Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa sedang menunggu suaka dari Singapura. Negosiasi masih berlangsung.
Sebelumnya ia dikabarkan akan bertolak ke Singapura setelah kabur ke Maladewa dari Sri Lanka. Ia melarikan diri akibat terdesak protes dari rakyat.
Reuters mengutip media Maladewa mewartakan Gotabaya Rajapaksa akan mengajukan suaka ke Singapura. Beredar kabar bahwa sang presiden akan mendarat di Negeri Singa pada Kamis, 14 Juli 2022. Pemerintahan Singapura masih bungkam soal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Outlet Media Sri Lanka, News Cutter menyatakan menurut seorang sumber, Gotabaya akan tetap mendarat di Singapura hari ini, sambil menunggu jalannya negosiasi. “Gotabaya Rajapaksa masih bernegosiasi. Pemerintah Singapura selama ini diam tentang masalah ini,” kata sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan terbaru koran Singapura, Today, menunjukkan Rajapaksa tidak naik pesawat komersil SQ437, yang tiba pada pukul 7.50 pagi, karena masalah keamanan. Menurut media Sri Lanka Daily Mirror, mengutip sumber dari Maladewa, Gotabaya, istri, dan dua pengawalnya dilaporkan menunggu untuk mengamankan pesawat pribadi di lain waktu.
Beberapa orang Sri Lanka yang hari ini menunggu kedatangan Gotabaya di Bandara Changi terpaksa kecewa. Mereka berharap bisa mengungkapkan rasa frustrasi secara langsung kepada presiden yang telah meninggalkan Sri Lanka di tengah runtuhnya ekonomi negara itu.
Mengutip sumber pemerintah yang menolak disebutkan namanya, Reuters melaporkan bahwa Gotabaya dapat mengirimkan pengunduran dirinya kepada ketua parlemen Sri Lanka setelah mendarat di Singapura. Sementara upaya kabur Gotabaya masih berlangsung, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengambil alih tugas sebagai penjabat presiden.
Beberapa waktu lalu, Singapura mengambil sikap tegas untuk tidak menerima siapa pun yang mencari perlindungan atau suaka. Menteri Dalam Negeri K Shanmugam menegaskan ini dalam jawaban parlementer tertulis pada September 2021: “Sebagai negara kecil berpenduduk padat dengan lahan terbatas, Singapura tidak dalam posisi untuk menerima siapa pun yang mencari suaka politik atau status pengungsi," katanya.
Pernyataan itu merupakan tanggapan atas pertanyaan opsi bagi warga negara Myanmar dengan izin yang kedaluwarsa untuk memperpanjang masa tinggal mereka akibat gejolak politik di negara asalnya.
Demonstrasi akbar berlangsung di Sri Lanka pada Sabtu, 9 Juli 2022. Massa menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.
Para pengunjuk rasa menduduki Istana Presiden, kediaman resmi Perdana Menteri, dan juga menguasai kantor sekretariat presiden yang terletak di Galle Face Green. Tempat itu jadi pusat konsentrasi massa pelaku unjuk rasa. Sampai saat ini, warga Sri Lanka masih berunjuk rasa karena Gotabaya belum juga menyatakan mundur.
Rakyat Sri Lanka menyalahkan Gotabaya Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi yang bergantung pada pariwisata. Krisis kian parah sejak dihantam pandemi COVID-19 dan larangan pupuk kimia yang kemudian dibatalkan.
Keuangan pemerintah dilumpuhkan oleh utang yang menumpuk dan potongan pajak yang diberikan oleh rezim Rajapaksa. Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya.
Sri Lanka tidak memiliki uang untuk mengimpor barang-barang pokok. Sri Lanka hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, yang telah dijatah secara ketat.
Adapun menurut Ranil, Dana Moneter Internasional (IMF) telah mencatat butuh empat tahun untuk menstabilkan ekonomi Sri Lanka. Tahun pertama adalah yang terburuk.
REUTERS | NEWS CUTTER, TODAY | DAILY MIRROR