Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Puncak, setelah tripoli & jeddah

Upaya ketiga memecahkan masalah moro di Filipina bagian selatan direncanakan dilakukan di puncak, jawa barat, pekan ini.

30 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NUR Misuari kembali mengalah. Meski merasa telah dua kali ditipu oleh pemerintah Filipina, pemimpin Front Pembebasan Bangsa Moro itu lagi-lagi bersedia duduk di meja perundingan. Padahal, menurut juru runding Pemerintah Filipina, Manuel Yan, fokus perundingan masih seperti yang sudah-sudah: soal pemerintahan otonomi bangsa Moro. Itu meliputi, pendidikan, keuangan, dan sistem perundang-undangan di wilayah suku Moro tinggal. Yang baru, tampaknya adalah tempat perundingan, direncanakan di Puncak, Jawa Barat, Indonesia, mulai Ahad kemarin. Dibukanya perundingan kembali, tampaknya berkat Fidel Ramos, presiden baru Filipina sejak 15 bulan lalu. Wilayah Moro, di Filipina bagian selatan, ketika pemilu lalu, sebagian besar mendukung mantan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina itu. Sebagai ucapan terima kasih, Ramos, insinyur teknik sipil lulusan Illinois University, mengalirkan jutaan dolar untuk pembangunan jalan raya, bandar udara, dan sambungan telepon di Mindanao. Bahkan, Ramos mencanangkan kawasan yang terkenal subur itu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi negerinya. Tak hanya itu. Ketika berkunjung ke Mindanao, Oktober tahun silam, ia juga mengimbau Misuari agar segera keluar dari ''kandangnya'' di Pakistan. ''Untuk melancarkan proses perdamaian,'' kata Ramos. Tantangan Ramos mendapat sambutan baik dari Misuari. Tapi dengan satu syarat yang sebenarnya tidak baru: perundingan harus diadakan di tempat netral. Atas rekomendasi Organisasi Konperensi Islam, akhirnya Indonesia terpilih. Rencana perundingan tak lalu menenteramkan Filipina bagian selatan itu. Malah, sejak Januari lalu, penculikan, pembunuhan, dan letusan bom kembali menghantui kawasan tersebut. Yang terbesar terjadi selama Februari dan Maret. Diduga 83 warga sipil luka berat, lima lainnya tewas, dan 24 tentara Filipina ikut melayang. Menteri Pertahanan Renato de Villa menuduh gerakan Moro-lah yang melakukan kerusuhan itu. Meski Front Pembebasan Bangsa Moro dan Front Kemerdekaan Bangsa Moro, yang kini diduga memiliki sekitar 21.000 tentara, membantahnya. Tak enaknya, awal April lalu De Villa mengerahkan 80 batalion pasukan infantri untuk mengamankan kawasan itu. Sebenarnya, sudah terjadi dua pertemuan penting di zaman pemerintahan Ferdinand Marcos dan Cory Aquino. Hasilnya, Perjanjian Tripoli tahun 1976, dan Perjanjian Jeddah, 11 tahun berikutnya. Inti kedua perundingan itu, pemerintah Filipina akan segera memberi otonomi mutlak bagi bangsa Moro, kecuali dalam hal perpajakan, militer, dan hubungan luar negeri. Namun, kesepakatan cuma berhenti di kertas. Kesepakatan Tripoli yang memberikan 13 provinsi otonomi pada bangsa Moro terlupakan begitu saja oleh Marcos. Padahal Perundingan Tripoli dilakukan karena Marcos waktu itu kepayahan menghadapi perang yang meletus sejak tahun 1972 di Filipina bagian selatan itu. Begitu pun yang terjadi saat Corazon Aquino menggantikan Marcos tahun 1986. Aquino sempat berkunjung ke markas Misuari di Lupah Sug, Jolo, Kepulauan Sulu. Dalam suasana yang penuh keakraban, Presiden menawarkan suatu perundingan damai. Malah, ia berjanji menambah wilayah otonomi menjadi 23 provinsi. Tahun itu juga perundingan digelar di Jeddah, Arab Saudi. Ternyata sikap Cory tak lebih baik dari Marcos. Kesepakatan di Jeddah sengaja diulur. Mengacu pada konstitusi 1986, Cory menyatakan otonomi hanya bisa diberikan melalui jalur referendum. Tak itu saja. Emmanuel Pelaez, juru runding pemerintah, malah memangkas jumlah wilayah otonomi hingga tinggal lima. Alasannya, otonomi hanya bisa diberikan kepada provinsi yang mayoritasnya muslim. Islam memang minoritas di Filipina. Saat ini 83% dari sekitar 68 juta penduduk negeri itu memeluk agama Katolik. Maka, akhir Agustus 1987, Misuari memaklumkan perang pada pemerintah Manila. Ia pun meningkatkan tuntutan, tak lagi sekadar pemerintahan otonomi, tapi sebuah negara merdeka penuh. Memang dua tahun kemudian Presiden Aquino memperlunak sikapnya, dan memberikan status semi-otonomi di empat provinsi di Pulau Mindanao, Maguindanao, Sultan Kudarat, Tawi-Tawi, dan Sulu. Sebagian pengamat menduga, hal itu juga karena perpecahan yang terjadi di tubuh front perjuangan Moro sendiri. Seperti diketahui, sebelum perundingan Tripoli, Front Pembebasan Bangsa Moro terpecah empat. Lahir Front Pembebasan pimpinan Dimas Pundato, Front Pembebasan Islam Moro pimpinan Hashim Salamat. Satu lagi adalah Partai Islam Bangsa Moro yang dikomando oleh Firdausi Abbas. Baik Marcos maupun Aquino memanfaatkan perpecahanh itu untuk mengadu domba mereka. Ada yang bilang, tak dikabulkannya tuntutan Misuari, semata alasan ekonomi. Maklum, daerah yang dituntut bangsa Moro sangat berdekatan dengan kawasan agribisnis, yang melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional. Kawasan Kepulauan Mindanao, Basilan, Palawan, Kepulauan Sulu, dan Kepulauan Tawi-Tawi yang dituntut Misuari memang daerah yang sangat potensial bagi perekonomian Filipina. Mindanao misalnya. Sebagai salah satu daerah penghasil nikel, batu bara dan bijih besi terbesar di dunia, setiap tahun kawasan tersebut mampu mengekspor hasil buminya senilai US$ 1 miliar. Akankah Puncak yang sejuk memberikan alternatif perdamaian? Berunding di tetangga dekat, mungkin saja memberikan suasana lain daripada berunding di negeri jauh. Tapi tentu akan bergantung pada kesiapan masing-masing untuk memberi dan menerima, dan bagiamana memandang dua soal pokok: otonomi atau kemerdekaan berapa provinsi mesti diberikan. Andi Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum