Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Turkmenistan, sebuah negara yang terletak di Asia Tengah, sering kali menarik perhatian dunia karena kebijakan-kebijakan unik yang diambil oleh pemerintahnya. Salah satu kebijakan tersebut adalah larangan penggunaan mobil hitam di ibu kota, Ashgabat, yang mulai diterapkan sejak Januari 2018. Laporan dari berbagai sumber menyebutkan bahwa pemilik mobil hitam dipaksa untuk mengecat ulang kendaraan mereka menjadi putih atau perak.
Dilansir dari The Diplomat, Chronicles of Turkmenistan, sebuah situs oposisi, melaporkan bahwa mobil hitam telah dilarang di negara ini sejak awal 2018. Pengemudi mobil berwarna gelap di Ashgabat dilaporkan menghadapi tindakan keras berupa penarikan mobil mereka ke tempat penyimpanan milik pemerintah. Untuk mendapatkan kembali kendaraan mereka, pemilik harus mengecat ulang mobil menjadi warna putih atau perak. Layanan berita Radio Azatlyk juga melaporkan bahwa harga pengecatan ulang kendaraan melonjak drastis karena tingginya permintaan.
Larangan ini sebenarnya tidak muncul begitu saja. Pada tahun 2015, pemerintah Turkmenistan sudah melarang impor mobil berwarna hitam. Selain itu, sejak 2014, kaca mobil berwarna gelap (tinted windows) juga dilarang. Kebijakan ini mencerminkan preferensi pemerintah terhadap warna tertentu, terutama putih, yang dianggap membawa keberuntungan.
Dilansir dari News18, presiden Turkmenistan saat ini, Gurbanguly Berdymukhammedov, diketahui memiliki ketertarikan khusus terhadap warna putih. Obsesi ini tampak jelas di ibu kota Ashgabat, yang terkenal dengan bangunan-bangunan marmer putih yang menjulang megah. Bahkan, Ashgabat pernah tercatat dalam Guinness Book of World Records pada tahun 2013 sebagai kota dengan jumlah bangunan berlapis marmer putih terbanyak, yakni sebanyak 543 bangunan dengan luas total lebih dari 48 juta kaki persegi.
Kecintaan Presiden Berdymukhammedov terhadap warna putih juga terlihat dari simbol-simbol nasional. Sebagai contoh, ia pernah mengungkapkan patung emas dirinya sedang menunggangi kuda, yang dipasang di atas tebing marmer putih. Warna putih dianggap membawa keberuntungan dan kemurnian, yang mungkin menjadi alasan di balik larangan mobil hitam.
Bagi masyarakat Turkmenistan, kebijakan ini membawa beban ekonomi yang berat. Salah seorang penduduk Ashgabat menyebutkan bahwa biaya pengecatan ulang mobilnya mencapai 7.000 manat (sekitar $1.996), jauh di atas rata-rata gaji bulanan 1.000 manat ($285). Jika terlambat melakukan pengecatan, biayanya bahkan dapat meningkat hingga 11.000 manat ($3.137). Lonjakan biaya ini menjadi pukulan telak bagi masyarakat yang sudah bergulat dengan kondisi ekonomi yang sulit.
Turkmenistan saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi yang serius. Kekurangan bahan pokok seperti tepung, gula, dan minyak menjadi hal biasa. Akses terhadap mata uang keras juga sangat terbatas, dengan mesin ATM sering kali kosong dan warga yang tinggal di luar negeri hanya dapat menarik $50 per hari. Selain itu, pemerintah bahkan memotong gaji pegawai negeri sebesar 20-30 persen untuk mendanai acara olahraga internasional di Ashgabat pada tahun 2017.
Menurut analis Bruce Pannier dan Luca Anceschi, krisis ekonomi di Turkmenistan adalah "krisis terminal" yang memerlukan perubahan radikal dalam kebijakan ekonomi. Namun, dalam sistem pemerintahan otoriter seperti Turkmenistan, masyarakat tidak memiliki saluran untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka atau mendorong perubahan. Obsesi terhadap warna putih, yang dianggap membawa keberuntungan, hanya mempertegas kesenjangan antara elite penguasa dan masyarakat umum yang harus menanggung dampaknya.
THE DIPLOMAT | NEWS 18
Pilihan Editor: Mengenal Gerbang Neraka Turkmenistan, Lubang Api yang Menyala sejak 1971
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini