Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Referendum Bougainville yang berlangsung pada 23 November hingga 7 Desember 2019 merupakan hasil dari proses politik berpuluh tahun lamanya dengan Papua Nugini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pulau Bougainville yang diberi status otonomi khusus oleh pemerintah Papua Nugini tidak mampu meredam keinginan mayoritas warga Bougainville untuk merdeka dari Papua Nugini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pergolakan panjang untuk Bougainville merdeka terjadi pada tahun 1988 hingga 1997 yang menewaskan sekitar 20 ribu orang atau 10 persen dari populasi Bougainville.
Pada tahun 2001, ditandatangani Persetujuan Damai Bougainville untuk mengakhiri perang saudara selama 9 tahun itu.
Referendum Bougainville merupakan hasil dari persetujuan damai tersebut. Hanya saja, referendum ini tidak mengikat secara hukum, sehingga hasil dari referendum ini harus melalui 2 tahapan lagi.
Tahap pertama, negosiasi antara pemerintah Papua Nugini dengan pemerintah otonomi khusus Bougainville.
Tahap selanjutnya, hasil negosiasi ini dibawa ke Parlemen Papua Nugini di Port Moresby, ibukota Papua Nugini untuk mendapt ratifikasi.
Muncul kekhawatiran tentang nasib referendum tersebut, karena seluruh tahapan pasca referendum itu tidak ada batas waktunya.
Salah satu sumber pendapatan terbesar Papua Nugini adalah ekspor pertambangan dari Bougainville. Akankah Papua Nugini rela melepaskan pulau Bougainville?
Pulau Bougainville terletak sekitar 959 kilometer arah barat laut Port Moresby, ibukota Papua Nugini. Hingga saat ini ada sekitar 200 ribu orang tinggal di pulau itu.
"Itu mimpi saya, pergi dan membangun kembali. Kami butuh kebijakan-kebijakna terbaik, hukum terbaik, menjadi negara terbaik. Kami lahir kembali," kata Pajomile Minaka, warga di selatan Bougainville yang mendukung kemerdekaan Bougainville dari Papua Nugini.
Jika proses negosiasi dan ratifikasi berjalan lancar di Papua Nugini, maka Bougainville akan menjadi negara baru dan termuda di dunia setelah Sudan Selatan pada tahun 2011. Bougainville akan berada di urutan ke 194 sebagai anggota PBB.