempo ihwal perbedaan pendapat ini hingga Sabtu, 30 Juli lalu. Lili Pintauli Siregar sudah mengundurkan diri pada 11 Juli 2022.

Ketika dihubungi, Nurul Ghufron tak membenarkan ataupun membantah ketika dimintai konfirmasi. Ia menolak menjelaskan cerita yang muncul saat penetapan status tersangka dan buron Mardani H. Maming. “Kamu dapat cerita itu dari siapa? Saya tidak mau berkomentar.” ujarnya.

ROSSENO AJI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus