KETIKA itu sejarah Filipina sedang bergerak. "Revolusi Februari 1986" tengah berlangsung. Di tengah lautan manusia yang memenuhi pintu gerbang kamp Crame, seorang berjalan dengan tenang, tak membetikkan kecemasan sedikit pun. Padahal, siapa pun tahu, dalam suasana seperti itu, antara hidup dan mati hanya sebatas sebuah peluru atau lemparan agitasi seseorang. Seorang wartawan bertanya mengapa ia tak bersenjata. "Selama saya masih mengisap cerutu, semuanya beres." Itu jawabnya, sedikit angkuh, tapi memang penuh kepercayaan diri. Dialah Jenderal Fidel V. Ramos, 57, yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina. Sejarah telah mencatat, bersama Juan Ponce Enrile, mereka merupakan pendukung utama "Revolusi Februari 1986" yang menumbangkan rezim Marcos, dan mendudukkan Corazon Aquino sebagai presiden. Dan presiden baru itu beberapa hari kemudian mengangkat Ramos dari Letnan Jenderal menjadi jenderal penuh. Orang inilah yang dianggap penengah antara yang pro dan kontra-Cory. Yakni ketika Enrile mengundurkan diri sebagai menhan Filipina, Minggu pekan lalu. Konon, Ramos mempunyai bukti-bukti resmi dan daftar nama pendukung usaha kudeta. Mungkin karena sikapnya yang setia kepada pimpinannya, ia dijuluki Prajurit Sejati. Dilahirkan di Lingayen, sebuah kota pesisir di barat laut Manila, Ramos tumbuh sebagai pemeluk Protestan yang fanatik. Ia menikah dengan Amelita, dan memperoleh lima orang putri. Masih saudara dekat Marcos, tapi Ramos tampaknya tak kecipratan apa pun dari Istana Malacanang waktu itu. Prestasinya bukan katrolan. Padahal Narciso Ramos, ayahnya, paman Marcos, sekretaris bidang hubungan luar negeri 1966- 1969. Dalam pendidikan, Ramos selalu menjadi juara kelas pada masa sekolah. Dan selalu nomor satu di lapangan. Dia masuk militer, katanya, "Ini jalan terbaik untuk mendapatkan pelajaran gratis." Ramoslah satu-satunya orang Filipina yang diterima di Akademi Militer AS, di West Point, pada 1945. Lulus lima tahun kemudian, ia lalu melanjutkan sekolah di Universitas Illinois, AS, dan berhasil meraih gelar insinyur. Sempat bergabung dengan tentara AS dalam Perang Korea 1948. Sewaktu Perang Vietnam berkecamuk, akhir 1960-an, ia sempat pula memimpin kontingen AFP. Dua belas tahun kemudian, Ramos diangkat sebagai kepala Polisi Khusus Filipina (Constabulary). Kariernya terus menanjak. Ia diangkat sebagai direktur jenderal pada Polisi Nasional Filipina, 1975. Saat itulah mulai beredar kabar, Ramos calon kuat untuk jabatan kepala staf AFP. Tapi, Agustus 1981 yang diangkat oleh Marcos untuk jabatan itu Fabian C. Ver, keponakan Marcos. Ramos hanya dijadikan wakil Ver, kedudukan yang hanya bersifat seremonial. Ia sempat membenahi mental para prajurit yang sudah bobrok, bersama sekelompok personel AFP yang menamakan diri RAM (Reform tbe Armel orces Movement). Yakni, ketika Ver diusut keterlibatannya dalam kasus terbunuhnya Benigno Aquino, dan sebagai wakilnya, Ramos langsung menjabat Kepala Staf. Namun, itu tak berlangsung lama. Jenderal Ver yang tak terbukti bersalah, kembali menduduki jabatannya. Ramos, yang merasa tertekan, mengajukan surat pengunduran diri. Marcos menolaknya. Integritas kepribadian Fidel Ramos tak diragukan banyak orang. Ia punya reputasi tinggi, jujur, dan sikap antikorupsinya boleh dipercaya. Sikap itu, bagi orang yang tak menyukai dia, diejek sebagai gaya Ramos yang sok alim. Dan kecenderungan Ramos yang suka mengatur orang memberikan stempel julukan satu lagi: Ramos itu cuma 'pandu", kata mereka. Jenderal ini masih tampak sehat dan kuat, masih seperti prajurit sejati. Setiap pagi ia jogging dengan para opsirnya yang terengah-engah jauh di belakang. Tak hanya itu. Pada setiap 18 Maret, hari ulang tahunnya, Ramos merayakannya dengan gaya khas: naik pesawat khusus untuk terjun payung sendirian. Sesampainya di darat, ia memamerkan kekuatan tubuhnya dengan melakukan push-up sebanyak umurnya. Tapi, sikap Jenderal Ramos, yang gemar minum bir dan mengisap cerutu itu, terhadap Cory sulit diterka. Mungkin ini sebuah taktik seorang jenderal lapangan, agar tak mudah dibekuk musuh. Beberapa hari sebelum "Revolusi Februari" pecah, Ramos masih menuduh Cory "subversif". Dua minggu setelah Cory menang, buru-buru ucapannya itu diralat dengan menarik dukungannya pada Marcos. Hal serupa juga ditunjukkan, Sabtu pekan lalu, terhadap bekas sobatnya, Enrile. Jenderal Ramos, hendak ke mana Anda sesungguhnya? Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini