Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Puluhan Ribu Warga Selandia Baru Protes RUU yang Kurangi Hak Suku Maori

35 ribu dari total 5 juta warga Selandia Baru melakukan unjuk rasa di depan gedung parlemen memprotes RUU yang akan mengurangi hak Suku Maori

19 November 2024 | 09.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 35.000 orang berkumpul untuk berunjuk rasa atau hkoi (dalam Bahasa Maori;red) di luar Gedung Parlemen Selandia Baru pada Selasa 19 November 2024. Ini dilakukan ketika para anggota parlemen di dalam gedung sedang mendiskusikan rancangan undang-undang Prinsip-Prinsip Perjanjian yang dianggap mengurangi hak Suku Maori.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah pengunjuk rasa bahkan menempuh jarak sekitar 1.000 kilometer selama sembilan hari terakhir, ujung utara negara it uke ibu kota Wellington.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara para anggota parlemen yang hadir terlihat Perdana Menteri Christopher Luxon yang mengatakan bahwa hari ini adalah “hari penting”. Dia juga menegaskan kembali pendiriannya bahwa RUU tersebut tidak akan disahkan menjadi undang-undang.

"Posisi kami sebagai Partai Nasional tidak berubah. Kami tidak akan mendukung RUU ini setelah pembahasan kedua dan karena itu tidak akan menjadi undang-undang," katanya, menurut New Zealand Herald.

Luxon menggambarkan RUU itu sebagai sesuatu yang "sederhana", tambah surat kabar itu. "Kami tidak berpikir melalui pena, Anda akan menulis ulang perdebatan dan diskusi selama 184 tahun."

Sementara itu, pemimpin Partai Libertarian Act David Seymour, yang dilaporkan keluar untuk melihat hkoi, dicemooh ketika kembali ke dalam Gedung parlemen. Aksinya memicu teriakan berapi-api "hentikan RUU" yang meletus di antara para pengunjuk rasa, menurut Herald.

RUU yang diusulkan Partai Libertarian Act itu memuat perubahan penafsiran undang-undang perjanjian Selandia Baru antara suku Maori dengan Kerajaan Inggris.

Aturan kontroversial dinilai berpotensi mengancam hak-hak Suku Maori di Selandia Baru karena menghapus prinsip-prinsip penting yang tertuang dalam perjanjian Waitangi-- perjanjian yang ditandatangani 184 tahun lalu antara lebih dari 500 kepala suku Maori dan Inggris.

Bagi negara berpenduduk lebih dari 5 juta orang, ini adalah protes besar – dan salah satu yang paling signifikan dalam sejarah.

Saat kelompok ini memasuki tahap terakhir perjalanan mereka, mereka dibandingkan dengan pawai hak atas tanah Mori yang terkenal pada 1975, yang dihadiri 5.000 orang dan dianggap sebagai momen yang menentukan nasib bangsa.

Namun protes yang terjadi saat ini tujuh kali lebih besar, dan setidaknya dua kali lipat lebih besar dari protes besar lainnya pada 2004, yang melakukan demonstrasi untuk menuntut hak kepemilikan pantai dan laut.

Hal ini juga mengecilkan jumlah protes terhadap kebijakan pemerintah Selandia Baru terhadap penanganan Covid-19 – yang protes terbesarnya melibatkan beberapa ribu orang – dan menyaingi puluhan ribu orang yang berunjuk rasa di parlemen selama pemogokan sekolah untuk perubahan iklim pada 2019.

Namun, protes terbesar dalam sejarah Selandia Baru adalah kunjungan tim rugby Afrika Selatan ke negara tersebut pada 1981, ketika pemerintah negara tersebut menghadapi tekanan global atas apartheid. Pada saat itu, lebih dari 150.000 orang mengambil bagian dalam lebih dari 200 demonstrasi selama 56 hari.

REUTERS | NEW ZEALAND HERALD

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus