BUKAN hanya pemerintahan nasionalis di Taiwan, tapi juga rezim
komunis di daratan Cina (RRC) memperingati revolusi Wuchang
pimpinan Sun Yat-sen 70 tahun lalu yang menggulingkan dinasti
Manchu. Hari besar 10 Oktober itu -- selalu disebut.Double Ten
-- tentu saja dirayakan lebih meriah oleh kaum nasionalis.
Seperti parade militer, pameran kekuatan di Taipeh, yang tampak
bertujuan menyatakan pada RRC bahwa Taiwan cukup mampu menolak
tiap serangan dari daratan Cina.
Tapi RRC kali ini dalam suasana Double Ten tidak mengancam.
Justru undangan manis disampaikannya pada Presiden Chiang
Ching-kuo dan pemimpin Taiwan lainnya untuk berziarah ketanah
leluhur dan "bila sudi" diajak, berbicara soal penyatuan kembali
dua Cina.
Bahkan RRC mengajak Taiwan membuka hubungan dagang langsung, ang
kutan dan pos, serta kerjasama di bidang perbankan. RRC
mempersilakan pula Taiwan membawa abu jenazah Chiang Kai-shek ke
makam keluarganya di daratan Cina. Abu jenazah pemimpin
nasionalis itu kini disimpan dalam suatu monumen megah di tengah
Taipeh, tempat "sementara" menjelang penyatuan Cina.
Rangkaian tawaran damai itu sama sekali tidak menarik bagi
Taiwan. "Memenuhi undangan Cina komunis sama saja mengakui
kedaulatan RRC," demikian komentar seorang diplomat di Taipeh
pada A. Margana, wartawan TEMPO yang berkunjung ke ibukota
Taiwan itu. "Dan Beijing mungkin akan segera mengumumkan Taiwan
menJadi urusan dalam negerinya."
Presiden Chiang Ching-kuo --dalam suatu pidatonya -- menegaskan
pemerintahan Kuomintang ingin menyatukan kembali kedua Cina.
Tapi Taiwan mengisyaratkan, katanya, "penyatuan yang
berlandaskan tiga prinsip: demokrasi, nasionalisme dan
kesejahteraan rakyat. Artinya, Taiwan optimistis bahwa penyatuan
seluruh Cina bisa dicapai berdasarkan demokrasi seperti
dilaksanakan di "provinsi teladan" Taiwan sekarang ini.
Bukti Keberhasilan
Dengan ekonomi Taiwan yang lebih baik, pemerintahan Presiden
Chiang mampu mengabaikan "ajakan damai" RRC itu. Keberhasilannya
meningkatkan kesejahteraan rakyat selalu menjadi tema pokok
propaganda Taiwan. Kemampuan militer yang cukup tangguh
membuatnya pula lebih yakin akan bisa mempertahankan diri jika
diserbu RRC.
Kesejahteraan rakyat--berpendapatan US$2000 per kapita di
Taiwan, dibanding dengan di RRC cuma US$ 800--selalu dibanggakan
sebagai bukti keberhasilan. Sampai minggu lalu Taiwan masih
melepas balon-balon udara yang digantungi tape recorder, pesawat
televisi dan radio, tekstil dan hasil industri lainnya dari
Pulau Quemoy. Dari pulau yang paling dekat dengan daratan Cina
itu, Taiwan mengirimkan bingkisan untuk saudaranya dan sekaligus
menyertakan pesan: "Kami hidup lebih makmur karena tidak
dikuasai komunis. "
Tentu saja "balon iklan" Taiwan itu membuat Beijing gusar.
Dengan tembakan meriamnya, RRC menyebarkan pamflet komunisme ke
pulau itu. Bahkan dari Quemoy--tempat latihan militer Taiwan
menjelang 10 Oktober--sering dikirim pasukan katak menyusup ke
daratan Cina. Tembak-menembak memang jarang terdengar. Mereka
cuma memotong kuping pejabat atau tentara RRC yang dijumpai di
pantai, lantas mencebur kembali ke laut. Tentu saja orang
daratan Cina membalas mencari kuping lawannya yang berada di
Quemoy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini