Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Prancis menyetop pendanaan untuk sekolah Muslim terbesar di wilayah Lille. Pendanaan dihentikan karena sekolah itu disebut mengajarkan materi yang dipertanyakan, kata seorang pejabat setempat pada Senin, 11 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut sejumlah kelompok hak asasi manusia, penghentian dana itu merupakan tindakan keras yang lebih luas terhadap sekolah Muslim tersebut. Sekolah swasta Averroes, sekolah menengah Muslim pertama yang dibuka di daratan Perancis pada 2003 di kota utara Lille, memiliki lebih dari 800 siswa. Sekolah ini telah terikat kontrak dengan negara sejak 2008. Siswa mengikuti kurikulum reguler Perancis, dan juga ditawarkan kelas agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun dalam laporan bulan Oktober, kantor lokal kementerian dalam negeri mengatakan sekolah tersebut mengalami disfungsi administratif dan keuangan. Beberapa pengajaran dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai republik Prancis.
Kantor Kementerian Dalam Negeri setempat menolak memberikan rincian lebih lanjut mengenai pemutusan kontrak tersebut.
Banyak umat Islam merasa Prancis yang merupakan rumah bagi populasi Muslim terbesar di Eropa, menjadi lebih bermusuhan terhadap mereka. Kebencian terhadap Muslim meningkat terutama setelah Prancis mengalami serangkaian serangan jihadis yang mematikan pada tahun 2015.
Pada bulan September, menteri pendidikan melarang abaya, jubah longgar dan panjang yang dikenakan oleh sebagian perempuan Muslim, di sekolah-sekolah umum. Tahun lalu, perintah deportasi diberikan kepada seorang imam dari daerah yang sama di Perancis utara.
Kepala sekolah Averroes Eric Dufour mengatakan dia belum menerima pemberitahuan dari kantor kementerian dalam negeri setempat. Sekolah tersebut bermaksud untuk menantang keputusan tersebut di pengadilan administratif.
“Dalam hal nilai-nilai republik, kami melakukan lebih dari sekolah lain,” kata Dufour kepada Reuters pekan lalu di Lille, setelah dia dipanggil ke rapat komite pendidikan pada akhir November.
Laporan inspeksi kementerian pendidikan pada 2020 mengatakan bahwa tidak ada hasil observasi yang memungkinkan berpikir bahwa praktik pengajaran tidak menghormati nilai-nilai republik.
Kementerian tidak segera membalas permintaan komentar.
Kepala Sekolah Dufour mengatakan bahwa tanpa pendanaan publik, sekolah tidak akan mampu memenuhi kebutuhan anggarannya. “Kami harus melipatgandakan biaya hidup setiap keluarga, dan itu tidak mungkin dilakukan,” katanya.
Mohamed Daoudi mengatakan alasan utama dia memilih Averroes untuk putranya yang berusia 12 tahun adalah hasil yang sangat baik. Dia dan orang tua lainnya merasa keputusan kantor kementerian dalam negeri setempat adalah sebuah ketidakadilan.
“Ini benar-benar perburuan penyihir,” kata Daoudi. “Ini adalah ketidakadilan yang digandakan dengan penghinaan.”
Daoudi, seorang direktur proyek di industri teknologi, mengatakan dia telah tinggal di luar negeri selama 15 tahun dan siap untuk pergi lagi jika sekolahnya ditutup. “Saya lebih suka memasukkan anak-anak saya ke sekolah umum di Kanada,” katanya.
Dia menambahkan bahwa dia merasa hal itu merupakan bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap minoritas Muslim di Prancis. “Kami melakukan segalanya sesuai aturan, dan kami masih direcoki.”
REUTERS
Pilihan editor: Indonesia Minta Negara-Negara Pihak Konvensi Pengungsi Tanggung Jawab atas Situasi Rohingya