Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali dibahas di Hari PBB yang jatuh pada tanggal 24 Oktober setiap tahunnya, setelah santer dibicarakan oleh para pemimpin dunia di Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat September lalu.
Pada perayaan Hari PBB yang digelar pada Selasa, 24 Oktober 2023 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, seruan reformasi PBB disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Koordinator Residen PBB untuk Indonesia Valerie Julliand, dan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateralisme Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat.
Dalam pembukaannya, Tri menyebut bahwa saat ini, ketika negara-negara sedang membahas persiapan untuk pertemuan tingkat tinggi Summit of the Future tahun depan, menjadi momentum penting untuk mendorong reformasi PBB dan sistem multilateral secara menyeluruh.
Julliand mengamini hal ini. Berbicara setelah Tri, ia membahas tentang dunia yang senantiasa berubah sejak pembentukan badan beranggotakan 193 negara ini 78 tahun lalu. Dunia telah banyak mengalami perubahan, katanya, tetapi tidak sebanyak itu. Menurutnya, itulah alasan PBB harus melanjutkan pekerjaannya. “Itulah satu-satunya cara untuk maju,” ujarnya.
“Tetapi kita tahu bahwa PBB harus direformasi. Sebagaimana kita ketahui, Sekretaris Jenderal menyerukan reformasi mendalam sistem PBB. Khususnya di institusi seperti Dewan Keamanan, yang kini tidak mewakili dunia hari ini, maka dari itu harus direformasi,” sambungnya.
Seruan reformasi kali ini juga datang saat pertempuran sedang berlangsung antara Israel - Palestina. Melalui rekaman pidato yang ditayangkan, Retno menyinggung soal respons PBB terhadap situasi di Gaza saat ini, yang tengah diblokade Israel dan semakin kehabisan listrik dan air bersih tanpa adanya bahan bakar dalam bantuan kemanusiaan yang masuk.
“Situasi di Gaza dan respons lamban dari PBB mengingatkan kita akan pentingnya reformasi PBB secara menyeluruh, agar PBB tetap relevan dan memberikan manfaat nyata bagi permasalahan ini,” sambungnya.
Sebelumnya, Retno pernah menyerukan reformasi sistem multilateral PBB di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-78 pada Kamis, 21 September 2023 lalu, tepatnya di pertemuan tingkat menteri persiapan Summit of the Future 2024.
“Pertemuan Summit of the Future harus mampu memberikan hasil yang nyata dan konkret. Untuk itu, sangat penting dilakukan reformasi arsitektur multilateral yang ada saat ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama saat itu, ia juga mengatakan Dewan Keamanan PBB harus menjadi transparan, demokratis, dan efektif. Ketiga tujuan tersebut masih sama dengan fokus yang disetujui negara-negara saat Pertemuan Puncak Dunia tahun 2005 silam, yaitu untuk menjadikan dewan yang beranggotakan 15 negara itu lebih demokratis dan representatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Isu reformasi di tengah perang Israel-Palestina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pembahasan reformasi PBB, terutama Dewan Keamanan, kali ini berkelindan dengan perang di Gaza. Hal yang kerap dinilai mengganjal adalah hak veto yang dimiliki lima negara permanen DK PBB, yaitu Cina, AS, Prancis, Inggris, dan Rusia.
Pekan lalu, AS menggunakan hak veto untuk menggagalkan draf resolusi usulan Brasil tentang jeda konflik Palestina-Israel demi memungkinkan akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Draf tersebut meraup 12 suara dari total anggota 15 negara dewan. Tindakan AS menuai banyak kritik, termasuk dari Rusia dan Cina. Sebagai sekutu Israel, AS dikenal sering menyetop Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan terhadap negara tersebut.
Selama lima dekade terakhir, AS telah memveto setidaknya 53 resolusi Dewan Keamanan yang mengkritisi Israel, menurut daftar riwayat veto PBB.
“Jadi ya, reformasi ini penting. Tetapi, untuk mengubah PBB harus memiliki persetujuan lima negara ini. Apakah akan terjadi? Saya tidak tahu,” kata Julliand kepada wartawan saat ditemui setelah pembukaan acara pada hari Selasa.
Menurut Pasal 108 Piagam PBB, rancangan undang-undang reformasi harus mendapat persetujuan dengan rasio dua dari tiga di Majelis Umum dan diratifikasi oleh dua pertiga anggota PBB, termasuk kelima anggota permanen.
NABIILA AZZAHRA ABDULLAH
Pilihan Editor: Negara-Negara Barat Terbelah Sikap Soal Jeda Kemanusiaan d Gaza