BURSA di Paris tak kaget lagi. Orang tidak kelihatan lagi secara
menyolok membelanjakan Franc (F.Fr.), memborong emas dan membeli
saham berbagai perusahaan asing seperti terlihat (11 Mei)
sesudah Francois Mitterrand (Sosialis) terpilih sebagai Presiden
Prancis. Nilai tukar mata uang Franc pun kini cukup stabil.
Situasi tenang itu justru lebih mengesankan setelah Partai
Sosialis secara gemilang berhasil merebut 285 kursi dari 491
kursi Assemblee Nationale (Parlemen), 14 dan 20 Juni. Sosialis
kini merupakan mayoritas mutlak mengalahkan kelompok
Kanan-Tengah. Dalam pemilihan kali ini, Kanan-Tengah yang
merupakan gabungan neo-Gaullist dan Giscardian hanya meraih 148
kursi -sedang sebelumnya 274 kursi. Dengan kemenangan gemilang
itu, maka secara mutlak pula Sosialis menguasai lembaga
eksekutif dan legislatif yang selama 23 tahun ditongkrongi
Kanan-Tengah.
Partai Sosialis tak perlu lagi merasa takut dengan Partai
Komunis yang pernah mengancam akan merongrong Sosialis di
parlemen jika orang komunis tak didudukkan dalam kabinet.
Sekalipun demikian, Sosialis tampaknya masih perlu merangkul
Partai Komunis yang menguasai Confederation Generale du Travail
(CGT), Konfederasi Serikat Buruh.
Dengan mengangkat empat orang Komunis sebagai menteri pekan
lalu, Presiden Mitterrand berharap Partai Komunis tak akan
menimbulkan kesulitan di dalam negeri, misalnya, dengan
pemogokan. Toh uluran tangan itu dianggap masih belum bisa
memperbaiki kekalahan terburuk Partai Komunis yang dialaminya 45
tahun belakangan ini.
Kalah Perang
Dan ketika berhadapan dengan Lionel Jospin, pemimpin Sosialis
yang baru, George Marchais, pemimpin Partai Komunis, duduk
ibarat orang yang kalah perang. Dalam situasi seperti itulah,
Partai Sosialis mendiktekan keinginannya, seperti terbukti dalam
bunyi pernyataan bersama Marchais dan Jospin. Di situ antara
lain dikatakan bahwa Partai Komunis Prancis, yang selama ini
mendukung intervensi Soviet ke Afghanistan, setuju menuntut agar
seluruh pasukan Soviet ditarik mundur dari kawasan itu. Partai
Komunis juga bersedia menghormati segala perjanjian militer
Prancis dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) - serta
rela mendukung penempatan peluru kendali berkepala nuklir
Pershing-2 dan Cruise di Eropa -- kendati negeri itu sudah tak
terikat dalam komando militer bersama.
Untuk membayar pengorbanan Komunis itu, Sosialis memberikan
jabatan menteri perhubungan, penertiban administrasi, kesehatan
dan pendidikan tenaga kerja kepada orang Komunis. Dengan saling
memberikan konsesi itu, kedua pihak diduga akan saling
beruntung. Paling tidak CGT yang dipimpin Komunis itu, tidak
akan mengganggu program Sosialis dengan pemogokannya.
"Sebagian orang mengatakan bahwa pernyataan bersama tersebut
merupakan suatu sikap tanda menyerah," kata Marchais setelah
berunding dengan Jospin. "Tapi saya menyebutnya sebagai suatu
kesinambungan dan pengembangan kebijaksanaan Partai Komunis."
Apapun sebutannya, kehadiran orang Komunis dalam Kabinet PM
Pierre Mauroy sangat menggusarkan Washington. Sekalipun Presiden
Mitterrand sudah bersumpah "tetap setia dan loyal kepada sekutu
Prancis," Departemen Luar Negeri AS masih juga menyatakan kegu
sarannya. "Sifat dan kadar hubunganE AS dan Prancis sebagai
sekutu akan dipengaruhi karena kehadiran Komunis dalam
pemerintahan Prancis kini," demikian pernyataan Deplu AS itu.
Ketika Wakil Presiden AS George Bush mengunjungi Paris pekan
lalu, sikap AS cukup netral: bisa memahami pengangkatan orang
Komunis itu. Karena kemudian Deplu AS bersuara sumbang,
Mitterrand menyebut bahwa Washington tidak cukup memahami
situasi Prancis. "Mereka (AS) tidak bisa melihat perbedaan
antara (Komunis) Prancis dan Italia, maupun (Komunis) Prancis
dan Spanyol," tambah Menlu Prancis Claude Cheysson.
Mungkin saja warna merah di tubuh Partai Komunis Prancis, Italia
dan Spanyol sulit dibedakan, tapi Washington masih ingat
kemesraan hubungan Partai Komunis Prancis dengan Moskow. Di
antara anggota Eurokommunisme (Prancis, Italia dan Spanyol),
adalah Partai Komunis Prancis (PCF) yang dikenal sangat
pro-Moskow. Ketika koran L 'Unita, corong Partai Komunis Italia
(PCI), mengutuk intervensi Soviet (25 Desember 1979) ke
Afghanistarl, L'Humanite, corong PCF, bungkam seribu bahasa.
Padahal Santiago Carrillo, boss Partai Komunis Spanyol (PCE),
turut mengecam habis intervensi itu. Kenapa Marchais tidak
mengutuk? "Kalian ini ternyata tetap tidak tahu bahwa nama saya
George Marchais, dan mereka adalah (Enrico) Berlinguer (boss
PCI) serta Carrillo," sahutnya kepada seorang wartawan.
Risiko Besar
Sikap sangat pro-Moskow itu juga pernah ditampilkan PCF ketika
Uni Soviet (1968) menggasak Cekoslowakia. Secara terbuka ia
tidak pernah mengritik tindakan Soviet itu -- berbeda dengan
sikap PCI dan PCE yang secara pedas mengecamnya. Tak heran jika
AS kini merasa cemas. Ia sangat khawatir jika rahasia NATO jatuh
ke Moskow - lewat empat menteri itu. Bernard Pons, pemimpin
neo-Gaullist, juga mengungkapkan perasaan serupa. "Menempatkan
orang Komunis, yang Marxis-Leninis pro-Moskow, dalam kabinet,
sungguh suatu taruhan dengan risiko besar," katanya.
Taruhan itu memang harus dilakukan Presiden Mitterrand. Ia
berharap Partai Komunis mau bersikap lebih pragmatis menghadapi
sejumlah pembaharuan yang dijalankannya. Dalam upaya mengurangi
jumlah jam kerja dari 40 jam ke 35 jam seminggu, misalnya, PM
Mauroy masih sulit mencapai kesepakatan dengan CGT. Soalnya
upaya pengurangan jumlah jam kerja itu justru akan menyebabkan
sebagian besar buruh berkurang pendapatannya.
Jika kelak CGT menerima kenyataan pahit itu, prinsip jam kerja
35 jam seminggu baru akan diterapkan uhun 1985. Namun
Confederation Francaise Democratique du Travail (CFDT),
Konfederasi Buruh Demokratis Prancis (sayap kiri), ngotot
menuntut agar prinsip 35 jam kerja seminggu bisa diterima. "Jika
tidak diterima," kata Edmund Maire, pemimpinnya, "kami akan
melancarkan pemogokan."
Menghadapi ancaman itu, Presiden Mitterrand niscaya akan semakin
hati-hati berunding. CGT yang disegani itu mempunyai anggota 2,4
juta. Di seluruh Prancis, Partai Komunis ditaksir punya 5 00
ribu anggota militan dan 4 juta pendukung. Karenanya dalam soal
menentukan pengurangan jam kerja dan nasionalisasi 11 kelompok
industri dan perbankan, Mitterrand berusaha menjadikan kaum
Komunis sebagai "kawan baik". Ia tidak ingin jika CGT
mempelopori pemogokan seperti pernah dilakukannya lima tahun
lalu ketika menuntut batas usia pensiun 60 tahun.
Dan Presiden Mitterrand sudah menunjukkan iktikadnya tersebut.
Menjelang pemilihan parlemen, ia menaikkan upah buruh minimum
sebesar 10% menjadi 2.900 francs. Juga dana pensiun dan
sumbangan bagi penderita cacat dinaikkannya antara 20-25%. Ia
bahkan berusaha menjadikan minggu kelima setiap bulan sebagai
masa libur dengan buruh tetap mendapat upah. Semua tindakan itu
menyenangkan CGT. "Suatu masa memulai perundingan telah dibuka.
Serikat buruh Prancis kini memainkan peranan dalam peristiwa
konstruktif," ujar George Seguy, pemimpin CGT. Dan dengan
program yang menyenangkan kaum buruh itulah, antara lain, Partai
Sosialis berhasil menarik banyak suara dalam pemilihan parlemen.
Tapi pemilih umumnya belum tentu cinta pada Sosialis, tapi
diduga bosan pada zaman Presiden Valery Giscard d'Estaing.
Bayangkan, ada 1,8 juta penganggur. Dan inflasi mencapai 13%.
Kini Mitterrand berusaha merangsang sektor industri.
Pertengahan Juni ia menaikkan alokasi dana kredit lunak dari US$
2,4 juta milyar menjadi US$ 3,1 milyar. Jika pengusaha mau
memanfaatkannya, pemerintah menduga 54 ribu lowongan kerja akan
tercipta akhir tahun ini.
Menjadi Was-was
Menteri Keuangan Jacques Delors merasa optimistis kebijaksanaan
kredit lunak tersebut akan menolong banyak. "Jika rencana jam
kerja 35 jam seminggu diterima, maka kami berharap akan mampu
mendongkrak pendapatan per kapita Prancis tahun depan," katanya.
Tapi Sosialis belum tergesa-gesa menasionalisasi 11 kelompok
industri dan sejumlah perbankan pribadi, seperti dijanjikan
Mitterrand. Menurut Delors, kini hal itu sedang dipelajari
sebaik-baiknya. Antara lain yang terancam nasionalisasi itu:
pabrik pesawat terbang Avions Marcel Dassault-Breguet, industri
metal Pechiney-Ugine-Kuhlmann, pabrik tekstil Rhone-Phoulenc,
industri elektronik Compagnie Generale d'Electricite dan
Thomson-Brandt.
Terhadap kehadiran empat menteri Komunis dalam kabinet, sejumlah
eksekutif perusahaan yang akan terkena nasionalisasi itu tak
merasa terancam. Mereka percaya Pierre Dreyfus, bekas direktur
utama pabrik mobil negara Renault, yang ditunjuk sebagai Menteri
Perindustrian dan Ketua Kelompok Nasionalisasi akan bertindak
bijaksana. Hanya Kurt Lanz, Presiden Direktur Roussel-Uclaf,
pabrik manufacturing, dengan cemas memperingatkan bahwa
kepentingan Hoechst yang punya saham 5 3% di Roussel-Uclaf, akan
rusak dengan tindakan nasionalisasi itu. "Sulit rasanya
melanjutkan pengembangan kepentingan (Hoechst) di Prancis jika
konsepnya berbeda (dengan kebijaksanaan perusahaan induk Hoechst
di Jerman Barat)," katanya.
Mudah dipahami jika sejumlah perusahaan transnasional, yang
berpartner dengan perusahaan Prancis, menjadi was-was dengan
tindakan nasionalisasi. Selain di Roussel-Uclaf, Hoechst
(industri kimia) juga memiliki saham (lebih dari separuh) di
Rhone-Phoulenc dan Pechiney-Ugine-Kuhlmann. Bila telah
dinasionalisasi, Hoechst tentu tidak bisa memainkan pengaruhnya
lagi. Sejauh itu pula pemerintah akan bersikap hati-hati.
"Ketika dapur di sebelah sana terbakar, tak seorang pun berhak
mengatakan bahwa seluruh bangunan rumah terbakar," kata Menteri
Delors.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini