Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gagalnya sebuah persekongkolan ... "rambo" enrile tersingkir

Menhan enrile akhirnya mengundurkan diri. profil ksab jenderal fidel v. ramos. wawancara tempo dengan rafael m. ileto pengganti enrile. kelompok perwira muda (ram) dan ancaman pendukung olalia. (ln)

29 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGI, unuk kedua kali, percobaan kudeta terpatahkan, Minggu silam dini hari. Sekitar 12 jam kemudian, Menhan Juan Ponce Enrile menytakan pengunduran dirinya secara resmi kepada Presiden Corazon Aquino di Malacanang. Tidak ada bukti bahwa ia berada di balik plot kudeta, tapi juru bicara Presiden, Teodoro Benigno, memastikan bahwa anak buah Enrile akan memberi dukungan militer, begitu pula segelintir perwira yang merasa tidak puas. Menurut Benigno, plot kudeta sudah diketahui hari Jumat dari seorang anggota RAM -- singkatan dari Reform the Armed Forces Movement -- yakni sekelompok perwira yang bernaung di bawah Enrile dengan pasukan kawal bekas menhan itu sebagai intinya. Tentang ini, pengganti Enrile, Letjen (pur) Rafael M. Ileto, menyatakan Senin baru lalu bahwa, "Plot kudeta itu masih berupa desas-desus, begitu pula keterlibatan RAM di dalamnya." Ileto, yang sebelumnya menjabat sebagai deputi menhan, menambahkan bahwa untuk itu sudah mulai dilakukan pengusutan informal, yang kalau perlu kelak bisa ditingkatkan pada pengusutan formal. Ada kesan bahwa Ileto bertindak hati-hati sekali, mungkin demi persatuan dan keutuhan AFP (angkatan bersenjata Filipina). Kisah sekitar kudeta itu sendiri, seperti yang diungkapkan sumber-sumber militer sedikit lebih menarik dibanding plot kudeta Operation God Save the Queen, awal November lampau. Para pelakunya bermaksud melancarkan perebutan kekuasaan dengan perhitungan Kastaf AFP Jenderal Fidel Ramos berada di pihak mereka. Seorang tokoh RAM, Kapten Al Boy Turingan, menghubungi Ramos Sabtu malam, mengajaknya bergabung dalam percobaan kudeta itu. Tapi Jenderal berbintang empat ini menolak dengan alasan, "Kesetiaannya mutlak ditujukan kepada Presiden." Mendengar ini, Turingan menjawab, "Kalau begitu, kami jalan sendiri." Tiga tujuan utama kudeta ialah: mengadakan sidang Batasang Pambansan (parlemen warisan Marcos yang dibubarkan Cory Maret silam), meniadakan lembaga kepresidenan, lalu melantik seorang penjabat presiden yang tidak lain dari Nicanor Yniguez, bekas ketua Batasang. Dua batalyon dari Bicol, yang dipimpin anggota RAM, meluncur ke Manila Sabtu malam. Target mereka gedung parlemen. Tapi berkat gerak cepat Jenderal Ramos, gedung itu sudah diamankan lebih dulu oleh satuan angkatan udara yang pro-Cory. Minggu dinihari itu juga, lebih dari selusin kendaraan lapis baja dikerahkan memagar ketat Jembatan Mendiola, di luar Malacanang, sementara prajurit bersenjatakan M-16 berjaga-jaga di setiap pojok Istana. Sebuah truk mengambil posisi di balik sebuah gerbang Malacanang, sedang satu kendaraan lapis baja mengawal di pintu rumah Presiden Aquino di Aguiler, tak jauh dari Istana. Beberapa tempat lain juga diamankan, seperti stasiun TV Saluran 4, Radio ng Bayan, dan Radio Veritas. Tapi siaga penuh cuma berlangsung beberapa jam. Suasana Malacanang kembali seperti biasa, para menteri sudah sejak pagi-pagi bergegas ke sana, mungkin karena adanya sidang kabinet khusus hari itu. Para wartawan sudah berkumpul, lama sebelum Cory berpidato tentang pengunduran diri Enrile dan pelantikan penggantinya, Rafael Ileto. Keputusan bersejarah itu mengejutkan banyak orang. Memang sesuatu yang besar diperkirakan akan terjadi, tapi tidak seorang pun menduga bahwa semuanya berawal dari kedatangan kombi Menhan Enrile yang memasuki Malacanang Minggu sekitar pukul 13.47. Cory menerima Enrile di ruang kerjanya di lantai II Wisma Tamu selama 16 menit. Sesudah itu, tanpa menghadiri sidang kabinet, Enrile bergegas ke kombinya yang antipeluru, dan segera meninggalkan Malacanang. Ia tampak tenang, melambaikan tangan pada wartawan, padahal baru saja selesai dengan pertemuan yang begitu menentukan, tidak saja dalam kariernya sebagai politikus, tapi di pihak lain penting bagi pemerintahan Aquino. Kolumnis terkenal Luis Beltran melaporkan bahwa Enrile tampak cerah sehabis pertemuan. Juru bicara Malacanang, Teodoro Benigno, mengulangi komentar Cory yang mengatakan pembicaraannya dengan Enrile berlangsung "tenang dan teduh". Adalah Enrile yang pertama kali menyatakan pengunduran dirinya, sementara menteri yang lain baru diimbau untuk melakukan hal yang sama. "Mereka yang tidak mau mundur dalam beberapa hari dianggap tidak lagi berwenang sebagai menteri." Dikatakannya juga, pengunduran semua menteri berarti memberi kesempatan pada pemerintah untuk membuka lembaran baru. Sumber-sumber pemerintah, yang angkat suara Selasa lalu, mengisyaratkan bahwa perombakan kabinet besar-besaran akan terjadi. Wakil Presiden Salvador Laurel akan dicopot dari kursi menteri luar negeri digantikan oleh Leticia Shanani, saudara perempuan Jenderal Ramos yang sebelumnya menjabat deputi menteri luar negeri. Menteri Perburuhan Augusto Sanchez, Menteri Pemerintahan Lokal Aquilino Pimentel, dan Menteri Sumber Daya Alam Ernesto Maceda juga termasuk dalam daftar mutasi. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Kepresidenan Joker Arroyo diberi jabatan baru dengan kekuasaan lebih terbatas. Dalam pada itu, ia juga menetapkan batasan waktu bagi komunis untuk mencapai gencatan senjata paling lambat 30 November depan. Sejauh ini, menurut penuturan Ramon Mitra dan Teofisto Guingona sebagai wakil pihak pemerintah -- kepada beberapa sumber, perundingan mereka dengan pihak komunis sudah mencapai 70-90 persen kesepakatan. Andai kata mereka gagal mencari kesepakatan berikutnya, perundingan akan dihentikan sama sekali. "Sudah jelas kini bahwa pihak ekstrem kiri tidak berminat pada perdamaian yang saya tawarkan," kata Cory. "Sikap saya ditafsirkan sebagai kelemahan, dan usaha saya yang tulus dianggap sebagai ketidaktegasan. Hal ini tidak mungkin berlanjut terus," kata Cory dengan tandas. Sebagai penutup pidato yang bersejarah itu, yang disiarkan langsung lewat televisi Minggu pukul 3 siang, Presiden Aquino memperingatkan bahwa mereka yang berusaha "menangguk di air keruh" akan ditindak tegas. Pelantikan Letjen (pur) Rafael Ileto berlangsung siang itu juga di Malacanang Perwira senior ini pernah menjabat sebagai wakil kastaf AFP di zaman Marcos dan terakhir bertugas sebagai deputi menhan. Enrile, kabarnya, setuju penuh pada pengangkatan Ileto, tokoh militer yang dikenal berani menentang Marcos. Rocky, begitulah Ileto dikenal antara sesama teman dekat, terang-terangan menentang UU Darurat yang diberlakukan Marcos tahun 1972. Menurut Ileto, UU Darurat bukanlah jawaban untuk masalah yang dihadapi Filipina waktu itu. Sebelumnya ia juga menentang operasi militer yang dirancang untuk mengacaukan Sabah. Seperti diketahui, Marcos mengklaim Sabah sebagai wilayah Filipina yang sah. Dalam konperensi pers pertama, tak lama sesudah diambil sumpahnya, dalam bahasa seorang diplomat Ileto menyatakan, "Akan berusaha memimpin kementerian pertahanan sebaik Enrile melakukannya." Senin keesokan harinya ia bicara tentang upaya mengusut plot kudeta dan bahwa perundingan dengan komunis harus mempunyai batas waktu. Ileto, dalam kata lain, menunjang sikap keras Cory terhadap komunis, di samping mengisyaratkan bahwa percobaan kudeta, walaupun gagal, tidaklah bisa dibiarkan. Dua percobaan kudeta sebelumnya, di Hotel Manila Juli silam, dan plot kudeta God Save the Queen, telah diampuni begitu saja. Dalam keterangannya kepada TEMPO, Ileto menyatakan bahwa kebiasaan ini kian menyuramkan disiplin militer, padahal justru dewasa ini disiplin itu harus ditingkatkan. Sepanjang Minggu siang, juru bicara Istana Teodoro Benigno tidak bersedia memastikan apakah kudeta terakhir ini memang digerakkan orang-orang Enrile yang secara populer dikenal Ramboys. Menteri yang lain juga berdiam diri. Tapi Benigno berucap bahwa orang-orang yang terlibat kudeta bukanlah tentara biasa. "Mereka diperkirakan bernaung di bawah kementerian pertahanan, jadi berada di luar jangkauan kastaf AFP. Kini dengan Ileto sebagai menhan maka adalah tugasnya untuk mengusut perkara itu." Jika mengingat peringatan keras Jenderal Ramos sejak Minggu malam kepada semua jajaran AFP untuk "tidak menerima perintah dari siapa pun kecuali dirinya", kudeta itu serius adanya. Ditegaskan oleh Ramos supaya tentara jangan menghiraukan perintah dari kementerian pertahanan di Aguinaldo, ataupun dari orang yang bernama Gregory Honasan (kolonel). Pemimpin RAM yang populer ini Minggu sore telah mengadakan kunjungan kehormatan pada Ileto, atasannya yang baru. Kepadanya, agar ia bersama RAM berusaha mempersatukan jajaran militer. Ileto mengakui, sebagian besar orangtua anggota RAM adalah rekannya dulu dalam dinas militer. Beberapa tokoh RAM yang menemui Ileto di samping Honasan adalah Kapten Felix Turingan, Kapten Al Rex Robles, Letkol Red Kapunan, dan Letkol Tito Legaspi. Tidak jelas bagaimana nasib mereka kelak, tapi Ileto tidak menutup kemungkinan anggota RAM akan dirotasikan (dipencarkan, di-tour-of-duty-kan). Memang, sementara ini Honasan tetap bebas, begitu pula rekan-rekannya yang bikin heboh di Cebu City dan Butuan. Sampai kini belum ada berita bahwa mereka ditindak. Padahal, Sabtu akhir pekan silam, 500 tentara melancarkan demonstrasi di kamp Sergiso Osmena di Cebu City. Beberapa jam kemudian, sekitar 2.000 tentara di Butuan, Mindanao, juga melancarkan aksi serupa. Lebih menarik, mereka berhasil mengikutsertakan warga sipil. Aksi di Cebu diramaikan 1.000 sipil, kira-kira sebanyak itu pula di Butuan. Beberapa helikopter tampak berputar-putar di atas Cebu, menyebarkan pamflet dengan lima tuntutan yakni: sikap tegas menghadapi komunis, pemecatan pejabat daerah yang tidak efisien, perombakan kabinet, penyertaan wakil militer dalam perundingan dengan NDF, kembali ke demokrasi konstitusional dan memanggil Batasang Pambansa untuk bersidang kembali. Tuntutan terakhir ini persis sama dengan rencana kudeta yang baru saja digagalkan Jenderal Ramos, Minggu dinihari. Sekalipun begitu, komandan daerah militer Brigjen Edgardo Abenina masih bisa mengatakan, "Unjuk rasa militer itu bukanlah menentang pemerintah. Itu cuma serangan terhadap komunis. Anak-anak ini sepenuhnya mendukung Presiden Aquino dan Jenderal Ramos." Ini benar-benar penjelasan yang sulit dimengerti. Jika tuntutan penyidangan Batasang dipenuhi, berarti mereka mengakui keabsahan pemerintahan Marcos. Pada gilirannya berarti menyuarakan kepentingan bekas presiden yang sudah ditumbangkan itu. Atau setidaknya memperjuangkan kepentingan sisa-sisa tentara loyalis beserta pengikut Marcos yang sekarang lebih dikenal dengan julukan Tha Abandonados. Kedengarannya mustahil, tapi itulah yang terjadi. Tidak heran kalau tajuk Midday, edisi sore koran berhaluan kiri Malaya tampil dengan pertanyaan, "Mengapa RAM tidak dibereskan saja?' Ya, mengapa? Seraya memuji tekad Ileto untuk meningkatkan disiplin militer, tajuk itu mengecam keras perwira dan prajurit yang moralnya bejat. Yakin bahwa Ileto terlalu tahu penyakit yang menggerogoti AFP, tajuk itu mendesak agar perwira yang sudah dimanjakan oleh hidup enak dan kantor ber-AC dibina karena merekalah yang merusakkan moral tentara. Kebobrokan moral tentara mungkin hanya satu aspek dari kegawatan raksasa yang diwariskan Marcos kepada Cory. Kebobrokan ini disulut pihak tertentu, kanan atau pun ultrakanan, untuk melampiaskan ambisi mereka. Ada motivasi politik yang dianggap sah, ada kepentingan yang mau dipertahankan habis-habisan. Semua ini seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lampau. Tapi kelompok kanan, para loyalis dan tentara yang mengatasnamakan demokrasi, tidak berpendapat demikian. Jenderal Ramos dan Menhan Ileto tampaknya memahami ini. Kepada TEMPO Ileto lebih dari sekali bicara tentang reformasi militer yang setidaknya memerlukan waktu. Jenderal Ramos, tokoh tengah yang, kata pers, terbelah antara dua cinta -- Cory dan Enrile -- belakangan banyak berdiam diri. Sejak Enrile melancarkan kecaman bertubi-tubi pada Cory, ia hanya menunggu dan membiarkan. Ia begitu tenang. Mereka yang tidak sabar sampai-sampai menjuluki Ramos sebagai Hamlet, tokoh peragu, tipe yang akhirnya digulung krisis dan bukan sebaliknya. Beberapa pengamat begitu khawatir, apalagi teror semakin menjadi-jadi dan pihak komunis kian berani unjuk gigi. Pekan silam terjadi ledakan di sebuah supermarket di Manila, mencederai lebih dari 30 orang. NPA, dalam pada itu, mengaku bertanggung jawah untuk pembantaian terhadap David Puzon, bekas anggota parlemen, yang juga teman dekat Enrile. Belum terhitung pembantaian terhadap tentara dan polisi di daerah-daerah. Lebih dari itu, prosesi penguburan Rolando Olalia telah dijadikan pentas oleh pihak komunis untuk mempertunjukkan kerja sama mereka dengan kaum buruh. Sebanyak 600.000 warga Manila, yang berpartisipasi atau menyaksikan arak-arakan itu, telah melihat banyak bendera merah dengan simbol palu arit terselip di sana-sini. Dua tokoh perunding NDF, Satur Ocampo dan Antonio Zumel, mengacungkan kepalan tinju mereka, lalu bergandeng tangan dengan tokoh organisasi buruh militan KMU dan Partido ng Bayan. Mereka sebelumnya menolak melanjutkan perundingan dengan tim pemerintah, alasannya agar pembunuh Olalia diadili dulu. Lebih dari itu mereka menuntut supaya Presiden Aquino membuktikan adanya kontrol pemerintah terhadap militer. Tak pelak lagi, pemberontak sudah bertindak terlalu jauh. Jenderal Ramos, yang sejak semula meragukan ketulusan sikap komunis, balik membalas. Ada pengamat politik di Manila berkesimpulan bahwa Ramos sudah terjun ke politik, gara-gara pembalasan itu. Kamis pekan silam, di depan seminar James Capel dan Co. di Hotel Manila Peninsula, ia tiba-tiba bicara keras. Lewat kecamannya pada pemerintahan Cory, Ramos mengisyaratkan tentang bahaya dan ancaman komunis, sesuatu yang baru kali ini ia lakukan. Ramos menghendaki perombakan kabinet, dan meragukan keberhasilan perundingan dengan pemberontak komunis. Menurut Ramos, tahun lalu -- ketika masih di bawah Marcos -- 22.000 pemberontak turun gunung, di antaranya 553 gerilyawan NPA. Tapi tahun ini hanya 258 pemberontak bersenjata menyerahkan diri berikut 200 pendukungnya. Ini merupakan indikasi, demikian Ramos, bahwa pemberontak menerapkan politik garis keras terhadap pemerintah, seraya meningkatkan serangan bersenjata terhadap militer. Mereka juga melipatgandakan penarikan pajak progresif dan propaganda militer di daerah. Tidak syak lagi, jenderal berbintang empat itu melancarkan kecaman yang senada dengan Enrile, tapi ditunjang oleh data dan dalam gaya yang mengindahkan tata krama. Menarik dicatat bahwa pidato Ramos dimuat keesokan harinya oleh Business Day, koran berpengaruh itu, di halaman pertama lalu bersambung ke halaman dalam. Laporan Business Day dibantah kebenarannya oleh Ramos pada hari yang sama, Jumat. Bantahannya langsung dituang dalam tulisan tangan Ramos sendiri, kemudian difotokopi dan disebarkan pada para wartawan. Bantahan mencakup enam butir masalah. * Bahwa ia tidak menuduh Aquino gagal dalam perundingan dengan komunis. * Bahwa ia cuma mengajukan fakta tentang lebih banyaknya pemberontak komunis yang turun di zaman Marcos ketimbang sekarang. * Bahwa ia tidak menuntut pemecatan menteri berhaluan kiri, tapi menteri yang tidak bekerja efisien. * Bahwa ia tidak merekomendasikan sidang Batasang Pambansa. * Bahwa pemberontak komunis bersikap lebih keras terhadap pemerintah. * Bahwa dalam strategi AFP, rekonsilisiasi merupakan komponen ketiga, sesudah sekuriti dan pembangunan. Sepintas, Ramos seakan mengikuti jejak Enrile, bahwa ada yang menduga ia sudah memihak bekas menhan itu. Benarkah? Mungkin ini juga yang ingin diketahui Cory. Pada hari Jumat itu juga ia mengadakan pembicaraan selama satu setengah jam dengan Ramos di Malacanang. Ini didahului Cory dengan pembicaraan telepon, hingga spekulasi kian ramai tentang peran Jenderal Ramos yang dianggap bisa sangat menentukan dewasa ini. Sesudah "konfrontasi" Cory -- Ramos di Malacanang, perkembangan tiba-tiba berbalik cepat Sabtu pagi, sebuah sumber militer membocorkan adanya rapat gelap di rumah bekas tokoh KBL, Antonio Carag, di San Juan, Manila. Rapat dipimpin oleh Enrile dan dihadiri pemimpin RAM, Kolonel Gregory Honasan, dan para pendukung Marcos. Sabtu malam, utusan RAM Kapten Al Boy Turingan menghubungi Ramos seperti tercantum pada awal cerita -- dan dalam beberapa jam saja, usaha kudeta sudah bisa dipatahkan. Info tentang rapat di San Juan diketahui dari orang militer yang katanya "ditanam" di kubu Enrile. Kabarnya, dari pihak Ramos ada usaha menasihati komplotan agar mengurungkan niat mereka, karena bisa menyebabkan pertumpahan darah, bahkan perang saudara. Kedua hal mengerikan itu tidak terjadi. Kudeta dengan mudah dipatahkan, jauh lebih gampang diatasi ketimbang kudeta Tolentino yang sempat berlangsung tiga hari. Prajurit di tiga kamp di Quezon City dan Makati sudah disiagakan sekitar Sabtu pukul 8 malam. Ramos melakukan kontak ke semua komandan militer di daerah, menginstruksikan agar mereka siap siaga. Diperingatkannya supaya mereka tidak menerima perintah dari kantor Kementerian Pertahanan terutama dari Honasan. Sementara itu, Jenderal Ramos mendapat jaminan dari Mayor Efren Aryata bahwa Guardians Brotherhood -- organisasi yang membawahkan 70 persen AFP -- akan sepenuhnya membantu dia. Adakah di situ letak sukses Ramos? Apakah pihak Ramboys, orang-orang Enrile maksudnya, sudah memandang enteng pada jenderal berbintang empat itu, hingga akhirnya mereka yang terperosok? Atau mereka terpancing pidato Ramos -- yang dibantah Kamis lalu, tapi jelas mengecam Cory secara terang-terangan, hingga tak terelakkan mereka sampai pada kesimpulan jenderal itu berpihak pada mereka? Kemungkinan yang terakhir ini kuat dugaan ada benarnya. Apalagi jika dikaitkan dengan tuntutan Ramos -- yang kemudian dibantah -- supaya Batasang dipanggil bersidang. Tuntutan ini persis sama rencana komplotan kudeta. Bukan tidak mustahil plot RAM yang lengkap sudah diketahui Ramos lewat orang yang ditanam di kubu Enrile. Bertolak dari situ, sang jenderal tinggal menyusun skenario tandingan dan, akhirnya, kudeta bisa digagalkan dengan mudah, tanpa darah tertumpah. Andai kata dugaan ini benar tidak terlalu mengherankan jika Cory -- lewat pembicaraan 16 menit -- berhasil "memaksa" Enrile mundur. Jalan ke arah itu sudah disiapkan dengan baik sekali oleh Fidel 'Eddie' Ramos. Kebetulan Enrile tidak kehilangan penalaran yang jernih pada saat-saat kritis itu. Ia tidak mengamuk seperti biasa. Terlepas dari masalah apakah Enrile yang mendalangi kudeta itu atau tidak, Enrile, seperti yang dipuji beberapa kolumnis, telah bersikap kesatria. Mungkin ia salah langkah, atau salah mengarahkan RAM, dan untuk itu ada harga yang mesti dibayarnya. Dari seluruh dunia datang sanjung dan dukungan untuk Cory. Pemerintah AS mengulangi dukungannya, Senator Lugar memuji Cory sebagai tokoh pemersatu. Tapi pers lokal tidak lupa memberi tempat untuk Ramos. Bahkan seminggu sebelumnya, beberapa media sudah menampilkan artikel khusus tentang pribadinya yang bersih, keluarganya yang ideal, dan perannya yang unik dalam percaturan kini dan nanti. Lebih dari itu, ada yang setengah bergurau meramalkan Ramos sebagai presiden Filipina berikutnya. Di pihak lain, kubu loyalis Marcos membantah adanya plot persidangan Batasang Pambansa. Tokoh KBL Nicanoir Yniguea menolak tuduhan bahwa ia terlibat dan balik bertanya, "Mengapa KBL selalu dijadikan kambing hitam?" Sekjen KBL (Kilusang Bagong Limpunan, partai warisan Marcos) Salvador Britanico balik menuding bahwa tuduhan itu cuma bagian dari-kampanye disinformasi yang dilancarkan berbagai kelompok dalam AFP. Bekas Menteri Perburuhan Blas Ople yang kini menjadi tokoh oposisi menilai Presiden Aquino telah berhasil melewati ujian berat lalu mendesak agar peluang yang telah ada kini digunakan untuk mewujudkan persatuan dan rujuk nasional. Dua hal perlu dicatat ialah Cory akhirnya bisa bertindak tegas dan membuktikan pula bahwa ia bisa mengendalikan militer. Ini diakui ahli politik terkemuka Nicanor Yniguez dalam satu pembicaraan singkat dengan TEMPO. Ia cuma menyayangkan mengapa pemecatan Enrile tidak dilakukan sejak dulu-dulu. Tapi seorang pengamat melihatnya secara lain. Ia memuji cara Cory yang begitu taktis, hingga tidak perlu ada yang kehilangan muka. Mungkin inilah cara Filipina, yang sering disebut-sebut Cory. Tapi bagaimana dengan cara Enrile? Ia tampak begitu ringan menerima kekalahan. Bahkan "tidak pahit", seperti kata putrinya, Katrina. Ny. Enrile, yang ditemui wartawan di rumahnya di Das Marinas, Makati, merasa lega. "Akhirnya, ia mundur. Hal ini sudah lama tertunda. Sekarang saya merasa tenang," katanya. Menurut Katrina, sesudah 20 tahun berkecimpung di bidang politik, ayahnya akan kembali berpraktek sebagai pengacara. Benarkah? Partai Nacionalista sudah mengajak Enrile bergabung, bahkan menawarinya untuk memimpin partai itu. Tapi beberapa teman dekat mengatakan Enrile akan istirahat dua minggu, lalu berlibur sebulan penuh ke luar negeri bersama keluarga. Tapi banyak pengamat tidak yakin. "Enrile akan tetap menjadi duri bagi Cory," kata seorang dari mereka. Beberapa wartawan yang hafal akan gaya Enrile percaya bahwa bekas menhan itu sedang mempersiapkan sesuatu. Kalau Enrile terlalu diam, kata mereka, pasti kelak akan terjadi ledakan. Isma Sawitri (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus