KAWAN seperjuangan, ''comrade in arms,'' pinjam istilah duta besar Indonesia di Canberra, pekan ini bertamu di Jakarta. Perdana Menteri Australia Paul J. Keating, disertai Annita Keating, istrinya, akan melakukan tukar pikiran dengan Presiden Soeharto. Tampaknya, Indonesia di mata Australia, setidaknya di mata Keating, sangat penting. Sampai beberapa lama lalu Keating mengimbau Presiden Bill Clinton agar sedikit lunak melihat masalah hak asasi manusia di Asia, khususnya Indonesia. Imbauan yang membuat Clinton menyatakan ingin berkunjung ke Indonesia. Lalu, tukar pikiran apa lagi yang kira-kira akan dilakukan dua kepala pemerintahan itu? ''Saya akan membicarakan sejumlah isu penting tentang APEC,'' tulis Perdana Menteri Paul Keating dalam salah satu pernyataan resminya di Australia. Bila demikian, kunjungan Keating bisa dikatakan sebuah upaya menyukseskan gagasannya. APEC, atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik, memang ide dari Australia untuk lebih dekat ke Asia. Bukan rahasia lagi, Australia menjadikan Asia sebagai pasar utama komoditi ekspornya. Perdagangan luar negerinya ke Asia, termasuk Jepang, kini bernilai sekitar A$ 81 miliar. Bandingkan dengan perdagangannya ke Eropa dan AS yang rata-rata hanya A$ 5 miliar. Bila APEC tak sepenuhnya didukung oleh Asia, bisa saja AS lalu bilang, forum ini tak memadai. Dan salah satu ganjalan itu sudah tampak ketika diadakan pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN di Singapura. Malaysia tegas-tegas menyatakan tak akan hadir dalam pertemuan APEC November ini di Seattle, AS. Pertanyaannya, siapa yang bisa melunakkan Malaysia? Jelas, Keating berharap Indonesia bisa berperan. ''Indonesia jangan dianggap remeh, dan jangan terlalu dipojokkan. Sebab Indonesia merupakan kunci stabilitas ekonomi dan politik di Asia Tenggara,'' ujarnya di depan wartawan. Lalu Keating, 49 tahun, politikus yang selalu rapi dan piawai berdebat, menambahkan, terlalu sayang bila hubungan dua negeri yang banyak segi harus berantakan hanya karena hak asasi manusia. Tapi, bila tekanan AS karena hak asasi dan hak buruh di Indonesia diperkeras, bisa-bisa Indonesia yang sejak awal mendukung APEC, ngeper juga. Inilah kekhawatiran Keating. Itu sebabnya ia mengimbau Clinton dan tampaknya sukses. Dalam suatu pertemuan, Clinton mengatakan Indonesia termasuk negara yang selama ini kurang dipahami. Tapi di dalam negeri sendiri, Keating dikritik. Koran-koran Australia menulis, bahwa kebutuhan hubungan ekonomi tak harus mengabaikan masalah hak asasi manusia di suatu negeri. Belum terdengar tanggapan Keating atas kritik pers Australia. Yang ada adalah tanggapan Sabam Siagian, duta besar Indonesia di Australia. Katanya di Far Eastern Economic Review, akhir bulan lalu, ucapan Keating sudah mengandung pengertian bahwa Indonesia sangat memperhatikan hak asasi manusia, dan berusaha secara ''autentik'' membuktikannya. Benar atau tidak, kini yang dihadapi Keating adalah masalah hak asasi manusia yang lain, yakni hak asasi Aborigin. Belakangan, setelah sebuah kasus dimenangkan oleh Aborigin, makin banyak tuntutan ganti rugi atas tanah milik mereka, dan diminta berlaku surut. Tapi ini mungkin tak menentukan gagal-tidaknya APEC. Dewi Anggraeni (Melbourne) & DP (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini