SEKIRANYA Letnan Jenderal (purnawirawan) Rafael M. Ileto masih berada di luar negeri, ketika agitasi-agitasi rakyat dan ulama yang didukung militer melawan rezim Marcos menghebat awal tahun ini, barangkali ia akan tetap menjadi orang tersisih. Kendati demikian, pada awalnya orang sibuk menerka-nerka di kubu manakah ia berdiri. Jose Maria Sison, bekas ketua CPP (Partai Komunis Filipina), pernah mengisukan Ileto sebagai tokoh pro-Cory yang bernaung dalam kubu Juan Ponce Enrile. Ketika plot kudeta God Save the Queen terbongkar awal November silam, perwira itu dikabarkan ikut serta dalam usaha menggagalkannya. Spekulasi ini dibantah Ileto. Mungkin sekali ia berperan dalam banyak hal, tapi waktu itu belum ada tanda-tanda bahwa ia akan menggantikan Enrile. Bukankah ia belum lama tiba kembali di tanah airnya? Dilahirkan 24 Oktober 1920 di Nueva Ejica, Ileto lebih dulu menekuni teknik mesin di Universitas Filipina, sebelum belajar di Akademi Militer Filipina selama setahun. Kemudian barulah Ileto memasuki Akademi Militer West Point, Amerika. Ia lulus tahun 1943 ketika Filipina -- yang sebenarnya dijajah oleh Amerika -- diduduki bala tentara Jepang. Karena itu, ia menggabungkan diri dengan Kompi Alamo BataIyon VII Angkatan Darat Amerika Serikat. Barulah, tujuh tahun kemudian, Ileto memasuki dinas militer AFP sambil menamatkan studi hukum di Universitas Manila, 1953. Sejak penugasan pertamanya di AFP, Ileto tak pernah melepaskan minatnya untuk membentuk satuan khusus antigerilya komunis, Scout Ranger. Untuk menguji keampuhan satuan khusus tersebut, Ileto langsung menerjunkan anak buahnya dalam operasi-operasi penumpasan gerilyawan pemberontak Hukbalahap. Kebenciannya terhadap komunis makin tebal setelah ia menyaksikan sendiri saat-saat awal tumbuhnya rezim komunis di Vietnam dan Laos. (Sepanjang 1955-1958 ia bertugas sebagai atase pertahanan di Saigon dan Vientiane). Setibanya di tanah air, Ileto ditunjuk mengepalai Badan Koordinator Intel Nasional, 1959-1964. Dengan kekuasaan di tangannya, makin leluasalah Ileto mengobrak-abrik kekuatan kaum komunis, seteru utamanya. Setelah masa jabatannya berakhir, ia berangkat ke Amerika mengikuti Sesko di Forth Leavenworth. Kemudian setelah pendidikan selama setahun itu ia diangkat sebagai komandan PC (Philippine Constabulary) di kawasan utama Manila hingga 1969. Kariernya melesat setelah itu: panglima militer Luzon Utara, asisten intel kepala staf AFP, kepala staf AD, dan deputi kepala staf AFP. Hingga saat-saat akhir karier militernya, Ileto tidak pernah mau begitu saja menuruti kemauan bekas Presiden Marcos. Ketika masih menjabat deputi kepala staf AFP, dengan pangkat letnan jenderal, Marcos pernah meminta pertimbangannya terhadap UU Darurat. Namun, pada saat itu juga Ileto tidak setuju dengan kebijaksanaan tersebut. Kendati demikian, sejarah mencatat bahwa Marcos akhirnya memberlakukan saja UU Darurat, 1972. Menurut Ileto, UU Darurat bukanlah jawaban untuk masalah yang dihadapi Filipina waktu itu. Sebelumnya, ia juga menentang operasi militer yang dirancang untuk mengacaukan Sabah. Seperti diketahui, Marcos mengklaim Sabah sebagai wilayah Filipina yang sah. Maka, sebagai hadiah atas "pembangkangan"-nya, Marcos memberi Ileto kursi duta besar di Iran (1974-1978) dan Muangthai (1981-1986). Menurut cerita seorang perwira kepada Reuters, Ileto diduga punya hubungan erat denan Almarhum Benigno Aquino. "Marcos malah mencurigainya sebagai orang yang ikut membocorkan rencana memberlakukan UU Darurat, yang diberi sandi Oplan Sagittarius. Soalnya, dalam sebuah pidatonya di senat sebelum pemberlakuan UU Darurat, (Senator) Aquino sudah menyinggung soal rencana tersebut," kata sumber ini. Ia kembali dari "pengasingannya" ketika Marcos sedang menghitung hari-hari akhir kekuasaannya. Ileto memakai kesempatan tersebut sebagai penghubung antara kelompok militer di bawah pimpinan Jenderal Ramos dan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dengan kubu Marcos. Dengan cara inilah ia dapat menghindarkan aksi polisionil yang tadinya akan diambil oleh pasukan-pasukan Marcos. Mengingat keberhasilannya, tidaklah mengherankan jika Cory mengangkat Ileto sebagai deputi menteri pertahanan. Untuk jabatan ini Ileto adalah tokoh yang tepat. Namun, pengangkatan tokoh senior ini tampaknya, merupakan dalih Cory untuk merangkul bekas "lawan" Marcos sekaligus menempatkannya di bawah Enrile. Dengan begitu, Cory berharap, Ileto dapat menetralisasikan penetrasi kelompok militer loyalis yang masih berharap kejayaan Marcos dan kelompok militer Enrile sendiri. Kini, dengan jabatan barunya toh tidak sedikit masalah yang harus dihadapinya. Sebagai bekas tentara profesional, Ileto mengimpikan AFP yang benar-benar murni sebagai kekuatan militer, tanpa tanda kutip. Untuk itu ia merencanakan program reorganisasi, yang kelak akan merampingkan jalur komando. Selain itu, Ileto berkeinginan melatih kembali keterampilan dan kematraan para prajurit AFP. Namun, para analis militer banyak pula yang bersikap skeptis terhadap rencana-rencana tersebut. Mungkinkah dengan hilangnya faktor Enrile ia bisa leluasa mewujudkan keinginannya sekaligus menyatukan aspirasi AFP? Beberapa waktu sebelum Presiden Cory menunjuknya sebagai menteri pertahanan, Isma Sawitri dari TEMPO sempat mewawancarai Ileto di ruang kerjanya, di Camp Aguinaldo. Petikannya. Benarkah Anda ikut serta menggagalkan plot kudeta God Save the Queen? Tidak, sama sekali tidak benar. Jenderal Ramos membicarakan hal itu dengan saya. Begitu pula Kolonel Gregory Honasan. Tapi saya tidak berperan apa-apa, bantuan saya juga tidak diminta. Sebelum ini, saya memang diikutsertakan dalam perundingan menghadapi pelaku kudeta Hotel Manila (yang dipimpin Arturo Tolentino, Juli silam). Tapi kali ini malah saya meragukan adanya rencana kudeta. Kudeta Hotel Manila dan plot God Save the Queen dihubung-hubungkan dengan Menhan Enrile. Komentar Anda? Saya kira, Menteri Enrile tidak terlibat kudeta Hotel Manila. Saya merasa, dia juga tidak terlibat plot God Save the Queen, kalau memang plot itu ada. Yang dapat saya katakan bahwa ia -- karena alasan tertentu -- membiarkan para perencana kudeta. Mungkin demi kepentingan nasional atau rekonsiliasi. Bagaimana sebenarnya hubungan Anda dengan Enrile dan Presiden Corazon Aquino? Kami, saya dan Enrile, telah lama membina kerja sama. Enrile sendirilah yang meminta saya bekerja di kantor ini. Bagaimana mungkin orang mengatakan bahwa saya adalah orang Cory yang dipasang di sini? Dapat saya katakan bahwa hubungan saya dengan Cory juga baik. Bahkan ketika Marcos masih berkuasa, kelompok Cory tidak luput meminta bantuan saya. Tidak ada yang perlu dihebohkan. Apa yang saya lakukan semata untuk menjaga hubungan baik. Saya tidak menentang siapa-siapa, juga tidak memihak fraksi mana pun. Orang-orang bicara tentang Yellow Army. Benarkah mereka ini tentara dalam ten tara? Saya ambil bagian dalam mengorganisasikan pasukan kawal presiden yang diramaikan sebagai Yellow Army. Tentang ini, kakak Cory, Jose "Peping" Conjuango, semula ragu-ragu. Namun, saya tegaskan bahwa saat ini tidaklah bisa dimaafkan kalau kita sampai kehilangan Cory. Jika kita kehilangan Cory dalam satu bentrokan senjata, misalnya, negeri ini bisa hancur. Anda tahu, beberapa orang berusaha menjadi presiden tanpa mengingat bahwa mereka tidak diterima rakyat. Tidak mereka sadari bahwa sulit sekali menggalang dukungan mayoritas, sesuatu yang kini diperoleh Cory. Jadi, waktu saya mengorganisasikan pasukan kawal presiden, yang terpikir oleh saya cuma satu: bagaimana melindungi Cory sebaik-baiknya. Cory sangat penting. Bagaimanapun, kami harus melindunginya. Mungkin ia bukan politikus, tapi simbol, mewakili aspirasi rakyat. Tak ubahnya Khomeini di Iran. Perundingan damai dengan komunis tidak menampakkan kemajuan berarti. Pendapat Anda? Terlalu dini untuk mengetahui apakah perundingan itu akan berhasil atau tidak. Mungkin perundingan itu pada akhirnya akan gagal. Saya sendiri berpendapat, pihak militer harus ambil bagian di situ. Saya pribadi merasa, apa salahnya kalau berunding. Toh di kalangan AFP ada yang setuju dengan upaya itu. Terus terang, militer tidak terlalu siap menghadapi komunis. Di samping dana dan persenjataan kurang memadai, sikap mental tidak terlalu menunjang. Harus saya katakan, karena ulah Marcos, pihak militer menjadi agak korup dan kurang disiplin. Diperlukan waktu untuk reformasi AFP, untuk reorganisasi dan reindoktrinasi mereka. Apakah militer, khususnya Jenderal Ramos, dapat memainkan peran penting dalam percaturan politik dewasa ini? Masa ini adalah masa yang penting dalam sejarah militer Filipina. Mereka menghadapi ujian berat. Saya yakin AFP akan tetap mengakui supremasi sipil, sedangkan Jenderal Ramos adalah pemimpin yang menomorsatukan kepentingan negara dan rakyat. Kesetiaannya bukan pada individu, bahkan tidak kepada presiden, karena presiden boleh datang dan pergi. Dewasa ini mungkin penguasa sipil dan militer menemukan kesepakatan dalam banyak hal, tapi perbedaan timbul dalam pendekatan taktis (tactical approach), terutama mengenai cara-cara menumpas pemberontak komunis. Adakah peluang bagi pihak komunis untuk duduk dalam pemerintahan? Tidak, peluang itu tidak boleh ada. NPA harus ditumpas. Militer punya program untuk counter-insurgency, juga satuan khusus untuk melancarkan counter-guerilla warfare. Andai kata pemerintah akhirnya memilih solusi militer, saya yakin AFP akan berhasil mengisolasi satuan pemberontak komunis yang tercerai-berai di berbagai pulau untuk kemudian menumpasnya habis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini