Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Federasi Rusia, Alexey Gruzdev, mengusulkan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antara Indonesia dan Rusia. Menurut dia, kedua negara dapat mulai mempertimbangkan penggunaan mata uang lokal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami melihat banyak prospek untuk mata uang lokal karena ini memastikan stabilitas,” kata Gruzdev saat menghadiri Forum Bisnis Rusia-Indonesia di Hotel Raffles, Jakarta pada Senin, 14 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gruzdev juga menilai mata uang lokal dapat menjadi alternatif pembayaran dalam perdagangan kedua negara. Langkah itu, jelas dia, dapat menjadi opsi pengganti dari dominasi dolar Amerika Serikat dan euro.
Lebih lanjut, Gruzdev mengungkap bahwa Rusia berhasil mencapai 90 persen perdagangan bilateral dengan penggunaan mata uang lokal. Dia berharap negaranya dan Indonesia dapat mengikuti jejak tersebut.
Demi mewujudkan mimpi ini, Gruzdev berharap agar bank-bank di kedua negara dapat aktif untuk mendukung gagasan penggunaan mata uang lokal untuk perdagangan bilateral ini.
Belakangan, sejumlah negara sedang beraliansi untuk membangun poros kekuatan ekonomi melawan Amerika Serikat.
Aliansi tersebut disinyalir terinspirasi oleh penelitian Jim O’Neill, seorang ekonom dari Goldman Sachs, dalam penelitian berjudul Building Better Global Economic BRICS pada 2001.
Dia mengidentifikasi potensi besar empat negara berkembang, yaitu Brasil, Rusia, India, dan Cina, yang dapat mendominasi ekonomi dunia jika pertumbuhan mereka terus berlanjut.
Poros tersebut diwujudkan dalam bentuk BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Belakangan, muncul sejumlah anggota baru termasuk Indonesia. Aliansi tersebut mengambil sikap dalam perdagangan internasional dengan berupaya melakukan dedolarisasi.
Dedolarisasi adalah proses kompleks yang dipicu oleh berbagai faktor termasuk geopolitik, kebijakan ekonomi, dan inisiatif regional. Meskipun ada upaya signifikan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, tantangan tetap ada karena dominasi dolar masih kuat di pasar global.
Ke depan, perkembangan ini akan terus dipantau seiring dengan perubahan dinamika ekonomi dan politik di dunia.
Dedolarisasi, atau pengurangan ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi internasional, semakin menjadi perhatian global. Berbagai faktor mendorong proses ini, termasuk dinamika geopolitik, kebijakan ekonomi, dan kesepakatan bilateral antara negara-negara.
Myesha Fatina Rachman ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Rusia Bidik Pasar Indonesia dengan Ekspor Sektor Prioritas